Xhaka Bersaudara: Panggung Eropa untuk Dua Lakon Berbeda

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Xhaka Bersaudara: Panggung Eropa untuk Dua Lakon Berbeda

Oleh: Dzikry Lazuardi Zammurudan Soeharno*

Pada 19 September 2010, di menit ke-71 pada pertandingan antara FC Mendrisio-Stabio melawan FC Basel mungkin bukan menjadi peristiwa spesial bagi kebanyakan orang. Apalagi pertandingan tersebut hanyalah pertandingan babak 64 besar Swiss Cup yang tidak setenar FA Cup atau Copa Del Rey. Namun, bagi orangtua Granit Xhaka dan Taulant Xhaka, itu adalah kali pertama mereka melihat dua anak laki-lakinya bermain sepakbola bersama di kompetisi resmi. Taulant dan Granit bermain untuk raksasa Swiss tersebut, FC Basel. Pertandingan yang dimenangkan Basel dengan skor 5-0 itu juga menjadi awal perjalanan bagi karier mereka berdua.

Keduanya bukanlah pemain kelas dunia yang membintangi berbagai iklan populer. Namun mereka adalah kakak-adik yang sama-sama memilih sepakbola sebagai hidupnya. Granit bermain sebagai gelandang untuk Arsenal dan timnas Swiss, sementara Taulant bermain sebagai bek untuk FC Basel dan timnas Albania. Mereka memiliki cerita yang berbeda dalam perjalanan menjadi pemain profesional. Namun saudara tetaplah saudara, dan keduanya bermain di Piala Eropa 2016 untuk dua kesebelasan negara yang berbeda.

***

Ragip Xhaka dan Elmaze Xhaka adalah sepasang kekasih asli Kosovo-Albania yang memutuskan pindah ke kota Basel di Swiss pada 1989. Mereka khawatir akan masa depannya jika memutuskan untuk menetap di Kosovo, negara di bagian tenggara Eropa yang saat itu sedang dalam gejolak politik dan ekonomi. Dua tahun berselang, lahirlah Taulant pada 28 Maret 1991. Lalu, 18 bulan kemudian, Granit lahir pada 27 September 1992. Mereka berdua lahir di Basel dan tumbuh di sebuah daerah bernama Kleinbasel.

Pada 2000, keduanya didaftarkan ke FC Concordia Basel untuk berlatih sepakbola tanpa harapan mereka akan menjadi pemain sukses seperti sekarang. Tujuannya hanya agar mereka jauh dari kehidupan jalanan yang tidak diinginkan banyak orangtua. Mereka berdua pindah ke FC Basel pada 2002 dan mengawali karier sepakbolanya dengan bermain di level U-21 pada 2008. Keduanya sempat menjuarai Swiss SuperLeague U-16 dan Swiss Cup U-16 pada musim 2007/2008. Mereka juga menjadi pemain utama bagi Basel U-21 hingga 2010.

Kepiawaian Xhaka bersaudara dalam bermain sepakbola membuat mereka menerima panggilan timnas Swiss junior. Taulant menjadi bagian dari skuat Timnas Swiss U-17 yang bermain di UEFA European Under-17 Football Championship 2008 di Turki. Antara 2009 hingga 2010, ia bermain d level U-18 dan U-19, sampai akhirnya ia bermain di level U-21 pada 2011. Sebanyak 41 penampilan ia catatkan untuk berbagai level timnas Swiss junior dari 2008 hingga 2013.

Granit tak kalah hebat dari kakaknya. Ia bermain di Under-17 World Cup 2009 di Nigeria dan Swiss berhasil keluar sebagai kampiun. Ia juga bermain di level U-19 pada 2010. Granit kembali ikut serta dalam kompetisi junior. Ia menjadi bagian timnas Swiss U-21 yang bermain di UEFA European Under-21 Football Championship 2011 di Denmark. Kala itu, Swiss berhasil lolos ke final tanpa kemasukan satupun gol sebelum akhirnya Spanyol mengalahkan mereka 0-2 di partai puncak.

