Tidak ada yang ingin kekalahan, termasuk Chelsea yang selama sepuluh tahun terakhir sudah terbiasa menang. Musim ini, seolah terbentuk rasa bosan yang membuat Chelsea tak ubahnya kesebelasan semenjana; bukan cuma dari hasil pertandingan tapi dari bagaimana mereka mengola tawa di akhir laga yang mestinya berakhir bahagia.
Di Liga Primer Inggris, Chelsea sudah kalah empat kali; sebuah hasil yang membuat mereka mesti bersimpuh di peringkat ke-16 klasemen sementara. Buat siapapun melihat kondisi seperti ini pastilah merasa risi. Melihat Chelsea tak berdaya, timbul pula ribuan tanya; mengapa Jose masih bisa jemawa?
Jose mengklaim diri sebagai pelatih terbaik yang pernah dimiliki Chelsea. Mendepaknya dari kursi pelatih sama dengan memupus sejarah kejayaan Chelsea sendiri. Namun dalam pertandingan menghadapi Southampton, secara taktik, Jose memang pantas didepak. Cara Jose membaca taktik lawan, kelewat payah dan tak membanggakan.
Kekalahan pertama Chelsea saat dijamu Manchester City mungkin bisa dimaafkan. Namun, dua kali kekalahan di kandang atas tim semenjanaâCrystal Palace dan Southamptonâbukanlah hal yang lazim buat kesebelasan dengan komposisi pemain yang dimiliki Chelsea.
Kelemahan di Sisi Kanan
Permasalah utamanya adalah Mourinho seolah tak peduli dengan kekuatan utama tim lawan. Mou tak peduli bagaimana agresifnya Palace dan Southampton saat melakukan serangan dari sayap. Padahal, sisi kanan Chelsea yang dihuni Branislav Ivanovic tak ubahnya besi yang mengalami korosi; sisi tersebut menjadi keropos dan kerap terekspos.
Terdapat dua hal yang menyebabkan korosi: faktor dari diri dan lingkungan. Palace, Southampton, dan Everton memaksimalkan sisi yang dihuni Ivanovic. Dua gol Palace berasal dari sisi Ivanovic, pun dengan dua gol yang dicetak Steven Naismith untuk Everton. Sementara manajer Southampton, Ronald Koeman, menempatkan Sadio Mane yang berposisi sebagai pemain sayap kanan, untuk membantu Dusan Tadic di sisi kiri dengan tujuan mengeksploitasi sisi yang dijaga Ivanovic.
Terdapat penurunan performa yang dialami Ivanovic pada musim ini khususnya saat menggalang pertahanan. Entah karena tidak adanya pesaing di pos yang sama yang bisa saja membuat Ivanovic terlena dengan segala kelemahan yang ia miliki. Di sisi lain, Chelsea juga banyak mengandalkan serangan dari sisi kanan. Ini yang membuat peran Ivanovic menjadi lebih berat karena WillianâterutamaâPedro sering terlambat dalam membantu pertahanan yang menjadikan sisi kanan pertahanan Chelsea menjadi keropos.
Kegagalan Menghitung Kekuatan Lawan
Grafis umpan sepertiga akhir Southampton pada babak kedua yang memaksimalkan sisi kanan pertahanan Chelsea.
Dalam pratinjau pertandingan, penulis menyoroti kekuatan utama Southampton yang berada pada trisula mereka: Tadic-Pele-Mane. Dari tujuh pertandingan yang dilalui, Southampton amat mengandalkan serangan lewat kecepatan Tadic dan Mane. Mereka pun mengandalkan umpan silang sebagai kekuatan utama serangan mereka.
The Saints pun memiliki kecenderungan untuk melakukan tendangan dari luar kotak penalti. Asal ada kesempatan dan ruang, tidak segan-segan Davis ataupun Wanayama melepaskan tendangan kerasâyang juga terjadi pada gol pertama Southampton.
Kecenderungan tersebut semestinya bisa lebih diperhatikan untuk menekan terjadinya gol lewat skema yang sama. Mou sukses memperkuat sisi kiri yang dihuni Cesar Azpilicueta. Hampir semua serangan Southampton ke arah kiri pertahanan Chelsea, bisa dinetralisasi oleh Azpilicueta. Ini yang membuat The Saints lebih memilih sisi yang dihuni Ivanovic untuk dieksploitasi.
Pergerakan Mane dan Tadic di satu sisi menjadi neraka buat Ivanovic. Selain pergerakan yang lambat, bek asal Serbia tersebut kerap salah mengantisipasi pergerakan keduanya.
Mou semestinya sudah memperkirakan hal ini. Satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan menarik Oscar yang tidak maksimal dengan Nemanja Matic. Pos Oscar digantikan Willian, sedangkan Matic berduet dengan Fabregas di tengah. Ramires bisa menghuni pos naturalnya sebagai sayap kanan dengan fokus lebih bertahan. Memberikan perlindungan ganda di sisi kanan pertahanan seharusnya bisa menekan peluang Southampton mencetak gol lewat sisi tersebut.
