Nino Ciccarelli, pemimpin bersejarah dari Viking Inter, dihilangkan namanya dari dunia Curva. Ini adalah kisah buruk seorang pemimpin yang dua belas tahun mendekam di penjara, akibat dakwaan perkelahian di tempat parkir dan perampokan bersenjata. Nino memutuskan untuk memberitahu tentang hidupnya dan perbuatannya yang selalu mendiskriminasi, setelah merasakan sakitnya tiga puluh tahun dikutuk di kota Milan.
Seorang wartawan dari Gazzetta dello Sport, Giorgio Specchia, yang juga salah satu pendiri dari kelompok yang sama, diperbolehkan untuk memuat kisah tentang Nino. Kini, Nino selalu senang jika sang kawan mengungkapkan wawasan yang baru dan menarik kepada pembaca.
Salah satu kasus yang menjeratnya adalah tentang kematian Nazzareno Filippini, pendukung Ascoli,  yang tewas pada 1988 akibat bentrokan antara pendukung Inter dan Ascoli. Dari beberapa sumber, seluruhnya menjurus kepada Nino yang ikut terlibat dalam perkelahian dan harus berakhir di penjara. Ia juga hampir setiap minggunya terlibat kasus pembunuhan, sesuatu yang memang mengerikan. Nino, dalam penuturannya, tidak sekalipun menutup-nutupi kesalahannya.
Spacchia pun menuliskan kisah tersebut dalam buku "Il teppista" (yang artinya Sang Preman). Buku itu merupakan barang terlaris di Milan hingga merambah ke kalangan anak-anak metropolis dan punk. Hal yang mendorong itu semua karena memuat kisah antargenerasi, yang kisahnya tentu saja diawali dengan sepakbola.
Viking lahir tahun 1984, di Milan, di mana terdapat orang-orang yang candu dengan minuman, mereka yang membeli obat-obat, yang terlibat perkelahian hingga penikaman, serta menjalankan perjudian ilegal: di tengah-tengah semua aspek itu di Milan, nama Nino selalu ada.
Baca juga:Â Broken Windows, Saling Hantam Suporter Sepakbola Tanpa AkhirÂ
Bahkan, Nino bisa dikatakan sangat royal dengan memberikan 12 juta lira ke teman-temannya, dengan alasan uang itu tidak sadang ia pergunakan.
Dalam wawancara yang dimuat oleh calciomercato.com pun Nino mencertitakan bagaimana ia kembali ke lingkaran para pendukung Inter saat derby berlangsung. Ya, memang tidak mudah bagi orang yang baru keluar dari penjara selama 12 tahun dalam kasus kekerasan hingga mencemarkan suatu nama komunitas atau institusi. Nama Nino pun hingga bertahun-tahun coba untuk ditutupi. Ada dua hal yang membuat nama Nino ditutupi; Pertama, kisahnya yang beringas dan akan menambah deretan panjang kekerasan di kelompok Viking Inter; Kedua, ia membenci wartawan.
Suatu hari, Nino pernah memergoki pemain Inter yang mabuk seusai kekalahan di derby. Tentu saja Nino berang. Ia pun memaki pemain tersebut dengan alasan tak ingin kejadian itu terungkap di surat kabar.
Wartawan memang dipandang sebagai penjahat oleh komplotan Nino di Curva Nord. Koran-koran, khususnya olahraga, tidak lagi dibaca oleh orang-orang dari Curva Nord. Namun, lambat laun Nino menyadari jika bermusuhan dengan wartawan adalah hal yang salah. Ia pun kini menyesali itu karena hingga kini kebiasaan tidak mau membaca surat kabar masih terus berlanjut hingga kini.
Dengan cara menjadi orang yang lebih baik, Nino perlahan dapat kembali merasakan atmosfir derby della Madonnina. Nino juga menambahkan jika laga derby kota Milan kini tak berbahaya lagi setelah melewati era 80-an. Di era tersebut derby kota Milan selalu menimbulkan korban jiwa dan luka-luka. Atas dasar itu pula sang preman yang telah bertobat ini tidak kesulitan untuk hadir di stadion saat laga besar. Hari-hari menjadi Interisti pun perlahan mampu ia nikmati tanpa kembali terlibat di dalam lingkaran hitam.
Baca juga:Â Merindukan Derby della MadonninaÂ
Komentar