Pesepakbola dan "Personal Branding"

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Pesepakbola dan

Oleh: Fakhrurroji*

Pesepakbola khususnya pada masa kini sudah lebih dari sekadar atlet olahraga yang kerjanya cuma bermain bola. Pesepakbola masa kini lebih dari itu. Mereka telah menjadi figur di masyarakat dengan ciri khasnya masing-masing. Ciri tersebut perlahan berubah menjadi brand yang memiliki potensi bisnis serta nilai komersial yang tak terhingga.

Sebelumnya, Pandit Football menerbitkan artikel berjudul Bale, Merek Dagang, dan Cara Pesepakbola Memaksimalkan Potensinya. Tulisan tersebut membicarakan mengenai langkah Gareth Bale dalam melakukan komersialisasi terhadap sosok dirinya sendiri. Bale merepresentasikan nomor punggung “11” serta perayaan gol dengan simbol hati. Langkah Bale sendiri sebenarnya mengikuti jejak David Beckham, Cristiano Ronaldo, dan Lionel Messi yang sudah terlebih dahulu memublikasikan logonya masing-masing.

Atlet – Public Figure - Brand

Pesepakbola sebagai atlet adalah satu hal yang memang merepresentasikan seorang pesepakbola. Sudah menjadi tugasnya untuk menjadi seorang atlet dengan tujuan memenangkan pertandingan untuk tim; tidak peduli ia memiliki sikap yang buruk baik perkataan maupun perbuatannya atau ia adalah pahlawan buat klub dan negaranya.

Industri sepakbola pun kian berkembang terutama setelah penetrasi teknologi. Kehadiran televisi dan internet membuat siapapun bisa mengetahui seluk beluk pesepakbola. Aktivitas mereka pun kian mudah disorot media. Perilaku mereka semestinya bisa menjadi teladan buat publik.

Itulah sebabnya mengapa ketika John Terry mengkhianati Wayne Bridge, ia dianggap tak pantas untuk menjadi kapten tim nasional Inggris. Itu pula sebabnya Mario Balotelli selalu disorot atas perilakunya yang kerap di luar batas.

Industri sepakbola telah terlebih dahulu berkembang. Namun, justru pesepakbolanya yang terlambat berkembang utamanya dalam aspek peningkatan brand dan marketing. David Beckham bisa disebut sebagai pendobrak hal tersebut.

Beckham menjalani proses sebagai atlet. Ia memulainya sebagai pesepakbola muda di Manchester United. Kesuksesan serta perannya di MU membuatnya sering menjadi sorotan. Apalagi ia menikah dengan anggota girlband Spice Girls, Victoria Beckham. Hidup bersama pesohor membuatnya pun kian disorot publik yang kemudian menjadi figur di masyarakat. Brand Beckham pun semakin terlihat setelah industri film Hollywood membuat film Bend it Like Beckham. Penggunaan nama Beckham dalam judul menjadi penanda kalau brand “Beckham” telah memiliki nilai di masyarakat.

Ketimbang pesepakbola lain saat itu, Beckham jelas yang paling mentereng. Ini bukan karena gajinya yang besar, melainkan karena ia yang paling mendapat perhatian publik. Selain tampan dan menjadi andalan, Beckham pun pandai berperilaku di depan publik. Ia tak sungkan membantu penggemar setianya. Ia bahkan pernah menelepon dan memberi kado buat penggemarnya yang menderita kanker.

Sorotan-sorotan tersebut membuat sejumlah perusahaan menilai kalau Beckham adalah sosok yang tepat untuk dijadikan alat promosi. Mulailah Beckham disodori kontrak menjadi model iklan beragam produk. Salah satu cara untuk mengetahui betapa Beckham memiliki pengaruh yang kuat adalah melihat bagaimana model rambutnya menjadi salah satu contoh dalam poster “Top Collection” di tempat pangkas rambut. 

Tentang Personal Branding

Berbagai definisi bisa kita temukan mengenai apa itu arti dari sebuah brand. Brand adalah citra atau persepsi seseorang tentang produk atau perusahaan Anda. Brand adalah sebuah janji. Brand adalah kombinasi lengkap dari asosiasi yang orang bayangkan ketika mendengar sebuah nama perusahaan atau produk. Bahkan sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa brand adalah roh dari sebuah produk. Tapi bicara branding dan marketing, kita tidak melulu membicarakan sebuah produk. Bahkan orang pun bisa dipasarkan. Seseorang bisa dikemas menjadi sebuah brand tertentu yang bisa dikapitalisasikan dari berbagai aktivitas pemasaran. Para politikus melakukannya terlebih dahulu, dan jika politikus saja boleh, kenapa para pesepakbola tidak?

