Oleh: Indra Sinaga
Liverpool telah mengumumkan kerja sama apparel dengan Nike sekaligus mengakhiri perjalanan mereka bersama New Balance. Apparel asal Amerika ini menandatangani kerja sama dengan Liverpool dengan besaran kontrak mencapai 80 juta paun per tahunnya. Angka ini membuat Liverpool menjadi klub dengan kontrak jersey tersebesar ketiga setelah Real Madrid dan Barcelona.
Prestasi Liverpool dalam beberapa musim terakhir ini memang meningkat pesat. Setelah sempat terpuruk pada awal dekade 2010, Liverpool kembali bangkit di musim 2017/2018 dan 2018/2019. Klub asal Merseyside ini berhasil lolos ke babak final Liga Champions 2 musim berturut-turut dan menjadi juara di musim 2018/2019. Musim ini prestasi mereka pun masih menjanjikan dengan memimpin klasemen sementara Liga Primer Inggris hingga pecan ke-21.
Jurgen Klopp selaku manajer mungkin menjadi aktor utama dari kebangkitan Liverpool. Ia berhasil membangun skuat Liverpool yang sempat terlempar dari papan atas Liga Primer Inggris untuk kembali sebagai calon kuat juara Liga Primer Inggris. Namun dibalik itu semua, kesuksesan Liverpool bangkit kembali menjadi klub yang disegani di Inggris bahkan dunia, tidak hanya membawa nama Liverpool FC, namun juga apparel yang telah mensponsori mereka sejak tahun 2015, New Balance.
VIDEO: Trent Alexander-Arnold yang bersinar bersama Liverpool
Warrior Sports, Cikal Bakal New Balance Football
Dalam urusan apparel sepakbola, Adidas dan Nike masih menjadi tombak terdepan. Tidak perlu terlalu detail melihat, cukup sekilas saja menyaksikan sebuah pertandingan skala Eropa dan lihat sepatu yang dipakai pemain. Paling sedikit setengah dari mereka memakai salah satu dari keduanya. Kualitas dan pengalaman adalah jawaban mengapa kedua merek tersebut tetap menjadi yang terdepan.
Beberapa apparel memang mengintip di belakang. Sebut saja Puma, Umbro dan Under Armour, yang menemani dominasi Adidas dan Nike tampil di liga-liga top Eropa. Brand-brand tersebut secara umum mendominasi di liga-liga Eropa terlepas dari beberapa merek lokal yang dipakai klub-klub di Italia, Spanyol dan Jerman. Sekitar lima tahun yang lalu, nama baru muncul ke ranah apparel sepak bola dan sampai sekarang cukup berhasil untuk mencuri perhatian. Apparel tersebut adalah New Balance Football.
New Balance awalnya memang tidak terkenal dengan produk lintas cabang olahraga. Merek asal Boston, Amerika Serikat ini hanya tenar di ranah lintasan lari dan gelanggang atletik. Sebelum muncul dengan nama New Balance Football, mereka melakukan ekspansi ke dunia sepak bola lewat anak perusahaan bernama Warrior Sports.
Warrior Sports adalah produsen peralatan lacrosse dan hoki es yang berbasis di Michigan, Amerika Serikat. Warrior Sports didirikan pada tahun 1992 oleh David Morrow, mantan pemain lacrosse. Nama perusahaan ini berasal dari Morrow sebagai anggota tim Brother Rice Lacrosse yang bernama Warriors, di Birmingham, Michigan. Pada tahun 2004 New Balance memperoleh kendali atas Warrior. Sejak saat itulah, Warrior menjadi anak perusahaan New Balance yang berfokus pada lacrosse dan hoki es.
New Balance memiliki rencana untuk memulai perjalanannya di dunia sepakbola. “Jika kamu ingin menjadi salah satu top brand olahraga, maka sepakbola adalah olahraga yang harus kamu jajaki tanpa keraguan,” kata Richard Wright, General Manager New Balance Football dalam situs Eight by Eight.
