Oleh: Albertus Devin
Liga 1 dan Liga 2 sudah hampir dimulai. Dahaga para pecinta sepakbola untuk menikmati pertandingan berlevel liga resmi sebentar lagi terpuaskan. PSSI telah menetapkan tanggal 15 April 2017 sebagai hari dimulainya kompetisi Liga 1, dan 18 April 2017 untuk Liga 2. Tapi bukan PSSI namanya jika tidak menuai kontroversi.
Apalagi kalau bukan karena regulasi usia yang dianggap tidak berpihak pada tim peserta maupun pemain sendiri. Tapi sebagai penonton sepakbola yang cerdas, ada baiknya kita membahas dan mencoba memberikan solusi bagi PSSI demi kemajuan persepakbolaan Indonesia.
Pertama mengenai diwajibkannya tim menurunkan 3 orang pemain U23 dalam starting line-up. Tujuan PSSI jelas, yaitu untuk memberi kesempatan pada pemain muda menunjukkan kemampuannya. Hasilnya pun bisa dibilang tidak mengecewakan. Piala Presiden 2017 yang menggunakan regulasi ini menghasilkan beberapa nama yang akhirnya membela tim nasional saat menghadapi Myanmar, Selasa (21/3/2017) lalu. Sebut saja Hanif Sjahbandi, Bagas Adi, Febri Haryadi, maupun Saddil Ramdani.
Tapi secara berkelanjutan, regulasi ini bisa memberikan efek negatif bagi para pemain muda. Jika nama-nama yang tadi disebut bermain karena dianggap memiliki kemampuan, tidak begitu dengan pemain lainnya. Ada beberapa pemain yang hanya dimainkan untuk memenuhi regulasi saja, dan diganti setelah pergantian babak. Secara psikologis, pemain seperti ini akan memilih untuk tidak berlatih sungguh-sungguh, dengan pemikiran “Toh nanti juga main 45 menit.” Sebuah dampak buruk bagi pemain-pemain muda Indonesia.
Bagi klub sendiri, regulasi ini ibarat pedang bermata dua. Arema yang memiliki pemain muda berkualitas dalam diri Hanif, Bagas, maupun Nasir tentu akan kewalahan ketika mereka dipanggil mengikuti training camp tim nasional, misalnya. Ini pula yang menjadi kekhawatiran pelatih Persib Bandung, Djadjang Nurdjaman.
“Kalau harus memainkan tiga pemain muda sekaligus sepertinya akan cukup sulit. Apalagi kalau mereka dipanggil Timnas, kita tak punya lagi. Tentu akan membuat pusing juga," kata Djajang, dikutip dari laman resmi Persib. Tidak heran, Persib memiliki sosok Febri, Gian Zola maupun Henhen Herdiana yang masih berusia di bawah 23 tahun.
Tidak hanya pemain muda, regulasi mengenai aturan pemain senior juga turut memprihatinkan. Liga 1 memberikan batas dua orang pemain dengan usia maksimal 35 tahun untuk setiap klub. Sebuah regulasi yang menurut saya patut dipertanyakan, mengingat masih banyak pemain yang mampu bermain hingga usia tersebut.
Sebut saja Christian Gonzales (41 tahun), yang bahkan menjadi pencetak gol terbanyak dalam ajang Piala Presiden 2017 lalu dengan 11 gol. Masih ada pula Ismed Sofyan (36 tahun), Ponaryo Astaman (37 tahun), Alberto Goncalves (36 tahun) maupun M. Ridwan (36 tahun). Lihat bahwa nama-nama tersebut masih memiliki kualitas untuk menempati posisi inti di klub masing-masing.
Regulasi di Liga 2 lebih mengerikan lagi. Klub hanya boleh mengontrak lima pemain dengan usia di atas 25 tahun. Bayangkan berapa banyak pemain yang harus kehilangan karier mereka. Padahal usia tersebut adalah usia dimana seorang pesepakbola biasanya akan menyongsong puncak karier, pada usia 27-28 tahun, yang biasa disebut sebagai usia emas.
