"Olahraga" Formula 1 Lebih Berat Daripada Sepakbola

Sains

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Saya selalu sulit memahami bagaimana balap mobil Formula One (F1) selalu dikategorikan sebagai olahraga. Hal ini juga sebenarnya berlaku juga untuk olahraga motor, atau motorsport (perhatikan, ada kata "sport" di situ), lainnya seperti Moto GP, NASCAR, Rally, dan sebagainya.

Pada kenyataannya, berita "olahraga" di situs-situs terkenal sejenis Detik Sport selalu menampilkan berita balap mobil dan balap motor. Bahkan kabarnya berita tentang Moto GP dan F1 mendapat porsi nomor dua dan nomor tiga soal banyak-banyakan dibaca oleh masyarakat Indonesia.

Tidak banyak orang yang memahami bahwa F1 dan Moto GP memang masuk kepada kategori olahraga pada aspek yang lain, tentunya aspek yang khusus. Kita tidak bisa membandingkan secara jelas antara, misalnya, F1 dengan sepakbola, kecuali mungkin dari aspek bisnis..

Jika menonton balapan F1 membuat kita mengerutkan dahi karena tidak rela F1 disebut "olahraga", maka mari kita lihat dari perspektif lainnya, perspektif yang utama, yaitu atletnya; atau dalam hal ini: pengendara mobilnya.

Pembalap F1 dituntut untuk memiliki mental dan fisik yang kuat. Menjaga tubuh agar tetap hidrasi (tidak kekurangan cairan) adalah kunci dari kedua hal di atas, hampir mirip dengan sepakbola dan olahraga lainnya. Ini lah yang membuat pembalap F1 butuh latihan dan persiapan khusus.

Kita bisa membandingkan pembalap F1 dengan atlet profesional seperti sepakbola, tinju, renang, dan lain sebagainya. Alasan utama pembalap F1 disebut "atlet" adalah, kembali, karena mereka butuh kekuatan mental dan fisik yang tinggi.

Para pembalap ini menekan diri mereka kepada batas maksimal potensi tubuh manusia agar bisa bertahan dalam sekitar 90 balapan dengan durasi sekitar dua jam setiap balapannya. Itu adalah hal yang menguras mental dan fisik.

Ini bukan hanya urusan otot, atlet F1 harus senantiasa menjaga tubuhnya agar dapat beradaptasi akibat stres/tekanan ketika balapan.

Dampak balapan terhadap tubuh

Pada dasarnya, kepala mereka memiliki rata-rata berat 6 kilogram, ditambah lagi helm yang bisa mencapai 1 kg. Kemudian saat mereka meliuk-liuk di lintasan balap, berat kepala mereka dapat bertambah hingga mencapai 40 kg, sehingga mereka butuh untuk membangun kekuatan leher dan bahu.

Ketika berbelok, tubuh pembalap dapat menerima gaya gravitasi mencapai 5G (5 kali gaya normal gravitasi bumi).

Selain itu juga tingkat konsentrasi mereka bisa mencapai presisi hingga mencapai kecepatan 300 km/jam. Bayangkan pengambilan keputusan secepat apa ketika kita sedang bergerak secepat itu.

Masalah detak jantung juga akan berpengaruhn dengan rata-rata 200 detak per menit (beats per minute), pemain sepakbola tidak ada apa-apanya bahkan ketika mereka sedang melakukan sprint sekalipun.

“Mereka adalah satu dari beberapa atlet yang paling fit yang pernah saya temui”, kata Garry Palmer, seorang fisiolog. “Suatu kali Eddie Jordan pergi ke gym hotel di jam 3 pagi, dan Michael Schumacher sedang lari di treadmill.”

Stamina adalah satu hal yang sangat jelas yang dibutuhkan oleh pembalap F1. Mereka harus memiliki toleransi yang tinggi terhadap stres akibat panas. Suhu bisa mencapai 50 derajat Celcius di dalam pakaian balapan mereka, sehingga keringat mereka pun mengalir deras dan jika dikumpuikan dapat mencapai dua liter setiap kali balapan.

Menu latihan pembalap F1

Selain membalap, atau mengemudi di dalam mobil mereka, pembalap F1 membutuhkan latihan sampai 12 jam dalam satu hari. Secara umum mereka memiliki kekuatan tubuh yang merata, terutama pada bagian inti tubuh dan leher.

