Brendan Rodgers berhasil membuktikan kualitasnya sebagai pelatih berkualitas. Setelah pada awal musim klubnya, Liverpool, harus terseok-seok hingga ke papan bawah, kini mereka berhasil bangkit dan kembali ke persaingan menuju tiket Eropa. Liverpool kini berada di peringkat kelima dengan hanya terpaut dua poin dari peringkat 4, Manchester United.
Awalnya semua ragu dengan kualitas Liverpool pasca sepeninggal Suarez. Mereka gagal mendatangkan pemain yang sebanding dengan penyerang Uruguay dan hanya mendatangkan pemain-pemain yang berada satu level di bawah seperti, Adam Lallana, Rickie Lambert, dan Lazar Markovic. Satu pemain lain yang dianggap paling berkulitas untuk bisa menggantikan peran Suarez di lini depan Liverpool, Mario Balotelli, pun gagal menjawab harapan pendukung Liverpool.
Hasilnya, performa Liverpool pun menurun drastis jika dibandingkan dengan musim lalu. Jika musim lalu Liverpool hanya mengalami 6 kali kekalahan hingga akhir musim, pada musim ini mereka sudah menerima 7 kali kekalahan hanya dalam setengah musim. Mereka pun harus terlempar dari papan atas Liga Inggris.
Namun semua mulai menunjukan perubahan. Liverpool kini belum terkalahkan sejak bulan Desember. Mereka berhasil meraih 10 kemenangan dan hanya 3 kali hasil imbang dalam 13 pertandingan terakhir. Hal ini membuat mereka kembali ke papan atas Liga Inggris.
Jika melihat lebih jauh, terdapat beberapa faktor yang membuat Liverpool berhasil bangkit pada paruh musim kedua. Yang paling pertama mungkin kita bisa katakan bahwa pada putaran kedua, para pemain Liverpool baru mulai menyatu. Pasalnya Liverpool memang memainkan banyak pemain baru pada musim ini. Jadi wajar saja jika pemain yang didatangkan dari berbagai klub itu belum bisa bermain bersama-sama.
Namun tentu saja penyebab kebangkitan Liverpool bukan sekedar masalah yang sangat sederhana tersebut. Agak tidak wajar jika hanya karena pemain yang sudah mulai menyatu, Liverpool menjadi tidak terkalahkan, bahkan oleh Manchester City. Pasti ada perubahan yang telah dilakukan Rodgers, sehingga Liverpool berhasil meraih hasil positif pada beberapa pertandingan terakhir.
Penggunaan Formasi 3-4-3
Salah satu perubahan yang paling mencolok tentu perubahan formasi bermain Rodgers dari 4-3-3 ke 3-4-3. Awalnya penggunaan formasi ini diragukan banyak pihak. Apalagi, ketika Rodgers pertama kali memperkenalkan formasi 3 bek ini, Liverpool langsung dipecundangi Manchester United dengan skor telak, 3-0. Namun pertandingan-pertandingan berikutnya menunjukan bahwa kali ini Rodgers tidak salah dalam pengambilan keputusan.
Liverpool berhasil meraih kemenangan demi kemenangan dengan menggunakan formasi ini. Bahkan tidak hanya itu, Liverpool bahkan sedikit demi sedikit berhasil menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir yaitu sektor pertahanan. Dengan menggunakan formasi ini Liverpool berhasil mencatat Clean Sheet sebanyak 7 kali di Liga Inggris. Padahal pada paruh pertama liga, mereka hanya bisa meraih 4 kali clean sheet 16 pertandingan.
Sederhana saja, formasi 3-4-3 yang dimainkan Liverpool akan membuat pertahanan mereka memiliki 3 pemain yang selalu berada di sekitar area kotak penalti. Hal ini tentu akan semakin menyulitkan lawan untuk menemukan ruang di area pertahanan Liverpool.
Ditambah lagi, permainan menyerang Liverpool memang memaksa kedua fullback mereka harus sering naik membantu penyerangan. Hal ini membuat area pertahanan mereka hanya menyisakan dua  bek tengah dan satu gelandang bertahan saat mereka diserang balik.
Kondisi berbeda terjadi saat mereka memainkan 3 bek. Meskipun kedua fullback mereka harus rajin membantu serangan, mereka tetap memiliki 3 pemain bertahan yang dilapisi oleh paling tidak satu gelandang yang berada di tengah. Dengan begitu pertahanan mereka menjadi lebih solid.
Pemain-pemain Penting
Keberhasilan Rodgers dalam membuat Liverpool bangkit tentu juga tidak lepas dari peran beberapa pemain yang berhasil memenuhi harapan Rodgers. Salah satunya adalah pemain muda asal Jerman, Emre Can.
Timbul pertanyaan soal bagaimana Liverpool juga mampu meningkatkan kemampuan mencetak golnya padahal mereka menambah jumlah pemain bertahan dan mengurangi pemain yang ikut menyerang. Salah faktor untuk menjawab hal ini adalah Emre Can. Pemain ini menjadi pemain yang mampu mengatur serangan meski berada di posisi pemain belakang -- sebuah temuan taktikal paling penting yang dilakukan Rodgers di musim ini.