Taulant dan Granit terus berkembang dan akhirnya pada musim kompetisi 2010/2011. Mereka masuk ke skuat utama FC Basel. Granit lebih dahulu menjalani debut bersama Basel pada usia 17 tahun pada Juli 2010 saat pertandingan kualifikasi Liga Champions melawan klub Hungaria Debreceni VSC. Ia sukses mencetak gol di debutnya. Gol tersebut menjadi gol penutup kemenangan 2-0 Basel. Sementara Taulant baru merasakan pertandingan resmi dua bulan kemudian saat menghadapi FC Mendrisio-Stabio.

Selama dua musim di Basel, Granit mencatatkan total 61 penampilan dan dua gol di semua kompetisi resmi. Sementara Taulant bermain di 15 pertandingan resmi hingga Januari 2012. Keduanya menjadi bagian skuat utama FC Basel yang menjuarai Liga Swiss pada musim 2010/2011. Karier keduanya mulai berbeda saat Taulant yang sulit mendapatkan tempat di tim utama Basel, dipinjamkan ke tim Swiss lainnya yaitu Grasshopper pada bursa transfer Januari 2012. Selang empat bulan kemudian, sang adik juga meninggalkan Basel dengan menandatangani kontrak lima tahun dengan Borussia Monchengladbach dengan nilai transfer 8,5 juta euro dan menjadi rekor transfer termahal klub Jerman tersebut.

Taulant adalah pemain yang sering telat dan malas. Jika diibaratkan sebagai pelajar, ia adalah seorang berandalan yang berpotensi menjadi murid berprestasi. Bahkan, jika pelatihnya tidak memberi kesempatan bermain ia akan marah. Taulant adalah pembuat masalah dan tidak patuh akan peraturan. Namun, setelah menjalani 1,5 tahun di Grasshopper, ia mulai berubah dan mengerti apa sebenarnya sepakbola itu.

Bersama Grasshopper, Taulant mencatatkan 43 caps dan berhasil menjuarai Swiss Cup serta finis kedua di liga di bawah FC Basel. Ia kembali memperkuat FC Basel pada musim 2013/2014 dan sukses mengunci satu tempat di posisi bek. Hingga musim 2015/2016 usai, ia bermain 107 kali untuk FC Basel dan menjuarai liga di tiap musimnya serta dua kali menjadi runner-up Swiss Cup.

Pelatih FC Basel, Paulo Sousa memuji Taulant sebagai versatile player. Ia dapat bermain sebaga bek tengah, bek kanan, dan gelandang bertahan dengan baik. Pujian juga ia dapatkan dari kapten FC Basel, Marco Streller yang mengagumi fighting spirit Taulant. Taulant pernah berbicara kepada Koran Tages-Anzeiger bahwa pelatihnya pernah mengatakan kepadanya bahwa jika ia terus bermain seperti itu maka karier gemilang menantinya.

Sementara itu, karir adiknya dapat dikatakan lebih bersinar meskipun lebih berliku-liku. Granit sempat absen selama satu tahun akibat cedera sobek ligamen pada usia 16. Ia juga sempat kesulitan saat tidak serumah lagi dengan orangtuanya ketika pindah ke Jerman. Meskipun ia tumbuh sebagai pesepakbola profesional, namun memulai hidup jauh dari rumah tetaplah bukanlah hal yang mudah.

Granit mengawali debut bersama Monchengladbach pada 18 Agustus 2012 saat pertandingan DFB Pokal melawan Alemannia-Aachen. Ia langsung menjadi pemain utama di musim pertamanya dengan catatan 33 caps. Sampai musim 2015/2016 usai, tercatat 140 kali ia tampil di kompetisi resmi dan mengemas 9 gol. Bahkan, pada akhir 2014 ia dipercaya mengenakan ban kapten. Kepindahannya ke Arsenal dengan mahar 30 juta pounds itu menyisakan lubang bagi Monchengladbach, kurang lebih begitulah yang dikatakan kiper klub Jerman tersebut, Yann Sommer.