Namun mereka tidak masuk secara langsung ke pasar sepakbola. Mereka sadar, sebagai olahraga paling populer di dunia, pasar sepakbola tidak mudah untuk ditaklukan. Apalagi sudah ada dua brand besar yang sangat mendominasi pasar. Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit jika mereka mau langsung bersaing di sepakbola, dan hal ini sangat berisiko besar.
Akhirnya, di tahun 2010, New Balance mendorong anak perusahaannya terlebih dahulu, Warrior untuk masuk ke pasar sepakbola. Richard Wright yang telah lama berkecimpung di dunia peralatan olahraga dengan bekerja di Adidas, Nike, Reebok, dan Umbro, ditunjuk sebagai pemimpin proyek ini.
Warrior Sports memulai perjalanannya di sepakbola dengan menjalin kerja sama dengan Liverpool FC. Kontrak bernilai 25 juta Poundsterling mengalahkan Adidas selaku apparel musim sebelumnya, sekaligus menjadi nilai kontrak apparel terbesar sepanjang sejarah Liverpool saat itu. Liverpool sendiri memang memiliki hubungan dekat dengan New Balance. Pemilik Liverpool, John W. Henry, yang juga merupakan pemilik klub Baseball Boston Red Sox, telah bekerja sama dengan New Balance terebih dahulu.
Setelah Liverpool, Warrior menjalin kerja sama dengan klub-klub lain seperti Stoke City, FC Porto dan Sevilla. Sayangnya kedatangan mereka ke dunia sepak bola tidak terlalu disambut dengan meriah. Desain jersey menjadi alasan mengapa Warrior Sports mendapat respon yang kurang positif. Beberapa jurnalis dan media sepak bola bahkan menyertakan beberapa jersey produksi mereka dalam daftar jersey sepak bola terburuk sepanjang masa.
Terkhusus untuk Liverpool, walau pihak Warrior Sports sudah berusaha menghadirkan elemen nostalgia pada penggunaan simbol klub era kejayaan Bill Shankly, ternyata tidak berhasil mengambil hati para suporter karena desain jersey tadi. Rasa tidak suka itu bertambah dengan betapa buruknya jersey away dan third sekaligus pemindahan simbol Tragedi Hillsborough ke belakang jersey, tepatnya di bagian leher.
Kritik pun mulai berdatangan atas keputusan New Balance menunjuk Warrior sebagai perwakilan mereka masuk ke pasar sepakbola. Keputusan ini dianggap tidak bijak mengingat mereka menunjuk anak perusahaan yang belum cukup stabil untuk masuk ke pasar yang besar dengan modal yang sangat besar.
Di tengah banyaknya kritikan, Wright dan jajarannya justru menganggap perjalanan Warrior di dunia sepakbola saat itu terbilang berhasil. Tentu saja Wright tidak sekedar mengatakan ini tanpa data. Dia menunjukan angka penjualan jersey Liverpool dan Porto yang mencatatkan rekor penjualan masing-masing klub saat itu. Hal ini merupakan tanda bahwa Warrior sudah masuk ke dalam pikiran fans sepakbola dunia dan mereka sudah berada dalam satu kolam bersama Adidas, Nike, Puma, dan Umbro.
Kerja sama Warrior dengan Liverpool terus berlanjut. Hingga pada tahun 2015, manajemen New Balance memiliki kebijakan baru. Mereka tidak lagi menggunakan nama Warrior untuk bersaing di pasar sepakbola melainkan dengan nama mereka sendiri, New Balance. Wright mengatakan bahwa keputusan ini bukan karena performa Warrior dianggap kurang baik, melainkan New Balance merasa sudah saatnya mereka melaju lebih kencang. “Sama sekali tidak ada yang salah dengan Warrior, hanya saja kecepatan kami untuk berkembang akan lebih cepat dengan New Balance ketimbang Warrior,” kata Wright.