Latihan cardio biasanya mendapat porsi paling banyak, yaitu 6 jam. Pembalap F1 juga kadang melakukan olahraga lain selain latihan cardio, seperti berenang, lari, bersepeda, dan juga sepakbola. Olahraga tersebut mereka jalani agar mereka bisa tetap menjaga daya tahan tubuh mereka.

Tidak jarang juga ada pembalap F1 yang mengikuti menu latihan triathlon (renang, bersepeda, dan lari, berturut-turut) untuk meningkatkan kondisi tubuh mereka.

Latihan kekuatan di gym juga menjadi menu lainnya, dengan durasi sekitar 2 jam setiap harinya, dengan fokus (sesuai urutan kepentingannya) pada leher, bahu, inti tubuh, punggung, tangan, dan lengan.

Beberapa latihan yang umum adalah skuat dan shoulder press.

Selain cardio dan kekuatan, pembalap F1 juga dituntuk untuk memiliki daya gebrak yang cepat dan eksplosif dari otot-otot mereka. Hal ini dilakukan karena pada balapan, banyak otot yang bekerja secara tiba-tiba, seperti pada saat mengerem, belok, pindah gigi, dan lain-lain.

Latihan ini disebut dengan latihan koordinasi dan sinergi antara grup-grup otot, dan biasanya berlangsung selama 2 jam setiap harinya..

Jenis latihan lainnya berupa latihan mental juga sangat penting. Biasanya berlangsung selama 2 jam setiap harinya, dimaksudkan agar pembalap F1 senantiasa menjaga konsentrasi dan refleks mereka.

Latihan seperti ini biasanya hampir sama dengan latihan para penjaga gawang, karena menuntut refleks dan membuat keputusan secara cepat.

Selain jenis latihan di atas, para pembalap F1 juga dituntut untuk selalu menjaga diet nutrisi mereka, seperti minum 4 liter air setiap hari, dan 1 liter air setiap jam saat latihan; serta makan 6 kali sehari agar metabolsime menjadi cepat dan bisa meningkatkan konsentrasi.

Menu makanan mereka juga hampir sama dengan sepakbola dan olahraga lainnya, yaitu memperbanyak protein, karbohidrat, serta menghindari lemak.

Apakah atlet sepakbola lebih baik daripada F1?

Membandingkan atlet sepakbola dengan pembalap F1 tentunya akan sangat sulit karena tidak apple to aplle. Namun, dari kondisi kebugaran fisik dan mental, atlet F1 profesional akan terlihat lebih bugar dan lebih sehat daripada atlet sepakbola.

Ini lah yang menjadi alasan, atlet F1 tidak sebanyak atlet sepakbola. Karena banyak hal yang dituntut dari fisik dan mental mereka.

Jika mau dibandingkan secara langsung, atlet sepakbola hampir pasti tidak sanggup jika harus berada di belakang kemudi mobil balap F1 secara rutin.

Tidak seperti atlet F1 yang menu latihannya dapat mencakup bermain sepakbola, pembalap F1 sangat cocok menjadi penyerang ataupun bek tengah yang mengandalkan fisik dan kemampuan menyundul atau duel bola udara, akibat dari kekuatan otot leher, pundak, dan inti tubuh mereka.

Sedangkan menjadi penjaga gawang juga bisa menjadi pilihan bagi para atlet F1 karena kemampuan konsentrasi dan refleks mereka. Hanya saja, mungkin atlet F1 tidak memiliki kemampuan fisik yang memenuhi kebutuhan ideal seorang penjaga gawang, misalnya atletisme dalam melompat dan menangkap bola.

Jadi, sekarang kita sudah paham perspektif bahwa F1 ternyata masuk ke dalam kategori "olahraga". Namun, ini masih tidak menutup kemungkinan ada yang membantah bahwa F1 adalah olahraga. Karena dari lubuk hati terdalam, rasanya aneh melihat balap-balapan yang lebih banyak melibatkan mesin untuk disebut sebagai olahraga.

Sumber: US Soccer Players, James Allen on F1, Health Fitness Revolution, Quartz, Bleacher Report, Soccer Lens, Forbes

Sumber gambar: NBC News. Para pemain Corinthians memakai replika helm (almarhum) pembalap F1 asal Brasil, Ayrton Senna, pada pertandingan di Manaus melawan Nacional AM di Copa do Brasil pada 30 April 2014. Tindakan ini dilakukan dalam rangka peringatan (tribute) kepada Senna, yang merupakan suporter Corinthians. Senna meninggal dunia pada kecelakaan di Grand Prix San Marino pada 1994.

Komentar