Secara spesifik personal branding adalah sebuah seni dalam menarik dan memelihara lebih banyak klien dengan cara membentuk persepsi publik secara aktif. Selain itu personal branding merupakan sebuah pencitraan pribadi yang mewakili serangkaian keahlian, suatu ide cemerlang, sebuah sistem kepercayaan, dan persamaan nilai yang dianggap menarik oleh orang lain. Personal Branding adalah segala sesuatu yang ada pada diri anda yang membedakan dan menjual, seperti pesan anda, pembawaan diri dan taktik pemasaran.

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama melakukannya. Pun dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Secara sederhana, berapa banyak nama Joko yang ada di Indonesia? Pemilihan kata “Jokowi” menjadi unsur pembeda. Jika Anda butuh bukti, coba anda browsing di Google kata “Jokowi” dan kata “Joko Widodo”, maka anda akan menemukan jumlah pencarian yang lebih banyak untuk kata “Jokowi” (22,9 juta) ketimbang kata “Joko Widodo” (2,3 juta). Itulah hebatnya fungsi sebuah brand.

Ketika kita membicarakan David Beckham, Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Gareth Bale, kata-kata apa yang langsung muncul dalam benak anda? Populer? Hebat? Superstar? Jago? Juara? Itulah persepsi yang melekat dengan mereka. Tanpa bermaksud mengarahkan, bagi saya pribadi, ketika saya membicarakan mengenai keempat pesepakbola tersebut, saya mengasosiasikan kata-kata seperti prestasi, pemenang, pekerja keras, dan pesepakbola yang cemerlang.

Kesebelasan di Eropa sudah canggih betul dalam memanfaatkan popularitas pesepakbola yang bermain untuk mereka. Mereka benar-benar bisa mendulang uang hanya dari penjualan kostum dengan nama punggung pemain yang mereka miliki.

Real Madrid konon mampu mendulang lebih dari 100 juta pounds dalam waktu satu tahun untuk penjualan kostum Ronaldo. Hal ini jelas membuat transfer Ronaldo dari MU ke Madrid senilai 90-an juta pounds menjadi kecil nilainya.

Inilah yang kemudian (mungkin) disadari oleh sejumlah pesepakbola yang mulai berpikir untuk melakukan kapitalisasi atas popularitas yang mereka miliki. Brand mampu memperluas nilai yang ditawarkan. Dari sekadar pesepakbola yang mendapatkan penghasilan dari gaji, kontrak sponsor dan iklan, perluasan eksistensi seseorang menjadi sebuah brand, membuat mereka bernilai lebih dan bisa menjual apa saja yang memiliki kedekatan asosiasi dengan mereka. David Beckham misalnya, yang menjual lini parfumnya sendiri. Beckham pasti sadar kalau ia perlu pemasukan dari luar sepakbola untuk membiayai gaya hidup dirinya dan keluarganya setelah benar-benar pensiun dari sepakbola.

Brand memang sungguh meningkatkan nilai, termasuk nilai jual dari sebuah produk. Coba saja Anda tempelkan logo “Zara” dan menjualnya di toko-toko yang ada di dalam mal. Orang-orang barangkali hanya mengangguk dan berpikir untuk mengumpulkan uang demi membelinya.

Hal serupa juga terjadi misalnya saat saya dan Beckham menjual parfum beraroma manggis dengan menetapkan harga satu juta rupiah. Anda mungkin akan menyebut saya gendeng dan absurd tingkat dewa karena menjual parfum beraroma aneh dan berharga mahal. Namun, tidak unguk Beckham. Anda mungkin berpikir kalau parfum tersebut adalah inovasi yang luar biasa hebat.

Pada akhirnya, strategi branding dan marketing akan membuat pesepakbola bernilai lebih. Maka, jangan heran kalau Arsenal mati-matian menyuruh para pemainnya untuk tidak merokok di depan umum karena hal tersebut selain akan menurunkan nilai sang pemain juga secara tidak langsung akan mengurangi nilai dari klub itu sendiri.

*Penulis merupakan pegawai bank, praktisi corporate communication yang juga pemerhati tata kelola perusahaan. Berakun twitter @RojiHasan

Komentar