Mematahkan Sayap Kiri Portugal
Rivalitas dibangun oleh banyak hal. Bisa karena persaingan yang timbul dengan mereka yang dekat secara geografis, karena rasa penasaran atas satu kekalahan, atau malah karena sentimen politik di luar lapangan. Dalam hal Jerman dan Portugal, karena keduanya memang sering bertemu.
Meski dua negara kuat jarang sekali bisa terus-terusan bertemu, hukum ini tak berlaku bagi Portugal dan Jerman. Dari empat turnamen terakhir (dua Piala Dunia dan dua Piala Eropa), keduanya telah bertemu sebanyak tiga kali (2006, 2008 dan 2012). Di Brasil, keduanya pun kembali bertemu.
Hasil-hasil positif yang diraih Jerman pada masa lalu membuat Jerman kembali diunggulkan memenangi laga di Salvador nanti. Ya, dari tiga kali bertemu, Der Panser memang memenangi semua laga itu.
Carvalho Sebagai Faktor Pembeda
Melihat pemain-pemain yang dipilih sang pelatih, Paulo Bento, sepertinya Portugal tetap akan menggunakan 4-3-3. Pola ini sama dengan formasi Portugal ketika kalah 1-0 oleh Jerman dua tahun lalu. Satu hal yang berbeda adalah keberadaan pemain Sporting Lisbon, William Carvalho, yang akan diturunkan untuk mengisi pos holding midfielder menggantikan peran Miguel Veloso.
Alternatif ini dianggap lebih baik karena Veloso akan berperan maksimal jika diposisikan sebagai pembagi bola, ketimbang sebagai pemutus serangan. Ini terlihat ketika pertandingan kedua babak play-off Piala Dunia 2014 melawan Swedia di Stockholm.
Kala itu, Carvalho baru bermain pada menit ke-73, untuk menggantikan Raul Meireless, dengan skor sementara 2-1 untuk keunggulan Swedia. Masuknya pria kelahiran 1992 ini membuat Veloso kembali menempati posisi idealnya, sebagai central midfielder bersama Joao Moutinho.
Hadirnya Carvalho, yang secara konsisten melindungi dua bek tengah, membuat Veloso dan Moutinho leluasa mendukung pergerakan Nani dan Cristiano Ronaldo. Hasilnya, bintang Real Madrid itu mampu mencetak dua gol dan membalikkan keadaan menjadi 2-3.
Tak hanya Carvalho, Ronaldo memang masih menjadi kartu as bagi timnas Portugal. Tanpa teknik individu yang mumpuni dan dan gol-gol tadi, mungkin Portugal tidak akan turut berpartisipasi pada Piala Dunia kali ini.
Tim manapun memang akan beruntung memiliki seorang pemain terbaik dunia. Tapi hal ini bisa jadi sebuah kelemahan. Jika  saja lawan bisa mematikan gerak Ronaldo, maka bagaimana Portugal bisa memenangkan pertandingan?
Upaya Loew Mematikan Sayap Kiri Portugal
Melawan Portugal, media-media Jerman menyarankan Loew kembali menurunkan empat pemain centre-back. Ini tak lepas sebagai usaha untuk menghentikan pergerakan Cristian Ronaldo dan Fabio Coentrao di sayap kiri, sektor yang memang jadi andalan Portugal.
Empat bek tengah diminta bermain flat dan fokus menjaga area pertahanan. Benedikt Howedes ditaruh di sisi sebelah kiri, sedangkan di kanan akan diisi oleh Jerome Boateng. Utak-atik ini terlihat pada laga uji coba melawan Armenia dan Kamerun, dengan keduanya ditempatkan sebagai fullback.
Dengan menempatkan Boateng sebagai bek kanan, Loew nampaknya akan coba mematikan pergerakan sang pemain terbaik dunia, Cristiano Ronaldo. Lalu sebagai bantuan, terutama untuk menghadapi Coentrao, Phillip Lahm menjadi poros ganda untuk menemani Sami Khedira.
