Pada 17 Februari 1600 silam, Giordano Bruno dibakar hidup-hidup karena dianggap sesat dan bid'ah. Ahli kosmologi yang juga filsuf Italia itu dipandang sebagai salah seorang martir bagi ilmu pengertahuan. Di depan gereja St. Bridget, Bruno dibakar di hadapan masyarakat. Karya-karya ikut hangus dilalap api. Ratusan pasang mata tak bisa melakukan apa-apa. Mereka menyaksikannya dengan getir.
Pada 1889, pemahat Italia, Ettore Ferrari membangun monumen untuk peringatan kematian Bruno. Monumen itu berbentuk patung yang berdiri dan menantang Vatikan. Pada bagian bawah tertulis "A Bruno-Century from Him, di sini dia dibakar". Patung tersebut ditafsirkan agar orang Italia bersatu untuk kebebasan berpikir.
Tahun demi tahun berlalu, monumen bernama Campo de Fiori pernah menjadi saksi banyak hal mulai dari pasar sayur hingga pasar ikan. Seiring dengan tata kota yang diperbarui, pada 2000-an, kawasan tersebut direvitalisasi. Campo de Fiori menjadi tempat wisatawan dan anak-anak muda berkumpul.
Di tempat tersebut, kafe dan pertokoan berjejer meramaikan sekaligus mengurangi keangkeran monumen Bruno. Ketika malam, tidak jarang pendukung sepakbola, yang tidak sedikit dari mereka mabuk, membuat lokasi tersebut menjadi berbahaya.
Begitu juga dengan apa yang terjadi pada Rabu (18/2) malam. Apa yang ditakutkan muncul. 500 orang suporter dari Rotterdam menginjakkan kaki di atas batu granit jalanan Campo de Fiori. Saking mabuknya, mereka berjalan sempoyongan. Padahal peraturan di sana adalah, tidak ada penjualan minuman beralkohol sehari sebelum pertandingan.
Mereka mulai berteriak-teriak, menggunakan aksen Belanda, Inggris, dan Italia yang tidak fasih. Orang-orang yang biasa terlarut dalam kehangatan sepotong pizza atau lasagna pun mulai ketakutan.
Terutama ketika berbagai botol dan benda sekitar, dilempari ke berbagai penjuru. Beberapa toko mulai tutup. Kegaduhan itu menarik kedatangan para kepolisian, tak pelak botol pun dilempar kepada polisi. Sebanyak 23 orang ditangkap dan mereka adalah para suporter kesebelasan sepakbola Feyenoord, kesebelasan yang akan bertanding melawan AS Roma, pada Jumat (20/2/2015) dini hari tadi.
Tidak hanya berbuat rusuh, para suporter Feyenoord seperti ingin menaikkan eksistensi mereka. Stiker-stiker berbau Feyenord, ditempelkan di beberapa tempat di Kota Roma yang bergambar seseorang yang sudah memenggal kepala serigala, berlatar belakang bangunan Colloseum Roma. Tidak hanya propaganda melalui stiker, aksi vandalisme dinding dengan menggunakan cat semprot pun mereka lakukan.
Mereka memang dikenal gemar rusuh di negara orang lain. Stadion Bay Arena Leverkusen pernah menjadi saksi bisu kerusuhan mereka pada 30 Januari 1999. Beberapa fasilitas dirusak dan mereka tertahan hingga seluruh suporter Bayer Leverkusen mensterilkan lokasi.
Nampaknya para suporter Feyenoord tersebut sedang mencari perhatian suporter Roma. Kesebelasan ibu kota yang juga dikenal memiliki ultras yang kuat di Italia. Seperti cerita sebelumnya, justru polisi yang datang menghadang.
Kerusuhan pun ternyata berlanjut jelang pertandingan dimulai. Suporter Feyenoord mengepung monumen bersejarah di Eternal City. Air mancur ikut dirusak, pecahan botol dimana-mana di sekitar monumen yang dibangun pada 1629 tersebut, termasuk 16 dari 24 bus transportasi lokal juga dirusak oleh gerombolan dari Rotterdam tersebut.
Monumen patung Bruno, merupakan saksi gagalnya gerombolan Rottendam memancing amarah suporter Roma. Barangkali, jika bisa tertawa, barangkali Bruno akan terbahak. Jangankan suporter Roma, patung dirinya saja tidak bisa disentuh.
Komentar