Memahami Kejeniusan Arsene Wenger pada Bursa Transfer

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Memahami Kejeniusan Arsene Wenger pada Bursa Transfer

Ditulis oleh Yusuf Abdul Qohhar

Beberapa hari menjelang ditutupnya jendela transfer pemain musim panas, para pendukung Arsenal banyak yang cemas sambil bertanya-tanya, apakah Arsène Wenger hanya mendatangkan Petr Cech saja atau akan ada kejutan lain pada penutupan jendela transfer?

"Ada sebuah kesebelasan yang sudah dibuat kecewa selama 15 tahun, tapi manajer mereka tetap sama," komentar José Mourinho tersebut sangat menyentil bagi Wenger dan juga para pendukung Arsenal.

Jika kita membicarakan Wenger, ia sepertinya "selalu lolos dari reshuffle kabinet kerja", alias tetap dipertahankan meskipun terus-menerus gagal menjuarai Liga Primer Inggris.

Pendukung Arsenal memang super sabar. Bagaimana tidak, meskipun beberapa kali kecewa, Wenger berkali-kali juga selalu absen memeriahkan jendela transfer yang, pada hakikatnya, selalu dijadikan sebagai sarana berbenah diri oleh setiap kesebelasan sepakbola.

Pada prinsipnya, Wenger bukanlah tipe pelatih yang doyan pemain-pemain mainstream penghias headline media-media lokal maupun interlokal. Ia juga tidak suka jor-joran ketika memboyong pemain anyar. Maka tidak mengherankan jika nama-nama ciamik seperti Karim Benzema, Edinson Cavani, atau Zlatan Ibrahimovic, kurang menggugah selera belanja Wenger.

Sang Profesor bahkan lebih doyan berbasa-basi ketika ditanya perihal perekrutan pemain, sesekali ia melempar senyuman manisnya yang multi tafsir itu.

Tak peduli apa yang mereka bicarakan di Jerman, nyatanya Marco Reus dan Robert Lewandowski belum cukup memikat bagi Wenger. Bermain begitu spartan di La Liga Spanyol, Liga Europa UEFA, dan Piala Super UEFA adalah bukti kualitas gelandang bertahan Sevilla FC, Grzegorz Krychowiak. Namun, Wenger tetap teguh pada pendiriannya, ia menundukkan pandangan supaya tidak menimbulkan nafsu belanja.

Sekarang mari kita lihat persamaan dari Morgan Schneiderlin, Geoffrey Kondogbia, dan Blaise Matuidi. Bisa dibilang ketiga pemain tersebut jelas tipe pemain yang dibutuhkan Arsenal saat ini, ditambah lagi mereka punya kedekatan nasionalis dengan Wenger, yang sama-sama berasal dari Perancis.

Sayangnya Wenger terus mengesampingkan kualitas dan mendahulukan ego semata, mengingat ia masih bersikeras dengan dua pemain tipe serupa yang ia miliki: Francis Coquelin dan juga Mathieu Flamini, yang kebetulan juga berasal dari Perancis.

Harga diri Wenger terlalu tinggi untuk mengikuti gaya belanja pelatih-pelatih kesebelasan tajir yang pada umumnya bisa setiap saat membuat pemain kesebelasan lain langsung melakukan sesi tes medis, pemotretan, dan tandatangan kontrak bersama kesebelasan barunya di keesokan hari.

Apa jadinya jika Le Professeur mengacuhkan omongan orang lain pada saat bursa transfer pemain berlangsung? Bisa jadi pemain-pemain hebat seperti Thierry Henry, Dennis Bergkamp, dan Nicolas Anelka tidak pernah mengenakan seragam Arsenal selamanya. Mereka pun tidak akan menjadi legenda hidup kesebelasan London Utara tersebut. Memang anti-mainstream.