Satu Nafas Dengan Liverpool
Pada Februari 2015, New Balance akan melebarkan sayapnya ke sepak bola. Semua klub sepakbola yang disponsori oleh Warrior Sports diambil ahli oleh New Balance dan Warrior Sports kembali fokus ke olahraga lacrosse dan hoki es. New Balance Football mulai menancapkan kukunya di kancah sepakbola dunia.
Prestasi langsung hadir dengan all New Balance Final di Liga Eropa musim 2015/2016. Liverpool berhadapan dengan Sevilla yang berakhir dengan kemenangan Sevilla 3-1. Hal ini menjadi awal yang bagus bagi New Balance untuk memperkenalkan namanya di dunia sepakbola.
Meski begitu, New Balance tetap sadar bahwa pasar sepakbola masih dikuasai oleh dua pemain besar, Nike dan Adidas. Bersaing secara langsung dengan mereka hanya akan membuat New Balance mati secara perlahan. Total Pemasukan New Balance di tahun 2014 tercatat mencapai $3,3 milyar. Dari jumlah itu hanya sedikit yang berasal dari sepakbola. Sementara Nike berhasil meraih $2,3 milyar dan Adidas meraih $2,7 miliar hanya dari sektor sepakbola saja.
Karena itu, target jangka pendek New Balance bukanlah untuk mengalahkan dominasi Adidas dan Nike, melainkan menjadi nomor tiga di bawah Nike dan Adidas. Mereka harus mengalahkan nama-nama lain yang selama ini telah ada di sepakbola seperti Puma, Umbro, Under Armour, Reebok, dan yang lainnya.
Entah disengaja atau tidak, apa yang sedang dituju New Balance sejalan dengan Liverpool ketika itu, menjadi nomor 3. Liverpool pada saat itu tengah berusaha kembali ke jajaran klub yang lolos ke Liga Champions Eropa. Liverpool terlempar ke peringkat delapan pada musim 2015/2016 yang membuat mereka gagal meraih tiket Eropa. Mereka juga sadar masih sulit bersaing untuk gelar juara Liga Inggris, maka mencapai Liga Champions melalui posisi 3 atau 4 klasemen akhir musim adalah target yang lebih realistis bagi Liverpool saat itu.
New Balance dan Liverpool kemudian terus mengembangkan diri dan bertarung pada areanya masing-masing. New Balance menaikan nilai kontrak dengan Liverpool menjadi 45 juta paun per musim. Liverpool menjawab dengan prestasi luar biasa yang mereka raih sejak musim 2017/2018. Mereka kembali masuk ke jajaran 4 besar Liga Primer Inggris dan melaju hingga partai final Liga Champions Eropa hingga meraih gelar juara. Penjualan jersey klub di musim 2018/2019 kembali mencatatkan rekor terbanyak sepanjang sejarah. New Balance bahkan harus melakukan proses produksi ulang di awal tahun 2019 karena mereka kehabisan stok jersey Liverpool sementara permintaan pasar masih sangat tinggi.
New Balance patut bersyukur sudah ‘berlari’ bersama Liverpool. Meski mulai tahun depan, kontrak mereka bersama Liverpool sudah berakhir, New Balance adalah bagian dari perjuangan masa-masa sulit Liverpool untuk kembali ke posisi puncak.
Liverpool saat ini sudah tidak lagi mengincar peringkat ketiga. Tujuan mereka adalah menjadi juara. Sementara itu New Balance masih belum berada dalam posisi untuk bisa bersaing dengan Adidas dan Nike di puncak. Mereka tetap dalam posisi bersaing di peringkat ketiga bersama Puma,Under Armour, dan Umbro. Namun 5 tahun bersama Liverpool, bisa menjadi fondasi awal yang baik bagi New Balance untuk mengarungi pasar Sepakbola ke depannya.
*Penulis adalah seorang karyawan swasta asal Tangerang Selatan yang aktif di sosial media twitter melalui akun @ihytkn16
Komentar