Oleh: Faris Adityo (@chappeltownrag)
Sepakbola adalah olahraga yang dimainkan oleh 11 orang dengan mempertemukan 11 orang lainnya untuk bertanding. Dengan jumlah pemain tersebut, setiap orang dalam satu tim menempati posisinya masing-masing. Ada kiper untuk menjaga gawang, pemain bertahan dan pemain menyerang.
Dalam sepakbola modern, kita tentu tahu beberapa nama pemain sepakbola dari posisi yang menyerang. Ada Kylian Mbappe yang terbukti gacor bersama Paris Saint-Germain, Karim Benzema sebagai ujung tombak Real Madrid, dan Erling Haaland penyerang baru Manchester City yang digadang-gadang jadi penyerang terbaik beberapa tahun ke depan.
Tapi jarang sekali kita mendengar sorotan yang sedemikian besarnya kepada satu posisi yang sejatinya cukup vital untuk tim sepakbola. Posisi itu adalah sosok pemain bertahan, yang kerap “dipinggirkan” dalam jagad pemberitaan media sepakbola.
Kenapa sorotan berita selalu mengarah ke penyerang yang mencetak banyak gol, atau gelandang serang kreatif yang menampilkan permainan atraktif? Lantas mengapa sorotan media juga tidak sama besarnya dengan pemain bertahan yang mati-matian menjaga pertahanan dari serangan lawan atau membangun pola permainan dari belakang?
Term kata “mati-matian” itu bahkan dijalankan dengan sempurna oleh mendiang bek tengah Tim Nasional Kolombia, Andres Escobar. Bagaimana upayanya dalam menjaga pertahanan Los Cafeteros ketika di ajang Piala Dunia berduel dengan tuan rumah Amerika Serikat tahun 1994?
Escobar meregang nyawa akibat tembakan dari seorang penjudi yang kesal akibat gol bunuh dirinya membuat Kolombia kalah tipis dengan skor 2-1 dari Amerika Serikat. Dalam alam pikiran penulis, mengapa sang eksekutor tidak menembak habis barisan penyerang Kolombia yang gagal mencetak gol penyama kedudukan dibanding harus mencabut nyawa Escobar?
Sulitnya menjalani peran pemain bertahan tidak dibarengi dengan dukungan dan permakluman dari para penggemar. Lihat bagaimana Harry Maguire di musim lalu begitu habis dihujat dan dicerca tentang permainannya yang dibilang sangat buruk untuk seorang pemain bertahan.
Walaupun memang dalam beberapa pertandingan kerap kali Maguire sering berlaku blunder dalam menjaga pertahanan, namun sejumlah golnya maupun keberhasilannya mencegah serangan lawan tertutup total dengan kesalahan-kesalahannya.
Penulis bisa membayangkan bagaimana perasaan kecewa dan sedih Virgil Van Dijk ketika harus puas melihat Lionel Messi mengangkat penghargaan Ballon D’Or tahun 2019. Mirisnya, Van Dijk pula yang menyingkirkan Lionel Messi di ajang Liga Champions di tahun yang sama.
Saat itu, ada tiga nama nominator peraih Ballon D’Or selain nama yang biasa kita temui seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, ada satu nama baru yang berasal dari posisi yang berbeda dari dua nama sebelumnya.
Kehadiran Virgil Van Dijk tentu dilatarbelakangi dalam keberhasilannya mengantarkan banyak kesuksesan untuk Liverpool. Tahun itu, Liverpool berhasil memutus “puasa” gelar Premier League selama hamper 18 tahun.
Sosoknya yang tinggi besar di lini belakang juga dibarengi dengan kapabilitasnya dalam menjaga kesolidan lini pertahanan The Reds. Bahkan sampai saat ini, Van Dijk nyaris belum pernah merasakan kekalahan di Anfield ketika dirinya turun sebagai bek tengah dalam 11 pertama.
Sepakbola sejatinya tidak selalu tentang bagaimana cara kita untuk bisa memenangkan pertandingan. Bila tujuan ingin menang berhasil tercapai, apakah lalu kita lantas menyoroti kinerja penyerang-penyerang kita? Bagaimana bila hasil sebaliknya yang terjadi?
Dalam sebuah tayangan di kanal YouTube Najwa Shihab, tentu kita menyaksikan bagaimana kesaksian getir nan menyayat hati dari seorang Maman Abdurahman dan Hamka Hamzah ketika mendapat label sebagai “pengkhianat bangsa”?
Cerita bermula ketika ada dugaan final Piala AFF 2010 penuh dengan unsur kecurangan dan suap. Sialnya, kekalahan atas Malaysia di leg pertama yang berlangsung di Bukit Jalil itu jadi tuduhan tanpa bukti kepada barisan pemain belakang timnas Indonesia.
Hujatan dan cacian ditujukan kepada dua palang pintu pertahanan Garuda. Bahkan, cacian dan makian bernada kasar juga ditujukan kepada orang-orang di sekitar Maman yang bahkan tidak ikut bermain di pertandingan tersebut.
Terlepas dari klarifikasi kedua pemain tersebut, mengapa kita tidak turut menyalahkan barisan penyerang Indonesia ketika begitu sangat gagah perkasa menghantam Harimau Malaya di babak grup namun seperti mati kutu ketika bertemu kembali di final.
Dalam budaya kompetisi sepakbola kita juga mafhum mendengar predikat penghargaan top skor ketimbang penghargaan top tackle atau top intercept. Sorotan yang sedemikian besarnya turut mengakar dalam budaya sepakbola modern saat ini.
Sepakbola adalah olahraga universal. Artinya, sepakbola sejatinya tidak lagi harus memandang besarnya peran seorang pesepakbola dalam urusan mencetak gol paling banyak. Tetapi juga memandang secara rata kepada seluruh posisi yang ada di sepakbola sebagai bagian yang sama besarnya dalam mencapai target kemenangan dalam sebuah tim.
Satu ungkapan yang menarik datang dari pelatih legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson. “Attack wins you games, but defense wins you titles.” Ungkapan ini bermakna bahwa lini bertahan juga sama pentingnya dengan lini penyerangan.
Seberapa banyak pun gol yang berhasil dicetak oleh penyerang, tetap tak akan berguna bila pemain bertahan gagal menjaga pertahanannya. empat gol yang disarangkan tak akan berarti bila tim sendiri kebobolan sebanyak lima gol.
Stereotipe yang paling umum bagi pemain bertahan adalah permainan yang kasar dan cenderung membahayakan pemain lawan. Namun, bukankah itu usaha yang sejati dalam mempertahankan tim dari serangan lawan.
Pada akhirnya, sepakbola memang indah jika dimainkan dengan permainan yang cantik dan pertunjukan seni mencetak gol yang datang dari berbagai arah. Tetapi juga jangan lupakan bagaimana usaha keras pemain bertahan dalam melindungi jantung pertahanan timnya sendiri dari serangan lawan.
Akan lebih menyenangkan bila di suatu masa yang akan datang, ada sosok pemain bertahan yang mendapat sorotan media sama besarnya dengan pemain menyerang. Sorotan ini dalam bentuk pujian berupa kepiawaiannya dan solid dalam menggalang pertahanan.
Atau bagaimana sepakbola yang indah tidak hanya dari permainan cantik tetapi juga bagaimana sebuah tim bisa menjaga pertahanannya agar tidak kebobolan. Walaupun sebagian besar penggemar sepakbola berasaskan pada keindahan pertandingan sepakbola adalah dari seberapa banyaknya gol yang berhasil dicetak ketimbang aksi gagah nan heroik pemain bertahan dalam menjaga pertahanannya.
Komentar