Pembicaraan tentang Derby Tyne-Wear yang mempertemukan Newcastle United dan Sunderland memiliki banyak pemaknaan. Mulai dari segi kebangsaan, balas dendam, kepahlawanan, sampai pengkhianatan.
Lee Clark merupakan tokoh kunci ketika membawa Sunderland promosi ke Liga Primer Inggris tahun 1999. Tapi di sisi lain, mayoritas keluarga dan teman-temannya adalah penggemar berat Newcastle. Sukses mengantarkan Sunderland ke Liga Primer, Lee langsung hengkang ke Fullham. Di sana ia bermain sampai tahun 2005. Namun demikian, keputusan paling kontroversial yang dibuatnya adalah saat memutuskan untuk bergabung dengan Newcastle di awal musim 2005/2006.
"Pergilah kau ke neraka," seperti itu kira-kira tanggapan suporter Fullham tentang keputusannya untuk bergabung dengan The Magpies, julukan Newcastle.
Cerita pengkhianatan di antara kedua kesebelasan tersebut sering terjadi dan Clark bukanlah yang pertama. Tahun-tahun ini pun ada cerita yang serupa dengan Lee Clark. Lihatlah bagaimana Jack Colback memutuskan untuk hijrah ke Newcastle tahun 2014 lalu. Padahal, ia merupakan salah satu penyumbang gol bagi Sunderland ketika memenangkan Derby Tyne-Side musim 2013/2014 dengan skor 3-0.
Baru-baru ini cerita pengkhianatan yang membikin panas kedua kubu terjadi lagi. Sunderland memang mendapatkan pengganti Dick Advocaat di posisi manajer dengan cepat dalam diri Sam Allardyce. Akan tetapi perlu diingat bahwa mantan manajer West Ham United tersebut juga pernah menukangi The Magpies pada musim 2007/2008.
Tapi Allardyce tetap tenang menghadapi pertandingan keduanya bersama Sunderland di Liga Primer Inggris 2015/2016, yang sekaligus menjadi partai tandang pertamanya di Stadium of Lights. Walaupun melakoni laga derby memang memberikan beban dan tanggung jawab lebih, ia menginginkan agar skuatnya tetap tenang. Sejauh ini, skuatnya memang lebih adem ayem ketimbang musim lalu. Agaknya, John O'Shea yang secara terang-terangan enggan berjabat tangan dengan Colback adalah bukti bahwa Derby Tyne-Wear tidak pernah menjadi laga yang biasa-biasa saja.
"Tugas saya adalah mengingatkan para pemain tentang pentingnya pertandingan ini dan mengontrol emosi mereka," ujar Allardyce seperti dikutip dari Fourfourtwo.
Allardyce tahu betul bahwa emosi yang berlebihan bukannya tak mungkin bakal menjadi bumerang buat mereka. Apalagi The Black Cats belum meraih satu pun kemenangan sejak ditukangi Advocaat.
Gelandang Sunderland, Lee Cattermole, yang paham akan pentingnya Derby Tyne-Wear juga mengamini apa yang diucapkan oleh pelatihnya tersebut. Menurutnya, ia dan teman-temannya punya kewajiban untuk membikin derby kali ini menjadi laga yang panas. Ditambah lagi, Cattermole merupakan pesepakbola yang tumbuh di timur laut Inggris. Artinya, ia memang dibesarkan di tengah-tengah konflik kedua kesebelaan itu. Dan sebagai pemain The Black Cats, tentunya keberhasilan Newcastle dalam memenangkan satu pertandingan di Liga Primer Inggris musim ini menjadi beban tersendiri buatnya.
Kendati Steve McClaren, manajer Newcastle, akhirnya memberi kesebelasannya kemenangan, namun bakal jauh lebih hebat jika ia berhasil memenangkan derby akhir pekan ini. Terakhir kali Sunderland kalah dalam Derby Tyne-Wear pada tahun 2011, saat masih dilatih oleh Steve Bruce. Setelahnya, Sunderland tak pernah gagal memetik poin. Makanya, untuk kali ini pun, agaknya The Black Cats masih punya alasan logis untuk sedikit jemawa.
Sumber : Daily Mail
Sumber Lain : 90 Minute, Independent, Mirror.
Komentar