Oleh: Anfa Safitri
Sepakbola sudah menjadi olahraga yang memasyarakat di negara kita. Hal itu terbukti dari adanya klub-klub sepakbola di setiap kota atau kabupaten di seluruh Indonesia. Dengan dalih itu timbul hipotesis bahwa sepakbola tidak hanya digandrungi di kota-kota besar saja. Sepakbola juga digandrungi oleh masyarakat daerah.
Memiliki klub kebanggaan di daerah sendiri menjadi suatu citra dan hal positif bagi sebagian orang urban untuk mengenalkan asal daerahnya. Sepakbola memiliki andil bagi setiap daerah untuk memperkenalkan daerahnya pada masyarakat umum. Jaminan itu berada pada prestasi klub sepakbola daerah tersebut.
Penulis saat ini tinggal di Bandung, sekaligus menetap untuk bekerja. Penulis berasal dari pesisir selatan Jawa Timur bernama Trenggalek. Ketika memperkenalkan diri kepada orang lain, sering timbul pertanyaan “Trenggalek itu di mana?” atau "Trenggalek memang ada di peta?". Hal itu dibuat kawan saya untuk candaan keakraban.
Terkadang kata “Trenggalek" dapat juga mengundang kelucuan bagi kawan-kawan saya sendiri yang memang baru mendengar kata tersebut, hingga ketika sulit mengucapkannya. Kata Trenggalek kadang malah tergelincir menjadi: Trenggiling, Trenggelek, tergolek, ha ha ha. Ada-ada saja.
Trenggalek merupakan sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur yang letaknya di pesisir pantai selatan Jawa dan mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kabupaten Ponorogo; sebelah timur dengan Kabupaten Tulungagung; sebelah selatan dengan Samudera Hindia; dan sebelah barat dengan Kabupaten Pacitan. Memang tidak terkenal, malah lebih terkenal ibu Arumi Bachsin, yang notabene suami dari Bupati Trenggalek, Emil Dardak, yang juga merupakan salah satu pemimpin daerah ter-muda di Indonesia.
Kemudian jika dikaitkan dengan sepakbola di provinsi Jawa Timur pasti identik dengan nama-nama seperti Persik Kediri, Arema Malang, dan Persebaya Surabaya. Yang jadi pertanyaan adalah apa nama klub sepakbola kebanggaan Trenggalek?
Ketika membahas sepakbola Trenggalek memang sulit mencari sumber atau literatur klub tersebut. Hal itu juga berhubungan dengan lamanya Persiga Trenggalek “diam” karena kekurangan dana dan sponsor, sehingga memengaruhi eksistensi Persiga Trenggalek di kancah sepakbola nasional.
Saat ini Persiga Trenggalek telah hidup kembali. Klub yang berdiri tahun 1982 tersebut meretas langkah di Liga 3 Indonesia. Dalam segi prestasi sepakbola, memang Trenggalek tertinggal dari kota tetangga seperti Perseta Tulungagung, klub yang melahirkan nama-nama seperti Yongki Aribowo (Barito Putera) dan Dede Hugo (Persepar). Perseta Tulungagung pernah bermain di Divisi Utama Liga Indonesia.
Ada juga Blitar dengan klubnya PSBK yang juga pernah juga menjadi kontestan Divisi Utama. Persiga Trenggalek pernah menjuarai Divisi III Liga Indonesia pada musim 2012 dan pada saat PSSI mengalami dualisme. Musim berikutnya Persiga menghilang di tengah krisis sepakbola Indonesia, tim mereka yang turun dalam ajang Piala Soeratin pun tidak bisa berbuat banyak.
Dimotori oleh Mohammad Noor Arifin sebagai manager tim sekaligus wakil bupati Trenggalek, Persiga mulai bercita-cita menjadi klub yang berprestasi dan mengubah pola pikir masyarakatnya. Seperti halnya yang beliau sampaikan pada saat launching tim.
"Sepakbola sudah menjadi olahraga favorit di seluruh masyarakat dunia, kami ingin orang Trenggalek memiliki kebanggaan pada daerahnya melalui sepakbola," ujar Noor Arifin.
