Di masa lalu, stadion sepakbola hanya digunakan untuk pertandingan sepakbola saja. Dalam perspektif kesebelasan sepakbola, umumnya ini berarti setiap kesebelasan akan mendapatkan uang dari tiket pertandingan setidaknya setiap satu atau dua pekan sekali.
Namun, sekarang ini zaman sudah berubah. Stadion modern membutuhkan identifikasi yang lebih daripada pertandingan olahraga saja demi mendapatkan keuntungan harian, bukan lagi setiap satu atau dua pekan.
Pernyataan itu timbul jika kita membicarakan pemasukan untuk stadion, alias uang. Uang yang terlampau sangat banyak sekali yang dihabiskan untuk membangun stadion (oleh siapapun yang membangunnya) harus "balik modal" dan menghasilkan pendapatan yang tinggi pula. Sudah menjadi takdir dalam sebuah investasi.
Stadion memang memiliki potensi komersial yang tinggi.
Memaksimalkan komersialisasi stadion bukan semata hanya untuk uang pemasukan saja, tetapi juga kontribusinya kepada masyarakat lokal.
Stadion yang dimiliki oleh kesebelasan misalnya, mereka biasanya memiliki banyak strategi pemasaran untuk memaksimalkan potensi pemasukan stadion.
Seperti tempat parkir harian (jika stadion terletak di tengah kota), menyediakan restoran stadion, toko pernak-pernik resmi (megastore), tur stadion, museum kesebelasan, sampai bersedia untuk menyewakan stadion untuk konser, festival, dan bahkan acara olahraga lainnya.
Misalnya saja Stadion Wembley yang dirancang juga agar bisa dipakai untuk berbagai konser, dan bahkan sempat disulap menjadi tontonan olahraga tinju dalam 18 jam.
Beberapa kisah stadion dari luar negeri:
Tujuh Hal yang Dibenci Fans Inggris di Stadion
Ide Brilian untuk Memanfaatkan Stadion Piala Dunia dari Dua Arsitek Prancis
Stadion Bertenaga Surya Pertama di Dunia
Kursi Stadion Abbey Membuat Pantat Van Gaal Gatal
Standar FIFA dalam Penggunaan Stadion
Seperti yang pernah kami bahas sebelumnya, dalam setiap pembangunan atau penyewaan stadion untuk dipakai dalam sebuah pertandingan sepakbola, FIFA telah merancang standar khusus yang diatur dalam "Football Stadiums: Technical recommendations and requirements".
Pada intinya FIFA memang menjelaskan fungsi utama stadion sepakbola adalah untuk menggelar pertandingan sepakbola. Namun, dalam perancangan pembangunannya (Bab 1: Pre-construction decision), stadion juga harus mempertimbangkan aspek lain selain acara olahraga (bukan hanya sepakbola).
Dalam kaitannya dengan penggunaan stadion, selain akses yang memiliki standarnya sendiri, di situ juga disebutkan jelas bahwa stadion disarankan untuk bisa mengadakan acara olahraga lain dan juga acara hiburan yang bertujuan untuk "meningkatkan tingkat pemakaian dan juga keuangan".
Seperti yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini juga, tingkat pemakaian stadion memang sangat sedikit. Tidak seperti pusat perbelanjaan misalnya, stadion mungkin hanya dikunjungi paling sering satu kali sepekan, sangat jarang bahkan sampai dua kali sepekan. Maka sudah sewajarnya stadion yang seharusnya berisik malah seringkali menjadi tempat yang hening.
Acara atau pertandingan olahraga yang tidak selalu ada setiap hari ini juga akan mengancam eksistensi stadion, karena selain perawatan, stadion juga membutuhkan pemasukan. Lihat lah kembali kata "perawatan" di depannya, bahkan perawatan sendiri membutuhkan uang yang banyak.
Kemudian dalam mengisi hari-hari kosong tersebut, FIFA sangat merekomendasikan agar stadion bisa dipakai untuk keperluan lain yang berhubungan dengan pemilik stadion (misalnya kesebelasan) dan juga lingkungan sekitarnya (misalnya untuk parkir atau disewakan untuk acara lain).
Biaya perawatan stadion memang sangat mahal, tapi stadion yang tidak terpakai secara rutin justru akan meningkatkan potensi terbengkalainya infrastruktur di dalamnya. Contohnya saja toilet yang jadi tak terawat.
"Stadion sepakbola dapat digunakan untuk acara hiburan seperti konser, festival, aksi teater, dan acara lainnya," seperti yang tertulis dalam dokumen resmi FIFA tersebut.
Baca juga salah satu tulisan terkait kami di #AboutTheGame Detik Sport:
Pentingnya Stadion dalam Pengelolaan Kesebelasan Sepakbola
Apakah Stadion yang Lebih Besar Bisa Menjamin Kesuksesan?