Lahm sendiri cukup paham memainkan peran poros ganda, mengingat pelatihnya di Bayern Munich, Pep Guardiola, sering menempatkannya di sana. Sementara itu, Khedira akan diminta untuk memutus serangan dari tengah.
Kedua poros ganda ini dipilih untuk mengantisipasi serangan balik yang sering diperagakan Portugal. Artinya, Loew lebih memilih membangku cadangkan Bastian Schweinsteiger yang sebenarnya sudah siap tampil.
Jerman tentunya paham betul, serangan Portugal pasti selalu mengarah ke kedua sisi sayap, khususnya sisi Ronaldo. Dan sang bintang Real Madrid ini bukan pemain sembarangan. Jika Boateng dibiarkan satu lawan satu melawan Ronaldo, mungkin Ronaldo bisa menguasai sepenuhnya sisi kanan pertahanan Jerman.
Utak-Atik Lini Penyerangan
Tapi bukan hanya soal menghentikan Ronaldo saja yang jadi masalah Jerman. Joachim Loew masih memiliki kebingungan memilih penyerang, terutama terkait formasi 4-2-3-1-nya.
Pertama kali Loew memakai sistem 4-2-3-1 adalah pada perempat-final Euro 2008 melawan Portugal. Sejak saat itu, sistem ini menjadi andalan. Sebuah model yang berbasis permainan pressing kolektif, operan-operan cepat, dan perubahan tempo secepat kedipan mata, terutama ketika mereka sedang melakukan serangan balik dari daerah pertahanan mereka sendiri.
Kekhawatiran utama pada lini serang Jerman adalah penyerang tunggal yang sering dikeroyok lawan. Maka dari itu, trisula di belakangnya, terutama ke dua penyerang sayap, harus selalu siap untuk melakukan track back.
Biasanya Marco Reus dan Thomas Mueller yang mengisi pos ini. Namun sayangnya pemain Borussia Dortmund ini harus absen karena cedera. Peran Reus nantinya akan digantikan oleh Andre Schurrle atau Julian Draxler.
Memanfaatkan Mario Gotze
Satu hal yang menjadi masalah, terutama terkait menempatkan Lahm-Khedira sebagai poros ganda adalah masalah kreatifitas di lini tengah. Keduanya bukan pemain yang fasih untuk menjadi penghubung antara lini belakang dan lini depan.
Untuk mengatasi ini, bisa jadi Loew akan menurunkan dua gelandang kreatif sekaligus dalam diri Mesut Ozil dan Mario Goetze. Sang pemain Arsenal akan tetap pada posisinya sebagai attacking midfielder, sementara Goetze akan menjadi âfalse nineâ.
Selain bisa memperkaya kreatifitas di area depan kotak penalti, dengan skema seperti ini Loew nantinya bisa âmengeroyokâ gelandang bertahan Portugal yang hanya diisi oleh seorang pemain muda, Willian Carvalho. Pemain lulusan akademi Sporting Lisbon ini memang terbilang belum terlalu punya banyak pengalaman di kancah internasional. Apalagi Carvalho sendiri adalah seorang Soft DM dan bukan DM murni seperti Raul Meireles.
Pilihan memasang Goetze sebagai false nine, ketimbang harus memaksakan Klose untuk menghadapi dua centre back  Portugal yang dihuni oleh Bruno Alves dan si garang Pepe, dianggap lebih baik. Dengan menghadirkan sosok âfalse nineâ, dua bek Portugal ini bisa terpancing naik karena tak memiliki pemain yang secara khusus ditempel.
Dari sinilah kemudian bisa tercipta ruang kosong yang bisa dimanfaatkan duo winger Muller dan Schurrle yang masuk ke tengah dan melakukan tembakan.