Kelihaian Granit mengolah si kulit bundar tidak perlu diragukan lagi. Beberapa kali pujian ia terima dari berbagai orang ternama di sepakbola. Mantan pelatih timnas Swiss, Ottmar Hitzfeld mengatakan bahwa Granit membuat ia ingat akan sosok Bastian Schweinsteiger muda. Bahkan, mantan pelatih FC Basel, Thorsten Fink pernah mengatakan, “Xherdan Shaqiri is the best talent in Switzerland, after Granit Xhaka.

Perjalanan karier kedua anaknya memang berbeda. Karier Taulant memang sempat tersendat namun ia membuktikan bahwa ia memilki prospek karier yang baik. Apalagi jika dalam waktu dekat, ada klub elit yang tertarik untuk menggunakan jasanya. Sementara Granit muda sudah dicap sebagai wonderkid. Bakatnya terus diasah sampai akhirnya ia membuat Arsenal tertarik untuk mendatangkannya. Namun perbedaan yang cukup mencolok dari mereka adalah logo negara pada kostum tim nasionalnya. Granit untuk Swiss dan Taulant untuk Albania.

Mereka sebenarnya adalah keturunan Albania namun tumbuh di Swiss, sehingga keduanya bisa membela kedua negara tersebut. Granit lebih memilh Swiss karena saat itu karena Swiss Football Association, Asosiasi Sepakbola Swiss, lebih memperlihatkan ketertarikannya dibanding FSHF, Asosiasi Sepakbola Albania. Ia memulai debutnya bersama tim senior Swiss pada 4 Juni 2011 saat Swiss berhadapan dengan Inggris di kualifikasi Piala Eropa 2012. Hingga akhir Maret 2016, ia mencatatkan 41 caps dan 6 gol bersama Swiss dan sempat mencicipi atmosfer Piala Dunia pada 2014 di Brazil.

Sementara Taulant yang bimbang memilih Swiss atau Albania akhirnya memutuskan untuk membela darah keluarganya, Albania. Pilihannya juga dipengaruhi oleh Granit yang tidak mau kakaknya mengulang kesalahannya saat memilih Swiss. Granit sering menerima cemoohan berbau rasisme. Granit juga memberi tahu Taulant kondisi di Swiss dan orang-orang yang tidak menyukainya. Debut Taulant bersama Albania dimulai pada 5 Maret 2014 saat menghadapi Malta di sebuah laga persahabatan. Hinggga September 2015, ia mencatatkan 6 caps. Taulant sukses membawa Albania pertama kalinya maju ke putaran final Piala Eropa 2016 di Prancis.

Granit dan Taulant adalah satu dari lima pemain bersaudara yang bermain di ajang empat tahuna ini namun satu-satunya yang membela negara berbeda. Mereka juga adalah kakak-adik pertama yang akan saling berhadapan di kompetisi akbar benua Eropa itu. Swiss dan Albania sama-sama tergabung di Grup A dan telah berhadapan pada 11 Juni 2016 di Stade Bollaert-Deleis, Lens.

Setelah terpisah sejak 2012, mungkin mereka menanti-nantikan kembali berada pada lapangan hijau yang sama. Namun apa boleh buat, takdir sepertinya tidak mengizinkan mereka untuk membela tim yang sama. Keakraban yang sudah terjalin lama harus dilupakan sejenak, musuh di lapangan tetaplah musuh di lapangan. Menarik untuk disimak pertemuan antara kakak-adik ini. Apalagi posisi keduanya sangat memungkinkan untuk bentrok langsung di lapangan.

Keakraban keduanya juga terlihat di akun Instagram masing-masing. Taulant maupun Granit cukup sering posting foto berdua dengan berbagai caption yang mereka buat. Tidak peduli siapa yang lebih sukses, tidak peduli jarak yang memisahkan, tidak peduli untuk kesebelasan mana yang diperkuat. Adik tetaplah adik dan kakak tetaplah kakak. Itulah yang diperlihatkan Xhaka bersaudara.

*Penulis adalah penikmat dan penggila sepakbola yang menimba ilmu di Geodesi ITB dengan akun twitter @dzikrylzs

ed: fva

Komentar