Berkontribusi kepada komunitas lokal
Dalam standar lainnya yang dirancang oleh UEFA ("UEFA Guide to Quality Stadium"), dijelaskan bahwa tujuan utama stadion modern adalah agar fasilitas ini menjadi bagian penting untuk komunitas dan lingkungan sekitar.
Memaksimalkan keuntungan dan nilai stadion untuk komunitas lokal dapat dilakukan dengan melibatkan stadion dalam acara-acara yang berbasis masyarakat sekitar. Ini lah kenapa stadion seringkali disewakan.
Secara tidak langsung juga, dengan berdirinya stadion maka akan menyediakan lahan pekerjaan untuk masyarakat sekitar, apalagi jika stadion sering digunakan (bukan hanya untuk pertandingan olahraga).
"Stadion yang baik harus menjadi bagian dari kegiatan komunitas sehari-hari; setidaknya akan menyediakan lahan pekerjaan dan bisa menjadi sumber pemasukan bagi bisnis lokal. Fasilitas perawatan dan kesehatan bisa dibuat terbuka untuk umum pada hari biasa, ini akan meningkatkan kontribusi pada layanan masyarakat," seperti yang tertera di dalam dokumen tersebut.
Selain itu juga tertulis: "Stadion bisa dipakai untuk acara olahraga lain, konser, festival, dan bahkan acara keluarga seperti pernikahan."
Pernyataan yang masih senada dengan yang tertulis dalam dokumen FIFA, mengingat dokumen ini adalah turunan langsung dari standar FIFA.
Penggunaan stadion untuk banyak acara ini selain bisa berkontribusi kepada komunitas lokal, juga bisa meningkatkan kreativitas dalam pengelolaan stadion.
Konflik kepentingan dalam penggunaan stadion
Ada banyak contoh stadion yang digunakan untuk acara selain olahraga. Namun, jika kita ingin membicarakan konflik kepentingan dalam penggunaan stadion, bahkan konflik sempat terjadi ketika stadion sama-sama digunakan untuk acara olahraga, meskipun olahraganya berbeda.
Hal ini pernah terjadi pada tim nasional Inggris di akhir tahun lalu.
Pada Oktober 2014, manajer timnas Inggris, Roy Hodgson, kesal karena lima hari sebelumnya Stadion Wembley yang akan dipakai oleh Inggris untuk pertandingan kualifikasi Euro 2016, malah dipakai untuk pertandingan NFL (American football).
Ia mengatakan bahwa lapangan "tidak dalam kondisi terbaik" dan dia "tidak senang" dengan situasi tersebut.
Hal ini tidak terjadi sekali saja, nyatanya sudah berkali-kali Wembley digunakan untuk NFL, bukan hanya untuk tinju. Tidak sampai di situ, Wembley juga akan menggelar beberapa pertandingan NFL tahun ini. Kegiatan semacam ini merupakan bagian integral dalam rencana bisnis Wembley.
Hubungan FA dengan NFL semakin harmonis karena prospek menjanjikan yang sangat menguntungkan, bukan hanya untuk pertandingan NFL di Wembley yang selalu sold-out (pendapatan 3 juta poundsterling setiap pertandingannya), tapi juga dalam hal keuntungan pariwisata di sekitar stadion seperti hotel, restoran, dan lain-lain.
Selain keberpihakan FA yang aneh itu, satu hal yang juga mengherankan adalah bahwa kontrak timnas Inggris di Wembley hanya sampai tahun 2017 saja. Jika kontrak ini tak diperpanjang, maka timnas Inggris bebas memainkan partai kandangnya dimana saja di seantero Inggris.
Apalagi ditambah kabar bahwa pada tahun 2018 ada wacana NFL yang ingin memiliki sebuah tim yang bermarkas di Wembley. Waralaba NFL ini memang akan menjadi mesin uang yang menguntungkan bagi FA sebagai pemilik Wembley.
Direktur Wembley, Roger Maslin, mengatakan bahwa ia yakin jika stadion bisa menggelar pertandingan NFL, namun juga sambil mengatakan bahwa "sepakbola adalah prioritas".
Kasus stadion yang tidak bisa menghidupi diri mereka sendiri
Konflik seperti yang terjadi di atas memang menimbulkan tanda tanya yang besar mengenai prioritas. Tapi seperti yang kita semua tahu, tidak ada masalah dalam perencanaan penggunaan stadion.
Jika kita mengambil contoh di atas saja, tidak ada masalah berupa bentroknya waktu jika Wembley ingin digunakan untuk konser, pertandingan tinju, pertandingan NFL, atau yang lainnya. Seluruh kegiatan sudah terjadwal sejak jauh-jauh hari.