Dari banyak pemain yang direkrut oleh The Gunners akhir-akhir ini, ada dua nama yang tentunya sangat dipuja-puja, mereka adalah Mesut Özil dari Real Madrid CF dan Alexis Sánchez dari FC Barcelona, bahkan mungkin Cech juga.

Sebagian besar pendukung Arsenal dan pengamat sepakbola mungkin beranggapan bahwa Wenger adalah sosok jenius karena dapat mendatangkan tiga pemain berkelas dunia tersebut, tapi saya punya pendapat lain kalau tiga transfer tersebut sama sekali bukan tolok ukur kejeniusan Wenger.

Kenapa saya beranggapan demikian? Masalahnya, kedatangan tiga pemain itu cenderung membuat kita lupa kalau Wenger dengan "kejeniusannya" juga berhasil mendatangkan Marouane Chamakh dan Sebastian Squillaci dalam satu jendela transfer. Menurut saya, kepindahan Özil, Sánchez dan Cech terjadi karena efek domino.

Efek domino adalah kepindahan pemain dari satu kesebelasan ke kesebelasan lain yang dilanjutkan dengan penjualan pemain dari kesebelasan tujuan; nantinya pemain yang dijual oleh kesebelasan tujuan juga akan menimbulkan efek yang sama ke kesebelasan tujuan lainnya.

Cukup rumit, ya? Sederhananya begini, efek domino adalah kepindahan pemain yang menyebabkan terjadinya kepindahan pemain ke kesebelasan lain, nyamber terus sampai ke asal kesebelasan pemain pertama yang dijual.

Contoh paling nyata adalah ketika Gervinho dari Arsenal pindah ke AS Roma, Erik Lamela dari Roma ke Tottenham Hotspur, Gareth Bale dari Tottenham Hotspur ke Real Madrid, sampai akhirnya Özil dari Real Madrid ke Arsenal. Muter, kan?

Tapi tidak cukup itu saja, karena Wenger mengulangi skenario yang sama semusim berikutnya. Luis Suárez dari Liverpool ke Barcelona, Sánchez dari Barcelona ke Arsenal, hingga Francesc Fàbregas dari Barcelona ke Chelsea.

Sekadar pengingat, saat itu Arsenal punya klausul buy-back sebagai bagian kesepakatan transfer Fàbregas ke Barcelona pada 2011, tapi Wenger enggan mengaktifkannya karena berbagai pertimbangan.

Mimpi saya dan jutaan pendukung Arsenal lainnya untuk melihat pemain-pemain hebat datang ke Arsenal harus ditahan dulu mengingat Wenger masih keras kepala mempertahankan filosofinya. Kita harus sadar diri, siapa, sih, kita ini dibandingkan Arsène Wenger? Bahkan mungkin kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan ritsleting mantelnya yang sering nyangkut itu.

Itulah penilaian subjektif saya terhadap sosok Arsène Wenger. Di balik keputusannya yang kadang nyeleneh dan "jenius", tentu masih banyak perilakunya yang bisa kita teladani. Salah satunya beliau tetap zuhud meski gemerlap bisnis sepakbola kadang membutakan nurani dan isi rekening tabungan.

Bisa jadi, Wenger hanya ingin berhemat dan sukses secara finansial di Arsenal, bukan untuk sukses menggondol trofi demi trofi. Ya, siapa yang tahu. Pada kenyataanya, 19 tahun sudah Wenger di Arsènal: tiga gelar Liga Primer dan enam gelar Piala FA. Sudah cukupkah?

Bagaimana dengan musim ini? Suka-tidak-suka, Arsenal adalah satu-satunya kesebelasan yang sudah mencetak treble di awal (pra-)musim ini: Barclays Premier Trophy, Emirates Cup, dan Community Shield. Eh?

Penulis adalah penggemar sepakbola layar kaca setiap akhir pekan. Kontributor beberapa media (kurang terkenal) dan narablog (yang juga kurang terkenal). Bisa dihubungi melalui akun Twitter @yusabdul

Komentar