Artikel #AyoIndonesia karya Kukuh Ismoyo
Pada 15 September 2012, pertandingan persahabatan antara Indonesia melawan Vietnam berakhir imbang tanpa gol. Stadion Gelora Bung Tomo sore itu, tak penuh sesak seperti kala Persebaya tampil memang, tapi cukup ramai penonton ketika PSSI memutuskan untuk menempatkan pertandingan tersebut di sana.
Yang menarik di pertandingan ini adalah saat Gelora Bung Tomo yang dihadiri oleh puluhan ribu suporter bergemuruh bernyanyi bersama Lagu Indonesia Raya, Nil Maizar, pelatih timnas saat itu, menangis. Ya, ia menangis haru. Ada keharuan yang mungkin mendesak dadanya kala itu, bahwa tim yang dinahkodainya ini, yang diremehkan di sana-sini, yang tak diperbolehkan memanggil pemain-pemain ISL dan tak didukung pemerintah, justru masih mendapat aplaus dan sambutan meriah dari suporter di Surabaya.
Deraan caci maki terus saja berdatangan untuk timnas paling tak disayang ini. Tak hanya dari dunia maya yang kita tahu lebih kejam dari Ibu tiri. Di dunia nyata, tim ini pun makin menjadi-jadi untuk diperolok. KPSI—sempalan PSSi kala itu—tidak ketinggalan melontarkan sejurus kata yang memojokkan timnas asuhan pelatih yang kini menangani Semen Padang itu. Bagi KPSI, Nil Maizar dan anak asuhnya adalah sekumpulan tim ”abal-abal”, sedangkan tim asuhan Alfred Riedl dianggap sebagai “tim supernya” Indonesia.
Di tengah cacian yang dilontarkan kepada pemain timnas, Nil mencoba buka suara. Dia mempersilakan kalau ada pihak pihak yang ingin mencercanya sebagai pelatih yang tidak berkualitas. Tapi dia meminta, jangan ada pihak mana pun yang melecehkan pemain nasional Indonesia.
"Silakan menyebut saya pelatih yang tidak berkualitas, tapi jangan pernah menyebut pemain- pemain saya tidak berkualitas. Karena merekalah pejuang bangsa yang sebenarnya,” ungkap Nil seperti dikutip laman Liga Prima.
Tim itu semakin dikucilkan. Tidak hanya oleh mayoritas suporter di negeri ini, pemerintah pun enggan mengakui sebagai timnas. Kita mengingat, Menpora saat itu, Andy Malarangeng, menolak untuk mengucurkan dana untuk timnas yang hendak berangkat menuju Piala AFF 2012. Dalih Pemerintah saat itu adalah, bahwa kisruh di sepakbola dan dualisme keorganisasian adalah penyebab enggannya pemerintah gelontorkan dana.
Beruntungnya, dan tak kurang akal, para suporter pencinta timnas—dari banyak suporter klub bola di negeri ini—yang tergabung dalam Forum Diskusi Suporter Indonesia menginisiasi gerakan "Koin Untuk Timnas". "Penggalangan dana dilakukan secara spontan oleh beberapa kalangan karena tidak adanya dukungan dari pemerintah. Gerakan ini dimulai pada 6 November dan disalurkan melalui no rekening BRI dengan account "Satu Untuk Timnas"," ujar salah satu perwakilan dari FDSI, Helmi Atmadja.
Ditambahkannya, dengan upaya nyata tersebut, semoga dapat menambah daya juang skuad Garuda dalam meraih gelar juara. Koin-koin yang dikumpulkan, katanya lagi, merupakan lambang perjuangan rakyat Indonesia yang berharap dapat menjadi pemicu perjuangan timnas senior.
Di tengah dukungan yang tak maksimal oleh penduduk negeri ini ditambah gejolak yang sedemikian hebat, timnas saat itu gagal untuk tampil baik dan mematahkan ekspektasi banyak pihak. Imbang 2-2 lawan Laos, kemudian tampil heroik dan menumpas Singapura 0-1 lewat gol spektakuler Andik vermansah kemudian mengalami penurunan kala dihajar Malaysia 0-2 di pertandingan akhir yang menentukan. Timnas terkulai, gagal. Hanya mendapat tempat ke tiga di klasemen, tentu membuat Timnas Garuda harus pulang tertunduk malu.
Tak perlu tahu (caci maki) yang terjadi sesudahnya. Bab kita sadar, bahwa sebagian besar kita menolak tim itu bahkan sebelum tim itu berangkat ke Piala AFF. Padahal tim yang diremehkan ini susah payah membawa emblem Garuda di dada untuk bertanding melawan timnas lain dengan segala keterbatasan.
Tapi kita—mestinya—patut bangga, bahwa tim itu adalah tim yang merepresentasikan Indonesia di masa itu. Bukan tim serupa yang memakai Jersey merah hitam, kemudian melancong ke Australia untuk bertanding melawan sekumpulan pemuda setempat yang dilabeli "Australia All star".
Dan kalau ingin tahu representasi makar—kosakata yang hari-hari ini jadi viral—, simaklah berita tentang "Timnas KPSI" vs "12 players Australia All Star" yang diwasiti pria berkacamata beberapa tahun lalu. Bacalah kembali. Pasti kalian kemudian akan menghormati timnas asuhan Nil Maizar kala itu dengan dada bergemuruh, laiknya tangisan Nil Maizar di Gelora Bung Tomo sore itu.
Penulis merupakan fans Liverpool garis kenyal, Bonek sejak lahir. Beredar di akun Twitter @be_ted. Tulisan ini merupakan bagian dari #AyoIndonesia, mendukung timnas lewat karya tulis. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Selengkapnya baca di sini: Ayo Mendukung Timnas Lewat Karya Tulis.
Komentar