Berkat kedermawanan Sheikh Mansour, Manchester City berubah menjadi klub papan atas Liga Inggris yang kaya raya. Konglomerat asal Uni Emirat Arab ini memang tak sungkan menggelontorkan ratusan juta poundsterling demi membeli sejumlah pemain bintang atas nama prestasi klub. Tak heran, skuat City saat ini menjadi salah satu skuat terbaik yang ada di Liga Inggris.
Pembelian pemain bintang yang seolah tak ada putusnya ini di satu sisi memang berhasil mendatangkan prestasi dan mengangkat pamor klub. Namun di sisi lain, hal ini juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan. Banyaknya pemain bintang yang datang, Etihad Stadium justru menjadi tempat yang tidak baik bagi para pemain muda, terutama yang berasal dari Inggris.
Dalam 7 tahun kepemilikan Sheikh Mansour, ada beberapa nama pemain muda Inggris yang gagal berkembang bersama Manchester City. Kebanyakan dari mereka layu sebelum berkembang di Etihad karena tidak mendapat kesempatan bermain yang banyak. Sebagian besar pada akhirnya berlabuh ke klub-klub yang secara kapasitas berada di bawah City, bahkan ada pula yang merelakan karir sepakbolanya.
Yang pertama adalah Nedum Onuoha. Ironisnya, pemain bertahan ini merupakan jebolan dari akademi City sendiri. Ia masuk ke tim utama pada tahun 2004 di usia yang sangat muda, 17 tahun. Hingga usia 21 tahun, Onouha mendapat waktu bermain yang cukup banyak, performanya pun terbilang menjanjikan. Namun sejak kedatangan Sheikh yang tentu saja diikuti dengan kedatangan sejumlah pemain belakang ternama, Onouha mulai tersingkirkan dari tempat utama. Pemilik 20 caps bersama timnas Inggris U-21 ini kemudian dilepas ke Sunderland dan sialnya saat ini, ia hanya bermain di divisi Championship bersama QPR.
Nasib serupa juga dialami oleh Scott Sinclair. Didatangkan pada usia 23 tahun karena permainan cemerlangnya bersama Swansea dan masuk dalam skuat Inggris pada Olimpiade 2012, Sinclair digadang-gadang akan menjadi pemain sayap andalan buat City. Sayangnya alih-alih bersinar, Sinclair justru tak dapat kesempatan banyak bersama City, dalam 3 tahun ia hanya bermain sebanyak 13 kali. Sempat dipinjamkan ke West Brom, Sinclair sekarang malah dilego ke Aston Villa.
Yang paling menyedihkan adalah kisah Michael Johnson yang memulai debutnya di tahun 2006 saat usianya belum genap 20 tahun. Dietmar Hamman mengatakan bahwa permainan Johnson mengingatkan akan permainan Michael Ballack. Tapi, nasib berkata lain. Kedatangan pemain top ke Etihad, membuatnya tersingkir. Sempat mengadu nasib bersama Leicester City, Johnson kemudian tak terpakai dan mengakhiri karir di usia produktif, 24 tahun. Sekarang, eks Inggris U-19 tersebut malah banting stir dan bekerja sebagai agen properti. Namanya pun hanya terkenal sebagai lelucon pemain muda yang gagal.
Selain ketiga nama di atas, masih ada Micah Richards, Shaun Wright-Philps, dan Adam Johnson -yang walaupun sempat merasakan cukup banyak penampilan bersama tim utama City pada masa mudanya. Namun, mereka pun pada akhirnya harus menyingkir seiring dengan kedatangan sejumlah nama besar.
Pada bursa transfer musim panas kali ini, City lagi-lagi kedatangan pemain muda berbakat yang juga sudah mencicipi berbaju The Three Lions, Raheem Sterling dan Patrick Roberts. Keduanya sama-sama berposisi sebagai pemain sayap. Roberts bahkan dijuluki âMessi dari Inggrisâ karena kemampuan olah bola dan mencetak gol yang ia tunjukan di tim junior Fulham. Di usianya yang masih 18 tahun, ia sudah diincar tim-tim papan atas Premiere League.
Dan Sterling, kita tahu ia diboyong City dari Liverpool dengan mahar senilai 49 juta poundsterling. Angka yang tak sedikit itu menjadikan pemuda berusia 21 tahun ini sebagai pemain termahal Inggris sepanjang sejarah. Musim lalu Sterling juga memenangi gelar Golden Boy, sebuah penghargaan untuk pemain muda terbaik yang bermain di Eropa karena penampilan menonjol bersama The Reds.
Rasanya tak ada alasan untuk meragukan penampilan keduanya. Mereka adalah pemain yang sangat berbakat dan dapat diandalkan. Tapi seperti yang kita tahu, dengan kualitas yang merata dari pemain inti hingga cadangan dan dihuni pemain-pemain top berkualitas, pemain-pemain muda tersebut bukannya tak mungkin tidak akan mendapatkan jatah bermain yang pantas. Lagipula kekhawatiran semacam ini memang masuk akal, jika melihat kembali apa yang terjadi pada para pendahulunya.
Untuk saat ini, Manchester City memang bukan klub yang baik untuk anak-anak muda Inggris. Tidak berlebihan juga untuk menebak bahwa bench Etihad Stadium bakal menjadi karib dengan mereka. Tetapi siapa tahu, talenta-talenta muda ini justru memiliki nasib yang berbeda dan menjadi anomali seperti Joe Hart. Mereka akan berada di tim utama, mencetak banyak gol, menyumbang assist yang berkali-kali mengantarkan kesebelasan kepada kemenangan, menjadi pemain terbaik di banyak pertandingan atau bahkan mengantarkan kesebelasan merebut banyak gelar juara. Hal itu jelas bisa saja terjadi. Namun, jika 3 atau 5 tahun lagi Anda melihat keduanya bermain bersama Stoke City, Sunderland atau Wigan -maka saya rasa, Anda tidak akan terlalu terkejut.
Penulis adalah mahasiswa, serta anggota @komunitasTembok Rawamangun. Bisa dihubungi melalui akun Twitter         @bergasss.
Komentar