Gol dalam sepakbola adalah tujuan utama. Dalam setiap pertandingan, gol adalah hal yang paling dinanti, baik oleh para pemain, pelatih, maupun para penonton. Sebuah pertandingan sepakbola seringkali dianggap tidak menarik jika tidak menghadirkan satu pun gol.
Pemain yang paling memiliki tugas utama mencetak gol tentu saja penyerang. Pemain tengah, belakang apalagi penjaga gawang, tak dituntut untuk mencetak gol sebanyak penyerang. Maka tak heran jika lebih banyak penyerang yang mendapatkan kritikan keras (karena kesulitan mencetak gol) dibanding pemain dari posisi lain.
Bagi seorang penyerang pun mencetak gol adalah kesenangan. Tengok saja Lionel Messi ataupun Cristiano Ronaldo. Meski setiap pertandingan selalu mencetak gol, keduanya selalu menebarkan senyuman atau emosi berlebih saat usahanya berhasil merobek jala lawan.
Tak sedikit pula pemain yang saking ketagihannya dengan mencetak gol, pemain ini terus bermain hingga ia tak sadar umur. Di Inggris, ada Emile Heskey yang meski telah berusia 37 tahun namun masih tetap ditunggu-tunggu golnya, setidaknya bagi pendukung Bolton Wanderers. Di Italia, Antonio Di Natale yang tahun lalu berusia 36 tahun, sampai-sampai membatalkan keputusannya untuk pensiun setelah masih mampu menciptakan sejumlah gol (bahkan hattrick) pada akhir musim 2013-2014.
Hristo Stoichkov, jenius yang pernah mengangkat Bulgaria ke tempat terhormat dalam sepakbola dunia di Piala Dunia 1994, pernah berkata bahwa mencetak gol itu rasanya seperti orgasme. Bahkan si badut pemabuk namun punya sentuhan magis dengan bola, Paul "Gazza" Gascoigne, percaya mencetak gol itu lebih baik dari orgasme (Chris Oakley, Football Delirium, 2007: hal. 139).
Sementara itu, saat ini di belahan dunia lain, terdapat pria tua lain yang masih ingin bermain sepakbola karena masih mampu melesakkan banyak gol dan masih ingin terus merasakan orgasme mencetak gol. Pria tua ini telah menyumbang banyak gol bagi sejumlah kesebelasan Liga Inggris. Kini, di Amerika Serikat, penyerang asal Irlandia ini masih unjuk kebolehannya membobol gawang lawan meski telah memasuki usia 34 tahun.
Ya, pria itu bernama Robbie Keane. Keran golnya masih belum berhenti di usia karir sepakbolanya yang sudah mencapai 18 tahun. Bahkan tampaknya, kisah âKeane dan Golâ masih akan terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depan, baik bersama LA Galaxy maupun bersama timnas Irlandia.
Dari Wolves ke LA Galaxy, dari Pemuda 18 Tahun ke Legenda Irlandia
Penyerang kelahiran kota Dublin, Irlandia, ini mungkin merupakan satu dari sekian banyak penyerang bertipikal no.9 klasik. Tak begitu memiliki kecepatan, namun memiliki penempatan posisi yang baik. Lantas kemampuan penyelesaian akhirnya yang klinis menjadi penyempurna dari kemampuan yang dimiliki Keane.
Atas gaya permainannya ini, ia pun menjadi tandem yang pas bersama Landon Donovan, kapten LA Galaxy. Meski tak menghadirkan trofi Major League Soccer, duet ini berhasil menyumbang tiga trofi MLS Cup pada 2011, 2012, dan 2014.
Kebesaran Donovan yang merupakan kapten timnas AS tak membuat sinar dirinya meredup. Namun gol demi gol terus ia torehkan bersama LA Galaxy. Dan berkat konsistensinya mencetak gol bersama LA Galaxy, Keane pun tetap menjadi ujung tombak timnas Irlandia.
Baca juga artikel tentang Landon Donovan:
Di Irlandia, Keane adalah penyerang sekaligus pemain terbaik. Rekor penampilan terbanyak dan gol terbanyak Irlandia masih dipegang penyerang berusia 34 tahun ini. Bahkan torehan 65 gol dari 138 penampilannya saat ini merupakan salah satu yang terbanyak di Eropa, nyaris melampaui rekor gol Gerd Mueller.
Saat ini, Keane masih merupakan pilihan utama di lini depan Irlandia. Kemampuan mencetak gol yang dimiliki Kevin Doyle (Wolverhampton Wanderers) dan Shane Long (Southampton) masih jauh dari kata setara dengan kehebatan Keane dalam membobol gawang lawan. Doyle, baru mencetak 14 gol dari 61 penampilan. Sementara Long, hanya mencetak 11 gol dari 51 penampilan.
Perayaan gol Keane saat membela timnas Irlandia. (Via: mlssoccer.com)
Keane sendiri masih menunjukkan tajinya di MLS musim yang baru. Saat LA Galaxy menjamu Chicago Fire, Keane turut menyumbang sebiji gol dalam kemenangan 2-0 yang ditorehkan LA Galaxy. Penampilan gemilangnya kala menahan imbang Portland Timbers pun semakin membuat pelatih timnas Irlandia, Martin OâNeil, takkan ragu memanggil Keane.
