Oleh: Fathru Qalbie Septizar Akbar*
Sepakbola adalah olahraga nomor satu yang paling banyak dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Hampir setengah populasi dari bangsa ini memiliki minat dengan olahraga ini. Dengan jumlah yang masif tersebut tentunya banyak masyarakat rela untuk mendukung tim nasional kebanggaannya dengan meluangkan waktu mereka. Selain mendukung Tim Garuda beraksi, ternyata para penggemar sepakbola nasional juga aktif mengkritisi atau mengurusi secara detil apa yang dikerjakan oleh federasi yang menaungi olahraga ini, PSSI. Suporter dari berbagai kalangan saat ini seringkali menyampaikan kekecewaannya dengan berbagai keputusan federasi dalam mengatur liga maupun tim nasional.
Sebagai pencinta sepakbola nasional, pastinya setiap masyarakat punya cita-cita dan harapan besar agar sepakbola Indonesia bisa berprestasi lebih. Saat ini, banyak sekali kritikan menumpuk yang dilayangkan kepada PSSI mengenai berbagai problematika sepakbola Indonesia. Mungkin, masyarakat sudah lelah dengan federasi yang seakan tutup mata dan telinga dengan tidak menghiraukan ‘hujatan’ warganet di media sosial. Mayoritas komentar di setiap post dari akun PSSI di media sosial selalu bernada negatif selama beberapa bulan ini.
“Dosa” yang dibuat PSSI memang sudah begitu banyak sehingga penggemar sepakbola Indonesia kian terbawa emosi. Jika dikuliti dari permasalahan penyelenggaraan Liga Indonesia beserta kebijakan PSSI terhadap setiap tim dan suporternya, mungkin sudah terlalu overload untuk dibicarakan. Kasus besar yang dihadapi liga, mulai dari jadwal pertandingan yang mudah berganti dan bentrok dengan timnas, hingga penyelesaian berbagai suporter yang tewas, tidak jelas kelanjutannya.
Sang pimpinan federasi, Edy Rahmayadi, kini sedang memegang jabatan Gubernur Sumatera Utara yang mungkin dianggapnya sebagai jabatan ‘sampingan’ sehingga dengan mudah diambil tanpa meninggalkan jabatan lamanya. Tidak sampai di situ, Edy kerap memutar-mutar fakta dan seakan antikritik dengan mengelak setiap pertanyaan yang ditujukannya di berbagai media. Hal ini semakin membuat masyarakat tidak lagi habis pikir dengan semua tanggapan sang “ayah”.
Problematika lain yang sangat disesali dari kebijakan PSSI adalah pemecatan pelatih kepala timnas Indonesia, Luis Milla. Pria asal Spanyol tersebut sudah terlanjur dicintai oleh suporter Indonesia karena dengan sepenuh hati membangun fondasi sepakbola Indonesia dengan filosofinya. Walaupun belum mendapat gelar bersama Indonesia, Luis Milla begitu diharapkan oleh publik karena membawa aroma baru dalam permainan timnas Indonesia yang berangsur membaik. Milla beserta tim kepelatihannya tidak diperpanjang kontrak oleh Komite Eksekutif (Exco) PSSI dengan alasan sang pelatih tidak memiliki prestasi yang diharapkan dan langsung menunjuk Bima Sakti sebagai penggantinya. Keputusan ini dilakukan setelah berbagai janji ‘manis’ disampaikan oleh PSSI mulai dari setelah Asian Games hingga hanya tinggal dibelikan tiket pesawat menuju Indonesia.
Berbagai masalah yang dibuat PSSI di atas merupakan sebagian yang menimbulkan kekecewaan di kalangan suporter sepakbola bangsa ini. Dilema hadir di benak masing-masing suporter Indonesia. Di satu sisi ingin mendukung timnasnya berlaga, tapi di sisi lain sudah muak dengan federasi sepakbola negeri ini. Namun, hingga kompetisi AFC U-19 beberapa bulan lalu suporter Indonesia masih mengesampingkan kekecewaannya terhadap federasi dengan terus mendukung terus jagoannya beraksi.
Walaupun beberapa kali dikecewakan dengan sistem penjualan tiket untuk menonton timnas, tapi kecintaan masyarakat sepakbola kepada timnas sudah begitu besar. Pertandingan “sekelas” U-19 dengan rela dan bangga disaksikan puluhan ribu pasang mata dengan selalu penuhnya kapasitas dari Stadion Utama Gelora Bung Karno tiap timnas U-19 berlaga. Hal ini menandakan masyarakat Indonesia tidak hanya memiliki minat pada sepakbola, namun memiliki kecintaan luar biasa di benaknya. Sembari tetap mendukung tim kebanggaannya bermain, seruan “Edy Out” bergema dengan gemuruh di pertandingan terakhir timnas U-19 di GBK setelah kalah dari Jepang. Hal ini juga sudah menjadi trending dengan beredarnya berbagai tagar #EdyOut di berbagai media sosial sebagai ungkapan kekecewaan terhadap PSSI.
Dilema suporter Indonesia berlanjut di ajang AFF Suzuki Cup 2018 yang sedang berjalan. Terasa iri memang para penikmat sepakbola nasional dengan negara tetangga yang begitu siap menghadapi kompetisi ini. Mulai dari Filipina yang menunjuk pelatih kelas Piala Dunia, Sven-Göran Eriksson hingga persiapan luar biasa Thailand yang prestasi sepakbolanya jauh di atas Indonesia. Kekesalan suporter Indonesia memuncak ketika melihat permainan timnas Indonesia yang turun drastis saat menyerah 0-1 oleh Singapura di Stadion Nasional. Lagi-lagi kritik pedas dilontarkan kepada PSSI dan juga sang arsitek Bima Sakti yang hanya diberi waktu beberapa bulan untuk membangun skuat.
Buntut dari kekecewaan tersebut akhirnya membuat dilema suporter timnas untuk lebih memilih “meninggalkan” timnas Indonesia kali ini. Beredar tagar #KosongkanGBK di media sosial sebagai bentuk kekecewaan terhadap kepengurusan PSSI dengan tidak datang ke stadion untuk menonton timnas melawan Timor Leste. Alhasil, pada hari pertandingan memang animo suporter untuk datang ke stadion anjlok dibandingkan laga terakhir timnas U-19. Dari sekitar 60.000 tiket yang disediakan oleh penyelenggara, hanya 15 ribu yang yang terjual. Hal ini menandakan bahwa kekecewaan suporter sudah pada puncaknya. Dari dilema yang dirasakan berbulan-bulan akhirnya suporter harus membuat keputusan berat dengan tidak hadir di stadion untuk mendukung timnasnya.
Dilema tersebut tidak berhenti sampai di situ, walaupun mampu memenangkan laga melawan Timor Leste 3-1, permainan Timnas Indonesia masih sangat mengecewakan dan jauh dari harapan. Puncaknya kegagalan Indonesia melangkah ke semifinal karena Filipina mampu menahan imbang Thailand sehingga Indonesia terpaut empat poin di satu laga terakhir. Hingga detik ini dan ke depannya, akan selalu ada kritik pedas terhadap PSSI di setiap media sosial. Selagi PSSI tidak berbenah, dilema akan selalu hadir di benak setiap pencinta sepakbola negeri ini.
*Penulis merupakan mahasiswa Fikom Univ. Pancasila. Bisa dihubungi di akun Twitter @Fathruqsa
**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.
Komentar