Memaknai Andil Transportasi Umum dalam Konteks Sepakbola

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Memaknai Andil Transportasi Umum dalam Konteks Sepakbola

Oleh: Insan Ridho Chairuasni

Tidak ada hubungan yang signifikan antara sepakbola dan transportasi umum. Keduanya bisa berjalan masing-masing dengan independen. Tetapi, ada satu hal yang menjadi benang merah antara keduanya: sama-sama melibatkan banyak orang.

Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 257 juta jiwa berdasarkan data World Bank pada tahun 2015. Selain itu, menurut sumber yang sama, jumlah penduduk urban di Indonesia mencapai 53,7% atau sekitar 138 juta jiwa. Penduduk urban selalu menggantungkan hidupnya kepada keberadaan transportasi umum. Ini tentunya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari melainkan juga untuk menikmati hiburan, seperti sepakbola.

Memang banyak potensi yang bisa dihasilkan dari memberikan akses transportasi umum yang baik sebagai sarana ke stadion. Potensi pendapatan yang besar bisa diraih operator transportasi umum bila bisa memanfaatkan celah bisnis ini. Sayangnya, belum banyak yang menerapkannya di Indonesia sehingga penggemar sepakbola masih memilih untuk menggunakan mode transportasi lain seperti sepeda motor atau mobil. Tidak jarang hal ini malah berimbas pada kemacetan, pungutan liar parkir, keruwetan jalan, dan berbagai hal negatif lainnya.

Sepakbola Indonesia rasanya masih jauh dari harapan untuk bisa memanfaatkan transportasi umum dengan baik. Hal ini dapat digambarkan dengan minimnya transportasi umum yang baik yang terintegrasi dengan stadion sepakbola terutama di luar daerah DKI Jakarta. Stadion Gelora Bung Karno adalah salah satu dari sebagian kecil dari stadion sepakbola yang didukung oleh transportasi umum yang memadai seperti Bus Rapid Transit (BRT) atau biasa kita kenal dengan Transjakarta.

Oleh karena itu, tidaklah aneh jika kita seringkali melihat penggemar sepakbola berduyun-duyun menggunakan sepeda motor untuk hadir ke stadion. Fenomena banyak penonton yang masuk ke stasiun dengan menggunakan helm menjadi hal yang lazim karenanya. Alasannya pun beragam, mulai dari ketakutan kehilangan helm karena rawan pencurian atau sekadar untuk melindungi diri dari potensi konflik antar pendukung. Terlepas dari hal itu, penggunaan sepeda motor yang berlebihan bisa jadi imbas dari kurangnya fasilitas transportasi umum.

Contoh yang baik dari pemanfaatan transportasi umum bisa dilihat di Inggris. Penggemar sepakbola sudah biasa menggunakan transportasi umum ke stadion. Pemerintah Inggris umumnya memang menyediakan fasilitas transportasi umum yang layak sebagai akses ke stadion. Sebagai contoh, Holloway Road Station adalah stasiun London Underground yang terkoneksi dengan Emirates Stadium milik Arsenal. Jarak antar stadion milik juara Premier League tahun 2004 itu dengan Holloway Road Station hanya 8 menit dengan berjalan kaki.

Kerjasama antara klub sepakbola dan operator transportasi umumnya termasuk pemberian kapasitas atau frekuensi transportasi ekstra terutama saat pertandingan. Hal ini memberi kenyamanan untuk para penonton sepakbola untuk bisa menggunakan transportasi umum. Tyne and Wear Metro biasanya memberikan beberapa service ekstra untuk mengantisipasi kepadatan penggemar klub Newcastle United ketika pergi dari dan ke St. James Park Stadium.

Untuk mengantisipasi kemacetan saat pertandingan sepakbola, banyak otoritas transportasi regional di Inggris yang memang menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi potensi kemacetan. Strategi itu berupa pembangunan lokasi parkir yang cukup jauh dari stadion sehingga mengurangi lalu lintas di sekitarnya.