Ironi Lini Depan Portugal
Paulo Bento sebenarnya membawa banyak barisan penyerang ke Brasil: Ronaldo, Nani, Hugo Almeida, Vieirinha, Eder, Rafa Silva, Silvestre Varela, dan Helder Postiga. Dengan opsi dua penyerang dipasang bermain melebar ditambah dua pelapisnya, maka ada empat striker yang antri untuk masuk line up.
Pengalaman Postiga di liga domestik maupun di laga internasional, membuat Bento lebih sering memilihnya sebagai ujung tombak. Di timnas, Postiga telah menjalani 68 pertandingan dan mencetak 27 gol. Ia, bersama Ronaldo, merupakan skuat yang mengantarkan Portugal menjadi runner up Piala Eropa 2004.
Tapi, banyak kritik ditujukan karena performanya akhir-akhir ini.
Setelah menjalani musim yang kurang baik dengan Valencia, Postiga ditransfer ke Lazio dengan status pinjaman. Masalahnya, di Lazio, ia baru lima kali tampil dan tidak satu gol pun yang dapat disarangkan.
Penurunan kondisi ini membuat Bento di beberapa pertandingan terakhir kerap mengutak-atik lini depan dengan mengganti Postiga dengan Hugo Almeida.
Selain Almeida, nampaknya tiga penyerang lain tidak menunjukkan kapasitas sebagai pemain tim nasional. Pemain yang benar-benar berposisi sebagai penyerang hanyalah Eder. Sehingga ketika Postiga maupun Almeida tidak bisa bertanding, Eder bisa menjadi penggantinya.
Masalahnya, pada dua pertandingan terakhir, Eder tidak bisa membuktikan diri sebagai striker berkelas. Ia dan Vieirinha baru bermain sebanyak 8 kali untuk Portugal, jumlah yang tergolong sedikit ketimbang pemain lain yang biasa bermain di level internasional. Keduanya juga tidak muda lagi, dengan Vieirinha 26 tahun dan Eder 28 tahun.
Ini memang sebuah ironi, meski membawa sekian banyak pemain depan, Portugal justru krisis penyerang berkualitas. Entah Bento yang tidak mampu mengolah mereka sebagai mesin gol kelas dunia, atau memang tidak akan ada Ronaldo-Ronaldo lain yang lahir di Portugal.
Pada akhirnya, Menempatkan Postiga dan Almeida di lini depan bukanlah sebuah kesalahan. Mereka memiliki pengalaman bertanding yang lebih banyak ketimbang Eder, Valera, Vieirinha, dan Silva. Bento hanya dapat berharap mereka dapat menunjukkan kemampuan terbaiknya dan tidak lupa bagaimana caranya mencetak gol.
Prediksi
Di kubu Portugal, tanpa satu ujung tombak yang berkualitas, tampaknya tumpuan serangan akan berada pada pundak Cristiano Ronaldo dan Fabio Coentrao. Kombinasi keduanya di sayap kiri akan merepotkan bek kanan manapun.
Jika serangan ini berhasil dipatahkan, maka tugas selanjutnya berada di pundak Thomas Mueller. Bekerja sama dengan Gotze-Oezil-Schurrle, pemain Bayern Munich ini harus bisa jadi solusi ketika Jerman membutuhkan sosok pembombardir lini pertahanan lawan.
Melihat kualitas lini serang Jerman yang memang merata, pengalaman bertanding mereka di Liga Eropa maupun domestik, dan juga satu senjata cadangan dalam diri Miroslav Klose, nampaknya mengeksploitasi sang gelandang bertahan muda, William Carvalho bisa dilakukan.
Asalkan rencana mematahkan sayap kiri Portugal bisa dieksekusi dengan baik, maka semestinya Jerman bisa mendapatkan tiga poin pertama pada piala dunia kali ini. Lagipula, sejarah pertemuan memang berpihak pada Jerman.
(ar)
Komentar