Ditulis oleh Adrian Dwidiantoro
Cerita-cerita tentang kepemimpinan tak melulu tentang kebijaksanaan. Buat beberapa pihak, kepemimpinan adalah tangan besi yang mempersetankan keberadaan dan kepentingan orang lain.
Lihat saja Joseph Stalin yang memerintahkan pembunuhan bagi sekutu sekaligus teman dekatnya, Sergei Kirov. Tak hanya sampai di situ, salah satu Mastermind revolusi Oktober, Leon Trotsky, yang merupakan pesaingnya dibunuh lewat konspirasi rancangan pembunuhan. Semua yang menentang Stalin baik warga biasa ataupun petinggi Kremlin, dieksekusi tanpa pandang bulu. Pada akhirnya, satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan menyenangkan Stalin.
Kengerian khas kepemimpinan tangan besi itu pun terlihat di Old Trafford lewat keberadaan Van Gaal.
Musim lalu, ada banyak kekurangan United era Moyes, yang ternyata masih belum bisa diperbaiki Van Gaal. Total Voetbal khas Belanda tampaknya hanya dimengerti oleh Daley Blind. Formasi 3-5-2 juga gagal akibat keroposnya lini belakang dan kakunya bek tengah United. Sedangkan di lini depan, performa RVP dan Falcao yang jauh dari harapan juga punya andil besar dalam memperburuk performa United di sepanjang musim.
Itu pula yang dialami Stalin kala tentara Nazi menyerbu Uni Soviet. Permasalahan di kubu internal justru berimbas pada kekalahan di medan perang. Ditambah dengan garis pertahanan yang sama buruknya seperti United, yang membuat keruntuhan Uni Soviet tampak di depan mata. Tentara merah yang berdiri dari Baltik hingga ke Asia Tengah pun tampaknya bukan halangan berarti bagi para Luftwaffe. Stalin sendiri pun kabarnya sudah siap untuk melarikan diri seandainya Moskow jatuh ke tangan Nazi Jerman.
Namun ternyata Stalin tidak sepengecut itu. Di saat paling kronis dalam masa Perang Dunia II, ia memerintahkan Georgi Zhukov untuk mempertahankan Moskow dari serangan lawan. Hasilnya, lewat beberapa pertempuran yang hebat yang dilalui tentara Merah seperti di Stalingrad, Kursk dan Berlin; Uni Soviet berhasil mengalahkan Nazi Jerman.
Pasca perang pun pujian datang dari seluruh penjuru Soviet kepada Zhukov yang berhasil mempertahankan negaranya dari terjangan musuh yang sangat ganas. Ia dianugerahi banyak gelar seperti Medal "For the Defence Of Moscow", Medal "For the Capture Of Berlin" dan sebagainya.
Van Gaal, di United, juga melakukan hal serupa. Paham akan kerapuhan lini belakangnya, otomatis membuat kepercayaannya kepada De Gea sebagai keputusan terbijak yang bisa ia buat. Kiper ketiga termahal dunia itu sering sekali membuat para lawan frustasi akibat gagal menjebol gawangnya. Catatan 11 clean sheet, 2,17 saves per goals dan 69% passing accuracy membuat United berhasil kembali bermain di UCL setelah setahun absen.
Performa di atas membuat De Gea masuk Team Of the Year versi PFA dan menjadi pemain terbaik United di musim lalu. Walaupun kedatangannya empat tahun lalu tak bisa dibilang bagus-bagus amat, De Gea berhasil menghadapi  tekanan tersebut dan mengamankan satu tempat penjaga gawang di Old Trafford.
Simak juga tulisan Saatnya untuk Menjual David de Gea
Setelah perang berakhir semua menjadi serba Stalin di Soviet. Patung, propaganda dan foto Stalin selalu diagungkan oleh rakyatnya serta tersebar di seluruh penjuru negeri.Belum lagi Eropa Timur yang dibebaskan tentara Merah, mereka diperintahkan Stalin untuk menjadi komunis dan negara satelit Soviet.
Sama juga dengan Van Gaal. Keberhasilan tim Oranje di PialaDunia 2014 membuatnya ingin mendapatkan pemain timnas Belanda sebanyak-banyaknya. Mulai dari Stefan De Vrij, Martins Indi, Daley Blind dan Jasper Cillesen semuanya ingin dibawa ke Manchester, walau pada akhirnya, hanya Blind yang datang.
Van Gaal memiliki reputasi sebagai salah satu pelatih yang paling sulit buat dipahami. Atas segala kerumitannya, ada yang bisa menebak siapa pemain kejutan Van Gaal?Â
LVG bagaikan sosok Stalin di sepakbola. Ia tak pernah pandang bulu dalam membuang pemain yang dianggapnya tak penting, misalnya, Darren Fletcher dan Victor Valdes.
Fletcher akhirnya dijual ke tim semenjana, West Brom. Valdes yang baru datang Januari tahun ini bahkan sudah menjadi kiper ketiga United. Ada lagi Di Maria yang tak kunjung bermain, padahal LVG telah mematahkan rekor transfer Inggris. Belakangan, justru Ashley Young yang menunjukkan performa terbaiknya.
Soviet berpesta pora, semua orang gembira karena sang musuh telah menyerah dan Soviet lah yang membebaskan  Eropa Timur dari jeratan Nazi Jerman. Masyarakat Soviet menyanjung sang Jendral Zhukov sebagai penyelamat di medan perang.
Seperti biasa, Stalin cukup khawatir jika ada orang lain yang diagungkan. Stalin pun menempatkan  Zhukov untuk tugas militer di Odessa Ukraina, sehingga popularitas Zhukov, terutama di Moskow, akan berkurang dan dipastikan tidak melebarkan sayap ke dunia politik.
Setali  tiga uang dengan kisah di atas, Van Gaal juga punya polemik yang sama. David De Gea sebagai pemain terbaik United musim lalu juga menunjukkan hasrat untuk "membahayakan" skema Van Gaal musim ini.
Ketertarikan dari Real Madrid terhadap De Gea dianggap Van Gaal sebagai distraksi yang mempengaruhi kinerja kesebalasan. Seketika nasib De Gea mirip dengan Zhukov: Ia sudah dibuang oleh Van Gaal sejak Liga Inggris dimulai. Ditambah lagi dengan kedatangan Sergio Romero, yang disebut-sebut sebagai bukti bahwa De Gea tak dibutuhkan lagi.
Stalin  dengan cara yang bengis dan tak berperi kemanusiaan tetap harus diakui membawa Soviet menjadi negara adidaya, namun yang menjadi pertanyaan, apakah kebengisan Van Gaal bisa membawa kemajuan bagi United musim ini?
Penulis bisa dihubungi lewat akun Twitter @adriandrian
Komentar