Selain Can, pemain yang membuat Rodgers mampu membuat Liverpool bangkit adalah Jordan Henderson. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemain berusia 24 tahun inilah yang kini menjadi jenderal di lapangan tengah Liverpool. Dialah yang mengatur tempo dan mengalirkan bola Liverpool menuju barisan penyerangan.
Pemain lain yang tidak kalah penting adalah Phillipe Coutinho. Dalam paruh musim pertama, Coutinho bermain sebanyak 13 kali dan hanya menciptakan 7 peluang bagi Liverpool. Sedangkan paruh musim kedua, hingga pertandingan melawan Swansea pekan lalu, Coutinho juga sudah menjalani 13 pertandingan. Dan tercatat, pemain asal Brasil ini berhasil menciptakan 30 peluang bagi Liverpool di paruh musim kedua.
Dalam formasi 3-4-3 Liverpool, Coutinho biasanya ditempatkan pada trio penyerang yang beroperasi di sisi kiri. Namun, pada dasarnya Rodgers memberikan kebebasan pada Coutinho untuk bergerak sesuka hati mencari ruang di area pertahanan lawan.
Coutinho memang tipikal pemain yang lebih senang diberikan kebebasan bergerak ketimbang diplot dalam satu posisi. Pada musim lalu pun Coutinho bermain lebih baik saat dimainkan sebagai gelandang serang di belakang striker yang bisa bergerak bebas dalam formasi 4-2-3-1 atau 4-3-1-2, ketimbang diplot sebagai penyerang sayap kiri.
Dan satu pemain lain yang tidak bisa dilupakan tentu saja Raheem Sterling. Saat Rodgers harus kehilangan Sturridge yang cedera, ia kesulitan mencari penyerang pengganti yang mampu menjalani peran sebaik Sturridge. Raheem Sterling kemudian muncul sebagai jawaban dari permasalahan ini dan membuat Rodgers menemukan satu amunisi baru untuk dijadikan opsi penyerang Liverpool.
Pada dasarnya Sterling merupakan pemain yang memiliki tipikal serupa dengan Coutinho. Pemain ini lebih senang bergerak bebas dan mencari ruang di area pertahanan lawan ketimbang harus berduel memperebutkan posisi. Lagi-lagi, hal ini sejalan dengan pola permainan 3-4-3 yang dimainkan Rodgers saat ini.
Sterling yang ditempatkan sebagai penyerang tengah tidak dibebankan untuk berduel dengan bek-bek lawan. Sterling justru akan berdiri lebih ke belakang, untuk mengincar ruang yang tercipta pada celah antar lini permainan lawan. Dari sini, Sterling yang menerima bola pada ruang kosong akan langsung memberikan ancaman ke gawang lawan, dengan kemampuan menggiring bolanya yang luar biasa.
Musim Depan Untuk Liverpool
Salah satu kalimat yang populer dari pendukung Liverpool adalah, ânext season will be mine!â Setidaknya kalimat ini mungkin selalu diucapkan pendukung Liverpool pada penghujung musim. Pasalnya, Liverpool memang selalu terlihat sangat menjanjikan pada akhir musim. Namun mereka harus mengakhiri kompetisi dengan tangan hampa akibat performa awal musim yang buruk.
Hal ini terlihat dari catatan 3 musim kompetisi yang sudah dijalani Brendan Rodgers. Sejak pertama kali menangani Liverpool di musim kompetisi 2012/2013, hingga musim kompetisi 2014/2015 performa Liverpool memang selalu lebih baik pada paruh kedua musim. Musim lalu Rodgers bahkan hanya mengalami 1 kali kekalahan pada paruh musim kedua.
Namun mereka tetap gagal menjadi juara. Pasalnya, format Liga Inggris tidak seperti Liga Jepang yang masih memungkinkan kesebelasan yang buruk di putaran pertama bisa menebus kesalahannya di putaran kedua untuk merawat peluang juara -- format ala apertura dan clausura yang populer di Amerika Latin. Performa buruk di awal musim membuat mereka sebuah tim sulit menjadi juara meski bermain sangat baik di akhir musim.
Perbandingan performa Liverpool pada paruh musim pertama dan paruh musim kedua dari musim 2012/2013 hingga 2014/2015. Sumber: whoscored.com
Musim ini pun sepertinya sulit bagi Liverpool untuk bisa meraih gelar juara Liga Inggris. Dengan jarak poin yang terlalu jauh dengan pemuncak klasemen dan sisa pertandingan yang hanya tersisa 9 pertandingan, hampir mustahil bagi Liverpool untuk mengakhiri liga di puncak klasemen. Maka musim inipun lagi-lagi pendukung Liverpool hanya bisa mengatakan, ânext season will be mine!â
Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan Rodgers terus berulang di musim-musim berikutnya, jika Rodgers benar-benar ingin mengakhiri penantian panjang gelar juara Liga Inggris bagi Liverpool. Rodgers harus menemukan formula yang membuat klubnya langsung tancap gas sejak awal musim. Dengan begitu, performa luar biasa di paruh musim kedua, akan membuat Liverpool mampu berada di puncak klasemen hingga akhir musim.
Komentar