Oleh: Raden Muhammad Wisnu Permana*
Liga Primer Inggris memperlihatkan dukungannya kepada kesetaraan hak kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Salah satunya adalah mengampanyekan dukungan mereka lewat media sosial. Foto profil akun media sosial kesebelasan seperti Manchester City, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool, mengubahnya menjadi bernuansa “pelangi”.
Mereka Mendukung Kesetaraan Kaum LGBT? Mengapa?
Mengapa kesebelasan-kesebelasan Liga Primer Inggris mengkampanyekan persamaan hak LGBT? Seperti dilansir The Sun, masih banyak pendukung kesebelasan yang enggan bersikap terbuka pada sesama.
Sebanyak 72% suporter sepakbola, seperti ditulis The Sun, rupanya masih sering mendengar ujaran kebencian pada kaum LGBT saat menyaksikan pertandingan. Lalu satu dari setiap lima orang penggemar berusia 18 hingga 24 tahun mengaku akan malu jika pemain favorit mereka memilih orientasi seks yang berbeda. Hal itu yang mereka (kesebelasan-kesebelasan Liga Primer Inggris) coba berantas.
Mantan pemain Chelsea, Graeme Le Saux, yang sempat merasakan hinaan suporter karena dituding gay, mengerti betapa tidak enaknya mendapat diskriminasi tersebut. Ia menilai sikap kesebelasan-kesebelasan tersebut sudah benar dengan mengkampanyekan persamaan hak asasi manusia, termasuk untuk para kaum LGBT.
Bagaimana Kita Harus Bersikap?
Dengan pesatnya perkembangan teknologi, saat ini banyak forum online dan akun-akun sosial media yang membahas mengapa kesebelasan kesayangannya kalah, apa yang harus ditambahkan dan dilakukan oleh mereka agar dapat meraih juara kembali. Apa yang harus dilakukan oleh manajer, tim pelatih, dan para pemain agar dapat menang pada pertandingan yang akan datang, maupun kritikan dan evaluasi atas buruknya permainan kesebelasan kesayangannya pada pertandingan sebelumnya.
Debat kusir antarpenggemar pun kerap terjadi karena perbedaan pendapat pada aspek-aspek sepakbola yang mereka bahas tersebut. Apalagi dengan fenomena kesebelasan-kesebelasan Liga Primer Inggris yang mendukung LGBT seperti ini. Tiba-tiba akun-akun fanbase sepakbola kemudian dipenuhi oleh orang-orang yang berkhotbah soal azab dan dosa karena telah mendukung LGBT.
Mantan pemain sepakbola profesional bukan, pelatih berlisensi sepakbola bukan, wasit berlisensi FIFA bukan, pengurus kesebelasan sepakbola juga bukan, apalagi pengurus federasi sepakbola juga bukan. Lalu mengapa kita begitu ngotot untuk mengkritik segala aspek persepakbolaan yang ada pada kesebelasan yang kita dukung?
Baca juga: Kampanye Rainbow Laces dan Isu Homofobia Sepakbola Inggris
Kembali lagi ke topik utama. Apa yang kita nikmati dari sepakbola? Memangnya kenapa kalau kesebelasan kesayangan kita mengampanyekan hal tersebut?
Mendukung LGBT atau tidak, saya pikir, hal tersebut tidaklah penting. Rasanya terlalu jauh apabila kita berhenti mendukung kesebelasan yang kita dukung sejak lama karena mereka mengkampanyekan LGBT. Lagipula yang perlu digarisbawahi adalah, mereka (kesebelasan-kesebelasan Liga Primer Inggris) bukan mendukung perbuatan menyimpang tersebut. Namun mereka hanya menginginkan agar kita, para fans sepakbola untuk menghentikan sikap diskriminatif kita baik verbal maupun non verbal pada para pemain yang merupakan kaum LGBT.
Sebagai pendukung Setan Merah sejak lama, saya tahu bahwa Ryan Giggs ternyata tak hanya terkenal sebagai legenda Manchester United. Giggs ternyata seorang laki-laki hidung belang yang kerap kedapatan berselingkuh. Tidak lupa, legenda Manchester United lainya, Eric Cantona juga pernah melakukan kontroversi, yakni tendangan kungfu kepada salah satu penonton di stadion yang masih melekat di ingatan kita hingga saat ini. Belum lagi, skandal kapten tim nasional Inggris, John Terry, yang menjadi perbincangan hangat saat kejadian tersebut terjadi.
Mereka telah melakukan “dosa-dosa” yang menimbulkan kontroversi, bukan? Tapi kita masih tetap mendukung mereka sebagai pemain sepakbola kan terlepas apa yang sudah terjadi? Yang kita lihat kan bukan drama dan kontroversi yang mereka lakukan, tapi kinerja mereka di lapangan hijau sebagai seorang pemain sepakbola.
Saya pikir, sebagai fans sepakbola yang penting penting adalah tidak melakukan tindak kekerasan dan rasisme, serta menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas. Menjadi fans yang baik dan bersahaja, menghormati kawan dan lawan. Cukuplah dengan menonton pertandingan sepakbola yang berkualitas dengan duduk manis di depan layar kaca setiap akhir pekan saja repot sekali.
Beda dengan warga Kota Manchester, yang mendukung Manchester United karena faktor geografis atau demografinya sehingga pantas untuk melakukan protes pada kesebelasannya. Sama seperti warga Bandung yang mendukung Persib Bandung, atau warga Jakarta yang mendukung Persija Jakarta yang lebih pantas untuk mengkritik kesebelasan kesayangannya tersebut. Lagipula, kita semua sebagai fans layar kaca, bisa apa?
Sebagai pendukung Manchester United, saya tidak ambil pusing karena mereka mendukung LGBT. Sekalipun seluruh pemainnya adalah gay, yang saya lihat adalah permainan indah mereka di lapangan, bukanlah bagaimana orientasi seksual mereka. Orientasi seksual mereka adalah urusan mereka masing-masing dengan Yang Maha Kuasa. Tidak kurang, dan tidak lebih.
*Penulis merupakan konsultan lingkungan hidup bisa dihubungi lewat akun Twitter @wisnu93
Komentar