Bentuk keseriusan dari manajemen ini terlihat dari direkrutnya mantan pemain Persebaya, Mursyid Effendi, sebagai pelatih. Bagi yang lupa Mursyid Effendi adalah pemain yang pernah mendapat larangan bermain sepakbola seumur hidup pada ajang internasional, terkait gol bunuh diri sengaja yang ia cetak dalam ajang Piala Tiger melawan Thailand.
Setelah mengalami pemutihan, Mursyid Effendi kembali melanjutkan kariernya di dunia sepakbola dengan melatih klub Mitra Surabaya pada musim lalu dan kemudian dikontrak dan menjadi pelatih Persiga Trenggalek pada musim ini.
Penanaman karakter menjadi fokus klub Persiga. Dengan dilatih oleh legenda hidup sepakbola, yang bukan hanya tahu tentang teori sepakbola melainkan pelaku sepakbola yang berstatus legenda. Tahun ini adalah momentum untuk mengangkat Persiga Trenggalek ke tempat yang lebih baik sekaligus mengenalkan Persiga ke publik.
Persiga Trenggalek memiliki stadion bernama Stadion Minak Sopal atau sering juga disebut Stadion Kelutan karena berada di desa Kelutan, berkapasitas sekitar 15.000 penonton. Saya sendiri belum pernah menonton pertandingan Persiga Trenggalek langsung ke stadion. Terakhir kali berkunjung ke Stadion Kelutan pada waktu waktu masih duduk dibangku SMA, pada saat ada turnamen antar SMA se-Trenggalek.
Bicara tentang klub sepakbola selalu berhubungan dengan suporter. Masyarakat Trenggalek yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian nelayan dan petani, menjadikan sepakbola menjadi hiburan tersendiri. Apalagi saat ini sepakbola menjadi kultur baru bagi masyarakat Trenggalek. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya orang berangkat ke stadion. Bagi klub sepakbola suporter merupakan nafas, karena suporter selalu menjadikan stadion hidup. Seperti halnya Persiga Trenggalek yang didukung suporter bernama Galak Mania.
Galak Mania, fans Persiga Trenggalek. Sumber: trnggalek.blogspot.co.id
Euforia Galak Mania untuk musim ini selaras dengan keseriusan manajemen Persiga Trenggalek. Hal itu dibuktikan pada saat pertandingan melawan Persebaya Legend pada tanggal 5 November 2016, Stadion Kelutan disesaki pendukung setia Persiga, bahkan dikabarkan tiket sold out semua tribun penuh dengan Galak Mania. Hal itu diamini oleh Gus Avin, manajer Persiga Trenggalek.
Memang dalam segi geliat pendukung, Laskar Minak Sopal (nama lain Galak Mania) tidak seheboh bobotoh yang ada di Bandung atau Aremania pada saat mendukung di Kanjuruhan. Namun Galak Mania punya caranya sendiri untuk mendukung dengan mengadakan sablon kaos bergambar logo gajah putih (lambang Galak Mania) secara cuma-cuma. Gerakan itu cukup unik selain sebagai sosialisasi tapi itu juga menjadi bukti eksistensi sebuah suporter.
Dengan salam yang khas “sadabeha” (salam damai berteman hati) suporter Persiga membawa pesan damai dari hati yang mendalam untuk mendukung klub kebanggaan supaya berprestasi. Hal ini pun akan membuat Trenggalek dikenal banyak orang, kemudian bagi masyarakat Trenggalek sendiri menjadi orang dengan pribadi yang khas dan berkarakter sehingga selalu percaya diri menyebut daerah asalnya di mana pun mereka berada.
Harapan di masa depan, apa yang dilakukan masyarakat Trenggalek (suporter Persiga) umumnya dan Galak Mania khususnya bisa diyakini akan bisa berdampak baik pada Persiga, salah satunya masyarakat Trenggalek. Bukan tidak mungkin juga Galak Mania dapat menarik investor atau sponsor untuk mendukung pendanaan Persiga.
Sepakbola adalah harapan besar warga masyarakat Trenggalek untuk setidaknya mengenalkan kabupaten Trenggalek, dan membuktikan bahwa Trenggalek ada di peta sepakbola nasional. Sukseskan langkah di Liga 3 Persiga Trenggalek, mari kita Galak-kan cah!
foto: bangsaonline.com
Penulis adalah orang yang percaya bahwa menulis adalah terapi yang baik untuk menghilangkan kegalauan. Bisa dihubungi lewat surel amfane0@gmail.com
Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.
Komentar