Argentina melangkah ke final Piala Dunia 2022 untuk keenam kalinya setelah mengalahkan Kroasia tiga gol tanpa balas di Lusail Iconic Stadium, Rabu (14/12) dini hari. Gol dicetak Lionel Messi (34’) melalui titik putih, dan dua gol dari Julian Alvarez (39’ dan 69’). Pertandingan bersejarah tersebut ditonton oleh 88.966 pasang mata yang hadir langsung di stadion.
Meski Alvarez mencetak dua gol, tapi Messi adalah bintang lapangan pada pertandingan ini. Ia menyumbang satu gol dan satu asis serta menjadi pemain dengan dribel sukses terbanyak (5 kali). Ia juga menjadi pemain paling berbahaya dengan catatan dua tembakan, 71 persen dribel sukses, dan 85 persen akurasi umpan. Aksinya pada gol kedua Alvarez menunjukan bahwa Messi yang menginjak umur 35 tahun masih sangat berbahaya bagi pertahanan lawan.
Gambar 1 - Sebelas Pertama Argentina dan Kroasia
Sumber : SofaScore
Lionel Scaloni lagi-lagi melakukan perubahan pada skuadnya. Pertandingan sebelumnya, ia menggunakan formasi dasar 3-5-2 dan berhasil mencetak dua gol ke gawang Belanda. Kali ini, ia bermain dengan 4-4-2 menempatkan empat gelandang yang belum pernah bermain bersama-sama. Biasanya, Scaloni hanya memasang dua atau tiga dari gelandang tersebut. Tujuanya adalah untuk mengimbangi tiga gelandang Kroasia yang kuat dalam mempertahankan penguasaan bola.
Di kubu Kroasia, Zlatko Dalic tetap menggunakan formasi dasar 4-3-3 dengan komposisi pemain seperti yang ia diturunkan kala melawan Brasil. Luka Modric, Marcelo Brozovic, dan Mateo Kovacic menjadi tiga pemain kunci di lini tengah yang memiliki beban cukup besar yaitu mempertahankan penguasaan bola, “melayani” lini depan, dan memutus serangan balik lawan.
Sejak peluit pertama dibunyikan, bola lebih banyak dikuasai oleh Kroasia. Mereka tercatat mendapatkan 60,9 persen penguasaan bola. Kendati demikian, mereka sangat kesulitan membongkar pertahanan Argentina. Tercatat hanya dua tembakan yang mengancam gawang Emiliano Martinez selama pertandingan berjalan.
Lain halnya dengan Argentina yang bermain lebih direct. Mereka hanya meraih 29,1 persen penguasaan bola. Tapi, melepaskan tujuh tembakan ke arah gawang Livakovic yang berbuah tiga gol. Salah satu diantaranya adalah gol pada situasi serangan balik melalui kaki Alvarez yang seharusnya bisa diantisipasi karena Kroasia memiliki tiga pemain tapi semuanya gagal menghentikan laju Alvarez.
Terlepas dari hasil akhir, pada pertandingan ini menunjukan bahwa Scaloni sangat adaptif. Keahlian ini yang membuat Argentina bisa bermain dengan berbagai gaya. Pelatih berusia 44 tahun tersebut layak mendapat apresiasi lebih andai tim Tango berhasil meraih gelar juara. Apa saja yang dilakukan Scaloni hingga membuat Kroasia tidak berdaya?
Penggunaan Empat Gelandang yang Tepat Sasaran
Formasi dasar 4-4-2 bukan hal yang baru bagi Argentina. Mereka pernah menggunakannya pada laga perdana melawan Arab Saudi. Empat gelandang terdiri dari dua poros dan dua sayap. Hasilnya? Argentina kalah 1-2.
Scaloni belajar bahwa 4-4-2 yang ia gunakan pada laga tersebut tidak seimbang. Beban dua poros terlalu berat karena pemain sayap terlalu sering meninggalkan posisi naturalnya. Oleh karena itu, kali ini ia tidak menggunakan dua sayap, tapi empat gelandang yang memiliki posisi natural sebagai gelandang bertahan dan box to box midfielder.
Pemilihan komposisi gelandang tersebut bertujuan untuk menumpuk pemain di tengah. Ketika menyerang empat gelandang tersebut merapat ke tengah dan memberikan ruang untuk Molina dan Tagliafico untuk masuk ke area flank. Ketika bertahan, mereka menutup jalur-jalur umpan yang mengarah ke Perisic, Pasalic, atau Kramaric.
Gambar 2 - Ilustrasi Situasi 5 vs 4 Di Lini Tengah Ketika Argentina Menguasai Bola
Pada ilustrasi di atas menunjukan bahwa Argentina unggul jumlah pemain ketika bola telah sampai di kaki Paredes. Berkat empat gelandang yang dipasang Scaloni, ditambah Messi yang turun menciptakan situasi lima lawan empat. Pada situasi ini, lini pertahanan Kroasia terancam jika Gvardiol terpancing untuk mengikuti pergerakan Messi.
Salah satu contohnya adalah pada proses sebelum gol pertama. Gvardiol bertugas mengawal Messi sementara Lovren menjaga Alvarez. Messi bergerak ke tengah lapangan tapi Alvarez bergerak ke arah sebaliknya. Gvardiol yang terpancing mengikuti gerakan Messi meninggalkan ruang yang dimanfaatkan oleh Alvarez. Melihat momen tersebut, Enzo Fernandez mengirim umpan panjang dan akurat ke area tersebut. Alhasil, Alvarez berhadapan langsung dengan Livakovic.
Menggunakan Garis Pertahanan Rendah Hingga Menengah
Pada babak perempat final, Scaloni menerapkan taktik bertahan dengan tekanan dan garis pertahanan tinggi. Berkat taktik tersebut, Belanda kesulitan membangun serangan dan La Albiceleste berhasil mencetak dua gol.
Tapi, pada laga ini Scaloni justru menginstruksikan pemainnya untuk bertahan dengan garis pertahanan rendah hingga menengah. Tujuannya untuk menjauhkan tiga gelandang Kroasia, Modric, Brozovic, dan Kovacic dari sepertiga akhir. Argentina hanya menekan jika salah satu dari tiga pemain tersebut memasuki sepertiga akhir.
Rencana Scaloni berjalan lancar. Modric, Brozovic, dan Kovacic lebih banyak menguasai bola di area tengah. Mereka kesulitan menemukan ruang di sepertiga akhir. Minimnya pergerakan dari Kramaric memperparah situasi ini. Pada akhirnya, serangan Kroasia mengarah ke kaki Perisic dengan harapan ia mampu mengirimkan umpan silang ke kotak penalti.
Gambar 3 - Heatmap Modric, Brozovic, dan Kovacic saat Menguasai Bola (kiri) dan Rata-Rata Posisi Pemain Kroasia (kanan)
Sumber : WhoScored
Ilustrasi di atas menunjukan bahwa tiga gelandang yang dipasang Dalic sulit mengakses area sepertiga akhir. Mereka hanya menguasai bola di area tengah atau area sendiri. Modric, Brozovic, dan Kovacic tidak menemukan cara untuk bisa mengakses kotak penalti Argentina. Terbukti selama 90 menit, Kroasia hanya 12 kali menyentuh bola di kotak penalti Argentina.
Komentar