Sebaliknya, stadion yang hanya mengandalkan acara olahraga sebagai pemasukan, bisa jadi mengalami kebangkrutan.
Dengan niat awal agar stadion fokus saja di satu jenis olahraga, seperti sepakbola, maka lapangan stadion akan terawat karena penggunaannya hanya satu jenis. Namun, banyak contoh stadion yang bangkrut akibat tidak bisa menghidupi diri mereka sendiri. Tanpa pemasukan, stadion tidak bisa melakukan perawatan untuk menjaga eksistensi mereka.
Estadio LluÃs Sitjar (Palma de Mallorca, Spanyol), Estadio Insular (Spanyol), Stade des Charmilles (Geneva), Estadio Fonte Nova (Salvador, Brasil), Stadion Za LuÃ?à ¾ánkami (Brno, Ceko), sampai Stadion Palaran (Samarinda) menjadi stadion yang sekarang seolah "mati" tanpa kegiatan apapun, bahkan acara olahraga sekalipun. Stadion Fonte Nova bahkan sudah dihancurkan.
Perawatan rumput stadion
Daripada bernasib sial seperti banyak contoh stadion di atas, maka ada baiknya stadion dijaga daya gunanya untuk acara selain olahraga. Namun, konsekuensi umum ketika stadion dipakai untuk acara lain selain olahraga adalah pada beberapa ruang stadion dan juga tentunya bagian utama pada stadion itu sendiri, yaitu lapangan.
Untuk ruang dalam stadion, misalnya saja dalam konser, ruang ganti pemain akan dipakai menjadi tempat istirahat bagi artis atau untuk meletakkan peralatan. Ini direkomendasikan langsung oleh FIFA.
Sedangkan urusan lapangan langsung berkaitan dengan rumput yang sangat berisiko untuk mengalami kerusakan.
Dalam "Football Stadiums: Technical recommendations and requirements", lebih dianjurkan untuk menggunakan rumput artifisial. Rumput artifisial di sini tidak melulu musti rumput sintetis yang masih menimbulkan banyak perdebatan, tapi juga tetap rumput asli, hanya saja ditanam pada medium yang bukan langsung di tanah stadion.
Ini lah kenapa rumput stadion modern bisa diangkat, digulung, atau diganti dengan mudah. Secara tidak langsung akhirnya rumput artifisial lebih memakan waktu dan biaya yang relatif lebih cepat dan murah untuk digunakan secara multifungsi.
Namun, banyak acara juga bisa diadakan di atas rumput alami tapi harus dilapisi untuk waktu tertentu, seperti yang akan dilakukan pada konser One Direction di Gelora Bung Karno nanti misalnya.
Beberapa tulisan kami yang berkaitan dengan perdebatan penggunaan rumput sintetis:
Bukti Nyata Bahaya Penggunaan Rumput Sintetis
Risiko Cedera Bermain di Lapangan Sintetis vs Lapangan Alami
Ketika Kesebelasan-kesebelasan Inggris Tolak Rumput Sintetis
Kisruh Penggunaan Rumput Buatan pada Piala Dunia Wanita 2015
Ancaman Kanker dari Lapangan Rumput Sintetis
Seperti yang diketahui, rumput membutuhkan lima hal utama untuk bertahan hidup, yaitu air, cahaya, karbondioksida, oksigen, dan nutrisi.
Stadion kebanggaan kita, Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta, menggunakan jenis rumput manila atau Zoysia matrella. Jenis rumput ini memang merupakan jenis rumput terbaik untuk pertandingan sepakbola, yang pernah kami bahas dalam tulisan berikut ini.
Mengutip dari CNN Indonesia (Di Balik Rumput Stadion Gelora Bung Karno), Pusat Pengelola Komplek (PPK) GBK melakukan pemotongan rumput dua kali dalam satu pekan, sedangkan pemupukan dua hingga tiga kali dalam sebulan.
Yang mengherankan, 15 persen pendapatan yang didapatkan PPK harus disetorkan ke negara. Pendapatan mereka adalah dari banyak kegiatan komersial seperti penyewaan stadion.
Konsekuensi dari yang terjadi di atas adalah dana yang hanya sebesar 85 persen saja yang bisa digunakan untuk perawatan area GBK.
Kegiatan komersial dan kerja sama yang dilakukan oleh GBK antara lain adalah dari konser, pameran, dan kegiatan partai politik. Jika tidak ada kegiatan komersial, maka perawatan stadion pun tidak akan berjalan.
Ini lah kenapa mungkin kita harus bersyukur karena One Direction melaksanakan konser mereka di stadion GBK. Hal ini tentunya mendatangkan banyak uang yang nantinya akan dipakai untuk biaya perawatan stadion.