Dalam beberapa ulasan, Southampton digambarkan sebagai kesebelasan yang gemar mengirimkan umpan silang. Hal tersebut tidaklah salah karena memang begitu kenyataannya. Namun, apa yang dilakukan Southampton bukanlah âumpan silang biasaâ. Para pemain mereka tidak sekadar mengirimkan umpan, tetapi menghitung akurasi dan pergerakan kawan. Artinya, para pemain Southampton kemungkinan besar lebih memilih melewati fullback ketimbang mengirim umpan secara langsung. Kemungkinan Southampton untuk mencetak gol bisa lebih ditekan dengan memberi instruksi untuk terus menghalau laju para pemain sayap The Saints.
Keberhasilan yang Dilakukan
Tak semua hal di Chelsea berakhir dengan sesuatu yang buruk. Mou berhasil memperbaiki ruang antara lini tengah dan lini belakang. Ruang ini pula yang membuat Everton sukses mencetak tiga gol ke gawang Chelsea.
Saat menghadapi Southampton, duet Ramires dan Cesc Fabregas sebagai poros ganda berhasilâsetidaknya selama 43 menitâmelindungi area pertahanan Chelsea. Keduanya kokoh dan padu untuk menghalau serangan demi serangan The Saints. Lebih dari itu, kedisiplinan keduanya membuat Graziano Pelle dan Steven Davis tak bisa banyak berkreasi.
Ketimbang keberhasilan, masih terdapat sejumlah masalah yang masih menjadi pekerjaan rumah buat Mourinho. Faktor konsentrasi menjadi hal utama terutama melihat proses gol kedua Southampton yang dicetak Mane. Kondisi serupa juga terjadi pada gol pertama dan gol ketiga Everton di mana aktor utamanya, John Terry, gagal mengantisipasi pergerakan lawan.
Evaluasi Besar-besaran
Chelsea membutuhkan evaluasi menyeluruh, bukan cuma antar pelatih-pemain tetapi juga manajemen-pelatih. Musim lalu, Chelsea memang menjadi kesebelasan yang paling sedikit kebobolan. Namun, hal tersebut juga ditunjang dengan gaya bermain Mou yang lebih defensif dan lebih sabar saat melakukan serangan.
Musim ini Chelsea bermain jauh lebih terbuka. Anda bisa lihat bagaimana para pemain FC Porto begitu leluasa meliuk-liuk di area permainan Chelsea. Hal serupa juga dilakukan poros ganda Southampton, Victor Wanayama dan Oriel Romeu, seolah Chelsea tak lagi menerapkan pressing ketat dan pertahanan berlapis.
Ini tentu menjadi pertanyaan mengapa Mou ceroboh (?) dengan tidak memaksimalkan kemampuannya dan para pemain yang terbiasa bermain defensif dan berhati-hati. Apakah ini terjadi karena desakan petinggi klub agar Chelsea bermain menyerang dan atraktif?
Apabila benar tentu segala keterpurukan Chelsea hingga pekan kedelapan Liga Primer Inggris tak semestinya ditumpahkan pada Mourinho. Belum lagi kebijakan transfer pemain yang terbilang minor buat Chelsea.
The Blues sejatinya butuh bek tangguh yang berpengalaman. Dari beberapa pertandingan sebelumnya, terlihat kalau kualitas Kurt Zouma belum pantas untuk mengawal lini pertahanan Chelsea. Meskipun memiliki kemampuan bertahan yang baik, tapi koordinasi dengan Terry, misalnya, bisa dibilang burukâseperti yang terjadi saat kalah dari Everton.
Anehnya, Chelsea malah merekrut Pedro yang berposisi sebagai pemain sayap. Padahal, sejumlah pemain sayap seperti Mohamed Salah dan Juan Cuadrado, dianggap tak berkembang di Chelseaâatau mungkin ini merupakan keberhasilan Ed Woodward untuk memaksa Chelsea membeli Pedro. Di lini serang, Chelsea pun memilih meminjam Radamel Falcao yang performanya tak bisa dibilang baik dalam satu musim pertamanya di Manchester United. Di bursa transfer, Chelsea mestinya bisa jauh lebih baik dari itu.
Sebuah hal yang prematur saat Chelsea, dengan segala sumber daya yang mereka miliki, terpuruk di peringkat ke-16. Kita tahu dan yakin kalau Chelsea selalu menargetkan kemenangan dalam setiap pertandingan. Namun, melihat apa yang dilakukan Mou saat menjamu Southampton, kita pun tahu kalau kekalahan pun bisa diciptakan.
Baca juga: Menanti Sinar Pemain Muda Chelsea
foto: scaryfootball.com
Komentar