Oleh: Muhammad Permana Shiddiq
Tepat pada 19 April 2018, PSSI merayakan hari istimewa—hari jadi yang ke-88. Sebagai induk sepakbola nasional, PSSI mengemban salah satu tugas mulia, yaitu untuk membawa Timnas kebanggaan masyarakat Indonesia berprestasi setinggi mungkin. Itu, dan mandat dari Presiden Jokowi: percepatan pembangunan sepakbola Indonesia.
Dan untuk menanggapi Inpres (Instruksi Presiden) pada awal tahun 2017 silam tersebut, PSSI selaku pengelola Timnas telah membuat road map sepakbola Indonesia, salah satunya dalam hal prestasi Timnas.
Salah satu diantaranya, yang paling dekat, ialah membawa Timnas Indonesia menduduki peringkat 100 besar dunia pada 2021, prestasi yang sebenarnya pernah dicapai Timnas pada era kepemimpinan Azwar Anas pada medio 1991-1999, di mana pada waktu itu Indonesia mampu bercokol di peringkat 76 dunia, tepatnya tahun 1998. Saat itu Timnas dilatih oleh Rusdy Bahalwan.
Untuk mencapai target tersebut, setidaknya Timnas Indonesia di tahun 2020 harus sudah mempunyai skuat ideal, demi lancarnya pencapaian target di tahun berikutnya. Berbicara gambaran skuat Timnas di 2020, tentu saja Timnas U-23 saat ini bisa menjadi cerminannya. Dan jangan lupa, di tahun 2020 terdapat agenda penting, yakni Piala AFF 2020. Artinya, apabila Tim Garuda juara, mereka akan merasakan dampak yang lumayan signifikan di peringkat FIFA.
Rabu (18/4) lalu, Luis Milla resmi memanggil nama-nama pemain yang akan membela Timnas di ajang Anniversary Cup 2018. Pemain-pemain yang dipanggil merupakan para pemain lama Timnas U-23 plus tiga pemain senior: Andritany, Lerby Eliandry, dan Ilija Spasojevic.
Yang menarik adalah pilar lini belakang Timnas U-19, Firza Andika (PSMS Medan) menjadi muka baru selain tiga pemain senior tersebut. Selain itu, hanya ada nama Ilham Udin yang diplot sebagai striker murni—di mana Marinus Wanewar dan Ahmad Nur Hardiyanto? Kenapa pula tidak memanggil penyerang naturalisasi berusia muda, Ezra Walian?
Salah satu faktor yang membuat Milla enggan ambil risiko dengan memanggil penyerang muda (U-23) ke dalam skuatnya adalah minimnya jam main yang diberikan oleh pelatih kesebelasan kepada pemain-pemain tersebut. Para penyerang impor mendapat lebih banyak kesempatan ketimbang penyerang lokal.
Sampai pekan kelima Liga 1 2018, praktis hanya terdapat nama Lerby Eliandry (Borneo FC) dan Samsul Arif (Barito Putera) yang sering dipercaya masuk starting eleven kesebelasannya masing-masing. Keduanya sama-sama sudah berusia di atas 24 tahun.
Lerby, yang saat ini berusia 26 tahun, sejauh ini terbilang cukup sukses menjawab kepercayaan tersebut; ia sudah mencetak dua gol sejauh ini. Samsul, sementara itu, udah menginjak usia kepala tiga, yakni 33 tahun; ia masih belum bisa membuka keran golnya untuk musim ini.
Jika dibandingkan dengan posisi bek, jelas sangat timpang. Nama-nama seperti Putu Gede, Rezaldi Hehanusa, dan Hansamu Yama sudah konsisten masuk tim inti di kesebelasannya masing-masing. Tak lupa juga debutan di Timnas U-23 Firza Andika, yang mulai sering dipercaya Djadjang Nurdjaman dalam menggalang pertahanan PSMS Medan. Nama-nama penyerang lokal muda seakan-akan tenggelam oleh gelontoran gol-gol striker asing yang merajai daftar pencetak gol terbanyak Liga 1 2018.
Tak hanya di kesebelasan, produktivitas para penyerang muda di Timnas U-23 era Milla pun kalah dari produktivitas gol lini kedua, di mana terdapat nama Septian David Maulana yang kini menjadi pemain tersubur dengan 8 gol sejauh ini. Bahkan saking minimnya produktivitas striker muda, Ilham Udin pun yang berposisi alami penyerang sayap, sering dipercaya menjadi penyerang dalam beberapa kesempatan oleh Milla.
Bila masalah ini tetap dibiarkan bahkan hingga tahun 2020 kelak, tentu saja ketimpangan kualitas antara bek dan penyerang lokal akan jelas terlihat. Dan bila ini terjadi, naturalisasi penyerang pasti akan menjadi solusi instan seperti tahun-tahun sebelumnya. Lerby yang sekarang berusia 26 tahun mungkin masih bisa masuk skuat Timnas pada 2020. Tapi, apakah bijak hanya mengandalkan Lerby seorang sebagai juru gedor Timnas? Tentu tidak. Idealnya, dalam skuat Timnas terdapat tiga hingga empat nama penyerang murni yang mampu menjamin terciptanya gol.
Jangan salahkan penyerang muda kita yang sebenarnya memiliki potensi besar. Jangan salahkan pula para striker asing yang mencoba mengadu nasib di liga kita.
Jangan salahkan PSSI dan PT LIB selaku operator liga karena mereka sudah membuat regulasi pemain impor dan pemain U-23. Jangan salahkan para pelatih kesebelasan yang dibebani target berprestasi. Dan jangan pula salahkan kesebelasan yang ingin memberi kado istimewa berupa prestasi kepada suporter mereka.
Ini menjadi tanggung jawab bersama bagi seluruh stakeholder sepakbola Indonesia, demi kelancaran dalam meraih target yang sudah dicanangkan jauh-jauh hari.
Penulis adalah seorang mahasiswa jurusan desain komunikasi visual. Berkicau lewat akun Twitter https://twitter.com/Manapermana20">@Manapermana20.
Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.
Komentar