Kasus One Direction vs agenda timnas Indonesia, sebenarnya bisa dibaca sebagai belum kompatibelnya industri hiburan (musik) dengan industri sepakbola. Saat industri musik sudah demikian rapi merancang semunya, bahkan mengurus pemesanan dua tahun sebelumnya, industri sepakbola Indonesia masih tertatih-tatih. Jadinya tak nyambung. Yang satu sudah merancang dua tahun, satunya dua bulan.
Yang mana yang harus mengalah? Sepakbola karena membawa nama bangsa? Tapi, kan, Pengurus PSSI bilang sepakbola milik FIFA? Atau promotor yang harus mengalah? Kalau mengalah, siapa yang harus membayar kompensasi pembatalan ini itu? PSSI? Ya tidak mungkin.
Kasus ini akan terus terjadi ketika industri musik tak nyambung dengan industri sepakbola. Jadwal yang disusun 2 tahun sebelumnya ya sukar dibayangkan akan aman dari bentrokan dengan sepakbola jika jadwal kompetisinya baru disusun sebulan dua bulan.
Beberapa kisah stadion dari tanah air:
Jalan Panjang dan Berliku Menuju Stadion
Cerita Toilet-Toilet di Stadion
Presiden dan Sepakbola Indonesia: Membangun Kejayaan Lewat Sebuah Stadion
6 Alasan Kenapa Anda Masih Harus Menonton Sepakbola Indonesia di Stadion
Stadion Utama Riau: AntaraEuforia, Uang, dan Kekuasaan
Di Bawah Lindungan Stadion
Keheningan di Soreang
Solusi yang malah menjadi masalah untuk Indonesia
Dalam rekomendasi FIFA, ada beberapa aspek dalam menyiasati stadion yang digunakan untuk acara selain olahraga (bukan hanya sepakbola). Faktor terpenting dalam menyiasati hal ini adalah penjadwalan.
Biasanya pengelola stadion akan melakukan perencanaan waktu kapan-kapan saja akan ada pertandingan sepakbola di stadion tersebut. Maka pada waktu ini seharusnya jadwal kompetisi sudah pasti.
Jika tanggal-tanggal sudah didapatkan, maka masyarakat sekitar akan dengan mudah mengetahui kapan saja stadion akan kosong dan bisa disewa untuk acara lain. Intinya, jangan sampai jadwal bentrok.
Jadwal acara berselang dua sampai tiga hari bukan masalah yang serius, asal rumput tetap dijaga kondisinya. Bahkan Wembley pernah membuktikannya dengan dua acara berbeda yang hanya berselang 18 jam!
Faktor lainnya yang sayangnya malah menjadi masalah di Indonesia, kepemilikan stadion harus jelas. Ini lah kenapa peran stadion sangat lah penting dalam pengelolaan kesebelasan sepakbola.
Kepemilikan ini tentunya akan berdampak langsung pada kepedulian si pemilik dan/atau pengguna. Sayangnya, kepemilikan stadion di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang diperhatikan.
Satu-satunya cara agar stadion di Indonesia bisa dipakai multifungsi dengan baik berarti mengerucut kepada solusi dari rekomendasi FIFA: perencanaan yang matang, penggunaan rumput artifisial (tidak harus rumput sintetis), kepastian jadwal, serta kepemilikan stadion yang kembali harus ditegaskan.
Seolah jackpot, keempat solusi dan rekomendasi FIFA di atas malah menjadi masalah klinis di tanah air dan bisa menimbulkan banyak perdebatan lagi.
Bayangkan, jika stadion itu milik pemerintah, jangan protes jika disewakan untuk konser One Direction, Metallica (gambar paling atas), Linkin Park, SNSD, atau sampai "Konser Dua Jari Jokowi" misalnya.
Jika stadion rusak akibat disewakan, bukannya kita malah menyalahkan si penyewa, si pemberi sewa, si pemakai (yang bisa jadi kita sendiri), atau si perawat stadion, tapi kembali ke awal tulisan ini: stadion bukan hanya untuk olahraga, kok.
Jika sepakbola tak selalu sanggup menghidupi (perawatan) stadion, mempertimbangkan tawaran dari acara-acara non-olahraga jadi hal yang masuk akal. Dan itu artinya stadion tersebut justru hidup, terus bedenyut, tak seperti Stadion Mane Garrincha yang kini jadi pangkalan bis atau Stadion Palaran yang jadi tempat semak dan alang-alang berbiak.
Jadi masih mau protes? Kepada siapa? FIFA?
Tulisan terpopuler kami: One Direction, GBK, dan Mengapa Harus Keliru Memaki?
Komentar