MLS memang mampu menyajikan apa yang diinginkan Keane: mencetak banyak gol. Keane pun semakin nyaman dengan kiprahnya di LA Galaxy. Meski jasanya masih diminati oleh banyak kesebelasan Liga Primer Inggris, namun Keane menyatakan bahwa dirinya tak tertarik kembali ke Liga yang telah membesarkan namanya tersebut.
Ya, di Inggris, Aston Villa, Leeds United, Liverpool, Tottenham Hotspur, dan Coventry City adalah sejumlah kesebelasan yang pernah ia bela. Ia telah mencetak 126 gol di Liga Primer dari 349 penampilannya.
Keane sendiri mengawali karir professional pertamanya bersama Wolverhampton Wanderers (Wolves). Hebatnya, ia menjalani laga debutnya bersama tim senior saat masih berusia 17 tahun, dan langsung mencetak dua gol.
Meskipun begitu, karirnya pun sempat tersendat ketika ia memutuskan hijrah ke Inter Milan pada musim 2000-2001. Di Italia, ia hanya bermain sebanyak enam kali dan tak mencetak satu gol pun. Karirnya diselamatkan Leeds United yang meminjamnya pada bursa transfer musim dingin, lalu mempermanenkannya pada akhir musim. Setahun berselang, karirnya semakin mengkilap ketika bergabung ke kesebelasan asal London, Tottenham Hotspur.
Kapten di Dua Benua
Meski karirnya di Inggris tak begitu buruk, ia menjadikan LA Galaxy sebagai pelabuhan berikutnya, tempatnya melanjutkan karir. Setelah menampilkan performa mengesankan di MLS, ia pun tetap enggan kembali ke Inggris.
Dari sekian banyak alasan yang bisa dikemukakan kenapa Keane tak mau kembali berkarir di Inggris, alasan yang paling masuk akal adalah MLS membuatnya bisa terus mencetak gol. Dan kemampuannya mencetak gol bisa terus lahir berkat ia bisa bermain dengan tenang tanpa ada beban berat dalam setiap pertandingan yang ia jalaninya.
Ketika membela Tottenham misalnya, tentunya menjadi tekanan berat ketika ia gagal membawa Spurs tak berlaga di kompetisi Eropa. Meski gol demi gol ia torehkan, mencetak 93 gol dari 138 penampilan, kritik akan terus dihujani media jika Spurs bermain buruk.
Keane kala melebarkan 'sayapnya' bersama Tottenham Hotspur. (via: talksport.com)
Berbeda ketika ia membela LA Galaxy. Sepakbola di AS memberikan daya tarik tersendiri. Tak ada ekspektasi tinggi yang dibebankan pada setiap pemainnya. Karena ini, para pemain top Eropa pun mulai berdatangan untuk berkarir di MLS.
âJika anda melihat pemain yang datang ke sini ataupun pemain yang ingin bermain di sini, ini menunjukkan bahwa Liga telah berkembang,â ujar Keane pada Reuters. âStadion baru dibangun, penonton pun semakin bertambah banyak, meningkat dengan pesat.â
Baca juga artikel terkait MLS lainnya:
Selain berhasil mencetak 54 gol dari 85 penampilan bersama LA Galaxy, Keane pun merupakan kapten tim LA Galaxy. Menjadi kapten dan idola pendukung LA Galaxy tentunya membuat Keane semakin betah menjalani karirnya. Dan ia pun akan menjadikan AS sebagai tempat terakhirnya bermain hingga ia memutuskan untuk gantung sepatu.
âSaya masih memiliki kontrak satu tahun bersama LA Galaxy, dan kami tengah membicarakan kontrak baru saat ini,â ujar Keane pada RTE, sebuah acara sepakbola di Irlandia. âTampaknya, saya akan bermain untuk beberapa tahun lagi di sini.â
Keane memang tak sabar untuk menantikan musim berikutnya. Pasalnya, pada bursa transfer musim panas Eropa musim ini, LA Galaxy akan kedatangan salah satu gelandang terbaik Inggris yang saat ini bermain bersama Liverpool. Ya, siapa lagi kalau bukan Steven Gerrard. Bersama mantan penggawa timnas Inggris tersebut, Keane yakin karirnya akan semakin cemerlang pada musim depan.
âSteven [Gerrard] akan menjadikan kekuatan skuat ini menjadi lebih hebat. Ia adalah pemain yang fantastis, dan ia pun memiliki pribadi yang luar biasa. Saya telah berbicara dengannya, dan ia sangat-sangat tak sabar untuk bermain di sini. Saya benar-benar menantikannya.â
Dengan apa yang telah ia torehkan saat ini, LA Galaxy tampaknya tak akan kesulitan untuk memberikan kontrak baru pada Keane. Pun begitu dengan para pendukung LA Galaxy, mereka akan dengan tangan terbuka menerima Keane sebagai kapten mereka musim depan, bahkan untuk beberapa musim ke depan.
Sementara itu, Keane masih akan terus mencetak banyak gol bagi LA Galaxy. Meski sudah berusia 34 tahun, ketajamannya masih belum menurun. Musim lalu, ia mencetak 20 gol di MLS, dengan hanya satu yang diciptakan dari tendangan penalti. Dan musim ini, satu gol dari dua pertandingan telah menjadi bukti bahwa Keane siap terus merentangkan tangannya saat merayakan gol yang ia ciptakan. Orgasme lagi dan lagi.
Dan dengan itulah usia tua menjadi bisa lebih bermaknsa.
foto: fullfifa.com
Komentar