“Banyak pengangguran pemain ini nanti. Selain itu, banyak pencurian umur,” ucap Donny Siregar, gelandang PSMS Medan, dikutip dari Goal
Tentu saja, jika pemain berusia 35 tahun ke atas saja masih bisa bermain, apalagi mereka yang berusia di atas 25 tahun. Selain itu, keberadaan pemain ini juga mampu memberikan suasana dalam tim. Kehadiran pemain senior adalah salah satu kunci dalam pembentukan karakter pemain muda. Baik itu dari segi pengalaman maupun kepemimpinan. Bukankah salah satu permasalahan dalam tim nasional adalah kurangnya sosok pemimpin?
Selain itu saya juga tidak bisa membayangkan jika musim liga nanti selesai. Apa yang harus dilakukan oleh klub yang degradasi ke Liga 2? Memutus kontrak mayoritas pemainnya hingga hanya menyisakan lima orang pemain berusia 25 tahun ke atas? Atau jika klub promosi ke Liga 1? Tetap bermain dengan pemain muda atau mengontrak beberapa pemain senior asal tidak melebihi dua orang berusia maksimal 35 tahun? Apakah Anda bingung? Sama saya pun begitu.
Menciptakan regulasi usia sah-sah saja. Tetapi alangkah baiknya jika PSSI memikirkan nasib para pemain juga. Apalagi dengan regulasi yang berbeda untuk Liga 1 dan Liga 2, akan banyak sekali pemain yang harus berganti klub demi memenuhi regulasi. Klub juga tidak bisa berbuat banyak untuk para pemain karena lagi-lagi terbentur regulasi.
Jika tujuannya adalah memberi ruang untuk para pemain muda, solusi ini tentu kurang tepat. Secara jangka pendek, untuk turnamen misalnya, mungkin bisa. Tapi untuk sistem liga? Seperti yang saya utarakan di awal, akan berdampak buruk terhadap sisi psikologis pemain. Solusi terbaik tentu dengan pembentukan struktur kompetisi pemain muda dan pembinaan dari sisi akademi klub.
Itulah yang membuat saya mengernyitkan dahi ketika PSSI memutuskan untuk membatalkan Liga U-21 musim ini. Padahal kompetisi ini yang paling dekat dengan level senior dari segi usia. Kasarnya, pemain yang pernah mengecap kompetisi ini bisa langsung diterjunkan ke Liga 1 maupun Liga 2.
Sebaliknya PSSI meminta klub membentuk tim U-19. Lalu kenapa U-21 dihapus? Toh kesadaran PSSI untuk meminta pembentukan tim U-19 adalah salah satu langkah awal yang baik untuk menciptakan struktur kompetisi di usia muda. Bayangkan jika Liga Indonesia memiliki kompetisi di level senior, U-21 dan U-19? Tentu pelatih tim nasional tidak akan kesulitan mencari pemain berkualitas untuk timnas di kategori usia tertentu.
Semoga PSSI masih berpikir untuk mengubah regulasi usia ini, mengingat akan banyak sekali pemain yang harus kehilangan karier hanya karena terbentur regulasi. Semoga pula kompetisi U-21 dan U-19 sama-sama diadakan bersamaan dengan Liga 1 dan Liga 2 demi kepentingan tim nasional dan juga ajang beraksi para pemain muda. Dan tentunya semoga persepakbolaan Indonesia semakin maju. Ayo Indonesia!
Penulis adalah mahasiswa teknik mesin di perguruan tinggi di Solo. Sempat bercita-cita menjadi pemain sepakbola, dan bermimpi membela timnas. Dapat dipantau melalui akun @devin_satya
Tulisan ini merupakan kiriman pembaca lewat rubrik Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis
Komentar