Salah Kaprah Formasi 2-7-2 Thiago Motta

Taktik

by Ardy Nurhadi Shufi 26425

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Salah Kaprah Formasi 2-7-2 Thiago Motta

Thiago Motta sedang merintis kariernya sebagai pelatih. Usai gantung sepatu per akhir musim 2017/18, dirinya melatih kesebelasan U-19 Paris Saint-Germain (PSG), klub terakhir yang dibelanya. Belakangan, Motta memberikan pernyataan yang cukup menghebohkan tentang formasi 2-7-2.

Formasi 2-7-2 jelas tidak lazim. Biasanya, sebuah kesebelasan bermain dengan pola dasar tiga hingga lima bek. Karenanya, banyak media yang merespons pernyataan Motta tersebut dengan membayangkan formasi 2-7-2 seperti yang dikatakan Motta. Tapi kebanyakan dari mereka justru salah kaprah.

ESPN misalnya. Mereka lantas membuat grafis susunan 11 pemain dengan formasi 2-7-2. Sergio Ramos dan Giorgio Chiellini menempati "2" pemain belakang. Sementara itu, "7" diisi Fernandinho, Sergio Busquets, Manuel Neuer, Marouane Fellaini, dan Felipe Melo, serta Luka Modric dan Cristian Eriksen. Sedangkan "2" terdepan diisi Diego Costa dan Luis Suarez. ESPN membuat ini berlandaskan pernyataan Motta yang berbunyi:

"Penjaga gawang, aku memasukkannya di tujuh pemain tengah. Buatku, penyerang adalah pemain bertahan pertama sedangkan penjaga gawang pemain menyerang pertama. Permainan dimulai dari penjaga gawang, lewat kakinya, dan para pemain depan menekan untuk merebut bola kembali."

Media-media lain kemudian melakukan hal serupa. Para kiper ditempatkan di antara dua bek tengah dan dua gelandang tengah atau menjadi satu di antara dua bek tengah. Mereka juga menceritakan bagaimana tentang perubahan peran kiper di masa depan seperti yang diungkapkan Motta.

Nyatanya formasi 2-7-2 yang diungkapkan Motta terbilang disalah-artikan. Jika mencermati pernyataan asli Motta, ada kalimat penting yang diabaikan atau terlupakan atau terpotong sehingga terjadi misinterpretasi. Begini yang dikatakan Motta pada La Gazzeta dello Sport ketika ditanyai tentang filosofi permainan yang Motta inginkan:

"En comptant de droite a gauche, ce serait un 2-7-2. Le gardien, je le compte dans les sept du milieu de terrain. Pour moi, l’attaquant est le premier défenseur et le gardien le premier attaquant. Le gardien est le premier à commencer l’action en jouant au pied et les attaquants les premiers à faire pression pour récupérer le ballon."

Dalam bahasa Indonesia berarti seperti ini:

"Menghitung dari kanan ke kiri, itu akan menjadi 2-7-2. Penjaga gawang, aku memasukkannya di tujuh pemain tengah. Buatku, penyerang adalah pemain bertahan pertama sedangkan penjaga gawang pemain menyerang pertama. Permainan dimulai dari penjaga gawang, lewat kakinya, dan para pemain depan menekan untuk merebut bola kembali."

Dalam kutipan yang disajikan ESPN, mereka tidak mencantumkan kalimat "Menghitung dari kanan ke kiri". Karenanya kemudian pemahaman atas apa yang diungkapkan Motta keliru. ESPN mungkin mengambil kutipan dari tulisan lain yang memang menghilangkan kalimat pertama tersebut, yang tampaknya dilakukan juga oleh media-media lain.

Motta menjelaskan bahwa formasi 2-7-2 yang dia maksud adalah formasi yang "Menghitung dari kanan ke kiri". Jika disimulasikan, formasi apapun itu, entah 4-3-3, 4-2-3-1, 5-3-2, 3-5-2, 3-4-3, 4-4-2, dan formasi lain seperti yang biasa kita lihat, formasi tersebut sebenarnya bisa juga dimaknai sebagai formasi 2-7-2. Lihat gambar di bawah ini:

Simulasi pola dasar 2-7-2 dalam formasi yang empat bek dan tiga bek.

Empat formasi di atas jika menghitung dari kanan ke kiri, semuanya akan membentuk pola 2-7-2. Kiper yang memulai serangan seperti yang dikatakan Motta pun sudah sering dilakukan oleh pelatih-pelatih lain, apalagi setelah Manuel Neuer menunjukkan keahlian lewat kakinya. Begitu juga dengan penyerang yang menjadi pemain bertahan pertama, Juergen Klopp berhasil memopulerkan kembali gegenpressing di mana para pemain terdepan akan mengintimidasi para pemain bertahan lawan yang sedang menguasai bola.

Yang paling penting dalam "formasi 2-7-2" Thiago Motta adalah timnya memiliki dua pemain sayap di kanan dan dua pemain sayap di kiri, serta tujuh pemain di tengah. Menurutnya, komposisi ini bisa memudahkan pemain yang sedang atau tidak menguasai bola dalam mengambil keputusan.

"Aku ingin timku bermain menyerang, memainkan umpan pendek, menaikkan garis tekanan, dan banyak mobilitas saat bersama atau tanpa bola. Aku ingin ketika pemain mendapatkan bola, mereka bisa mendapatkan tiga atau empat solusi melalui dua rekannya yang berusaha menolong. Bagian sulit dari sepakbola memang lebih sering menyoal melakukan hal-hal yang sebenarnya sederhana, seperti menemukan cara untuk lepas dari kawalan lawan, mengontrol pertandingan, melepaskan umpan,” ujar pelatih berusia 37 tahun itu.

Jadi sebenarnya, 2-7-2 yang dimaksud Motta bukan tentang kiper yang sering berada di area luar kotak penalti untuk memulai serangan. Eks pemain Barcelona ini ingin mengatakan bahwa formasi dalam sepakbola bersifat dinamis, karena yang terpenting adalah bagaimana kesebelasan tersebut bermain.

"Aku tak suka terlalu mengotak-kotakkan formasi karena itu bisa menjebak. Sebuah tim bisa bermain ofensif dalam formasi 5-2-3 dan bermain defensif dalam formasi 4-3-3. Semua itu tergantung pada kualitas para pemain yang ada di lapangan," tukasnya.

Secara bersamaan, Motta juga hendak memberi tahu kita semua bahwa taktik dan strategi sepakbola adalah sesuatu yang kompleks dalam melakukan hal-hal sederhana. Formasi sepakbola tidak sebatas 4-3-3 vs 4-4-2. Selain posisi pemain, ada tugas yang harus dijalankan seorang pemain ketika ia menguasai bola maupun sedang tidak menguasai bola, yang dijelaskan dalam role alias peran.

Dalam menentukan formasi, para pelatih memang tidak seperti sedang bermain PlayStation yang hanya tinggal menentukan formasi apa yang hendak dipakai dan siapa pemain yang akan dimainkan.

Komentar