Pengaturan lampu lalu lintas khusus untuk pertandingan sepakbola juga sering menjadi strategi untuk mengantisipasi kemacetan. Hal ini tentunya didukung dengan kebijakan pemerintah yang memberikan dukungan penuh untuk transportasi lokal dan komunitas lokal seperti penggemar klub sepakbola lokal.

Pentingnya transportasi umum bagi penggemar sepakbola juga tercermin ketika pertandingan tandang. Away days adalah hal yang lumrah bagi penggemar sepakbola fanatik dan mereka akan mencoba memilih sarana transportasi murah, seperti transportasi umum. Suporter sepakbola di Inggris sering memilih menggunakan kereta untuk transportasi antar kota karena konektivitasnya yang baik. Hampir semua kota besar di Inggris terkoneksi dengan kereta cepat dan tingkat kenyamanannya pun tinggi.

Di Indonesia, penggemar sepakbola yang tengah bertandang seringkali dihadapkan pilihan sulit mencari akses transportasi umum yang murah dan nyaman. Dengan dana yang terbatas, tak banyak pilihan logis yang bisa dilakukan untuk tetap membela klub kesayangan. Maka, pemandangan hitchhiking atau menumpang di Indonesia untuk penggemar klub sepakbola masih lazim terjadi.

Para pendukung fanatik seperti Bonek, penggemar Persebaya, tidak sungkan-sungkan untuk menumpang kendaraan seperti truk atau mobil bak demi pergi ke tempat calon lawan klubnya.

Fenomena seperti contoh di atas tentunya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para pendukung yang ingin membela klubnya di tempat lain. Walaupun ini bukan sebagian besar dari pendukung klub di Indonesia, pemerintah layak memberikan perhatian untuk kasus seperti ini. Pemerintah harusnya bisa memberikan sarana transportasi yang layak bagi rakyat Indonesia dan penggemar sepakbola khususnya agar hal ini tidak terus berlanjut yang bisa berpotensi kecelakaan dan kerawanan lain.

Tidak hanya penggemar sepakbola yang berusaha memanfaatkan transportasi publik sebagai akses ke stadion. Beberapa klub, pemain, dan pelatih di Inggris pun beberapa kali menggunakan transportasi umum untuk berpindah lokasi. Skuat Manchester United kembali ke Old Trafford dengan menggunakan kereta setelah menelan kekalahan 3-1 dari Watford pada bulan September silam.

Pelatih Arsenal, Arsene Wenger, pun pernah menggunakan Tube, nama populer dari London Underground, untuk mengunjungi Highbury Stadium. Kala itu, pelatih asal Perancis ini pertama kalinya datang ke Highbury pada tahun 1996 dan nyaris tidak ada yang mengenalnya saat menggunakan Tube.

Di masa persiapan jelang Asian Games 2018, pemerintah bisa memanfaatkan momentum ini untuk memperbaiki transportasi publik khususnya untuk mendukung sarana olahraga termasuk sepakbola. Sarana transportasi Light Rail Transit (LRT) di Palembang diproyeksikan akan terkoneksi dengan Kompleks Stadion Jakabaring untuk Asian Games 2018.

Hal ini merupakan angin segar juga bagi para pendukung Sriwijaya FC yang bisa menikmati manfaatnya. Ini harus menjadi semangat baru dalam mendesain transportasi umum yang ramah bagi penggemar olahraga khususnya sepakbola.

Transportasi publik memang tidak serta-merta hanya digunakan oleh penggemar sepakbola saja. Namun, penggemar sepakbola layak diperhitungkan dalam pemenuhan kebutuhan transportasi umum. Rasanya menyenangkan bila ada sekelompok pendukung sepakbola bernyanyi senandung klub kesayangannya ketika pulang dari stadion menggunakan kereta, bukan?

foto: Wikimedia

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana di Newcastle upon Tyne, Britania Raya, yang gemar menyaksikan klub Setan Merah dan Maung Bandung bertanding. Penulis bisa dijumpai lewat akun Twitter @insanridho


Tulisan ini merupakan kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

Komentar