Broken Windows, Saling Hantam Suporter Sepakbola Tanpa Akhir

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Broken Windows, Saling Hantam Suporter Sepakbola Tanpa Akhir

Memasuki bulan Maret 2015 kekerasan terjadi kepada Nick Cruwys suporter Watford FC oleh suporter Wolverhampton Wanderes. Cruwys sampai mengalami koma di Rumah Sakit Birmingham’s Queen Elizabeth.

Masih dalam bulan Maret ini kekerasan hooligan sepakbola kembali terjadi di Liga Inggris. Kali ini suporter Cambridge United bernama Simon Dobbin ditemukan terkapar dengan luka serius di kepalanya usai meyaksikan laga League two antara Cambridge yang bertandang ke Roots Hall Stadium, kandang Southend United, Sabtu (21/3) pekan lalu.

Pertandingan itu sendiri berakhir imbang tanpa gol. Tidak ada yang salah dengan 791 pendukung Cambridge yang datang ke Essex, daerah asal Southend selama pertandingan berlangsung 90 menit.

Begitu juga dengan Simon bersama tiga kawannya yang sempat mampir ke pub Spread Eagle Essex untuk menonton pertandingan Rugby sambil menunggu jadwal kereta Prittlewell Essex. Lokasi pub yang disinggahi Simon cuma berjarak beberapa mil dari Stadion Roots Hall dan 500 meter menuju Stasion Kereta Api Prittlewell.

Akan tetapi ketika keluar dari pub Simon mendapatkan masalah. Sekitar 15 supoter Southend datang sambil bernyanyi dan berteriak-teriak. Ketika Simon dan kawan-kawannya keluar pintu mereka dilempar papan reklame oleh suporter Southend hingga kaca pecah. Dan perkelahian pun terjadi.

Simon yang kalah jumlah akhirnya terkapar di jalanan dekat pub. Namun hal tersebut tidak membuat pendukung Southend menghentikan aksinya. Badannya terus ditendangi para suporter Southend seperti bola yang ditendang manusia.

Keadaan terus mencekam sampai 20 mobil dan satu helikopter polisi datang membubarkan para perusuh dengan gas air mata sekitar pukul 19.20 malam. Seluruh orang yang masih berada dalam pub diinstruksikan agar tetap di tempat selama satu jam tidak boleh keluar, setiap orang dimintai rincian tentang nama, alamat, memakai alat pindai elektronik.

Cerita-cerita lain tentang hooliganisme dan kerusuhan suporter sepakola lainnya bisa disimak di bawah ini:

Isu tentang ISIS yang sedang ramai membuat sebuah kelompok anti-Salafiyah bernama Hooligan Gegen Salafisten

Badan Intelejen Brasil yakin bahwa akan banyak pembuat onar dari Inggris dan Argentina di Piala Dunia 2014 lalu

Kisah kelam perseteruan di sepakbola Bosnia menjadi kisah lama ditinggalkan karena belajar dari rasa sakit perang saudara.


Dari sebagian suporter Southend yang melarikan diri hanya dua orang yang ditangkap polisi ketika kerusuhan. Dua hooligan tersebut berumur 33 dan 23 tahun dibawa ke kantor polisi Essex, sedangkan Simon yang sudah terkapar tidak berdaya dilarikan ke Rumah Sakit Southend University.

Di sisi lain usut punya usut terlihat dari rekaman video, suporter kedua belah pihak keluar bersama ke jalanan dari Stadion Roots Hall. Padahal keamanan para suporter di Liga Inggris memiliki sistem pengawalan bernama bubble matches. Dalam sistem tersebut setiap pertandingan sepakbola memiliki tiga kategori, A yang paling aman, B intensitas sedang, dan C yang berpotensi kerusuhan.

Aturan bubble matches melakukan pengawalan kepada kedua belah pihak terutama suporter tamu yang datang ke daerah kesebelasan berlawanan. Suporter tamu akan diantar kepolisian dari mulai sebelum menuju stadion, hingga setelah pertandingan menuju stasiun yang mengantarkan mereka pulang.

Akan tetapi jika melihat video rekaman usai laga Southend melawan Cambridge tidak diterapkan sistem bubble matches. Memang pertandingan Cambridge melawan Southend tidak memiliki catatan permusuhan dan rivalitas yang tinggi. Cambrige hanya memiliki sekelompok hooligan bernama Abbey Riot Squad yang bermusuhan dengan suporter Luton Town FC.

Di sisi lain baik itu rivalitas atau bukan, kini Simon sedang koma karena otak kirinya mengalami kerusakan. Begitu juga dengan pinggul, tulang rusuk dan hidungnya patah. Bahkan hingga Rabu (25/3) lalu, hidupnya masih bergantung ke alat pendukung kehidupan rumah sakit. Menurut dokter yang menanganinya Simon dalam keadaan kritis dan jika pulih kembali ia terancam tidak bisa berjalan normal lagi.

Penggalangan dana untuk Simon pun digalakan para pendukung Cambridge sehari usai laga Southend melawan Cambridge. Kali ini pencarian uang bantuan dibuat lebih kreatif dibandingkan suporter lainnya. Pada hari Minggu (22/3) di Mildenhall Town Football Club digelar liga sepakbola tanpa kekerasan yang diikuti kedua suporter Cambridge dan Southend.

Usai pertandingan, dilanjutkan dengan pesta barbeque, undian dan disko. Kendati terbilang hura-hura namun seluruh dana disumbangkan kepada keluarga Simon untuk biaya pengobatan, transportai, akomodasi dan kebutuhan umum keluarga Simon lainnya.

Apapun caranya, berapapun dana yang didapatkan untuk Simon, pada dasarnya dukungan terbaik pasti diharapkan bisa membantu kepulihan bapak tiga anak tersebut. Tentunya berharap Simon bisa kembali menonton sepakbola kembali, seperti Nick Cruwys suporter Watford FC yang sudah pulih kembali sejak dikeroyok suporter Wolverhampton pada awal Maret lalu.

Namun pertanyaanya adalah sampai kapan korban koma akibat kekerasan suporter sepakbola benar-benar hilang? Mungkin sampai teori broken-windows tentang pembusukan sosial pada aras mikrokosmos mulai disadari para suporter. Bahwa nyawa yang hilang karena saling hajar sampai mampus itu benar-benar bodoh.

Komentar