Ketika tak ada kompetisi resmi di sepakbola Indonesia, Piala Presiden 2015 dan Piala Jenderal Sudirman (PJS) 2015 muncul menjadi turnamen yang sedikit banyak bisa memenuhi dahaga pecinta sepakbola Indonesia. Kedua turnamen tersebut juga sudah menggelar laga puncak di Gelora Bung Karno, Jakarta, dan memunculkan siapa yang menjadi juaranya.
Piala Presiden 2015 menunjuk Persib Bandung sebagai juaranya setelah mengalahkan Sriwijaya FC, Minggu (18/10/2015). Sementara Piala Jenderal Sudirman menjadikan Mitra Kukar juara setelah menaklukan Semen Padang pada akhir pekan lalu, Minggu (24/01).
Kendati sama-sama bertajuk partai puncak pada sebuah kompetisi 2015, namun kedua pertandingan itu memiliki beberapa aspek yang berbeda. Berikut perbandingan-perbandingan antara dua final Piala Presiden maupun PJS yang dihelat satu tahun ke belakang.
Animo Berat Sebelah
Final Piala Presiden yang mempertemukan Persib dengan Sriwijaya mengundang animo sangat besar. Hal itu tidak lepas dari fanatisme suporter kedua kesebelasan tersebut. Seperti yang diketahui jika Persib memiliki suporter yang sangat fanatik dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Sementara itu suporter Sriwijaya semakin signifikan seiring dengan prestasi-prestasi yang diraih di berbagai kompetisi domestik.
Tapi, suporter Persib yang akrab disapa Bobotoh, tampak lebih antusias menghadiri GBK saat itu. Mereka menginginkan euforia terulang kembali seperti ketika Persib menjuarai Liga Indonesia 1994/1995 di GBK. Alhasil, kendati pengorbanan tidak sebesar ketika meraih juara Indonesian Super League (ISL) 2014 di Gelora Jakabaring Palembang, namun puluhan ribu Bobotoh tetap hadir memenuhi stadion berkapasitas 88 ribu tersebut.
baca juga Menjadi Bobotoh di Jakarta: Tidak Ada Pesta di Jakarta
Animo besar juga hampir terulang ketika final PJS 2015 belum lama ini. Namun antusiasme yang besar itu hanya menjadi milik para suporter Semen Padang. Bisa dibilang suporter Semen Padang lebih fanatik dan banyak ketimbang Mitra Kukar. Pasalnya antusias sepakbola Semen Padang sudah dibangun sejak 1980-an, ketimbang Mitra Kukar (sebelumnya bernama Niac Mitra) yang baru muncul ke permukaan beberapa tahun ke belakang. Maka tak heran jika suasana di GBK lebih didominasi warna merah sebagai identitas Semen Padang.
Apalagi para pendukung Semen Padang juga tersebar banyak di Pulau Jawa dan sekitarnya. Mengingat jika etnis Minang yang gemar merantau. Dalam etnis tersebut ada anjuran jika para pemuda harus merantau jika ingin sukses, kemudian pulang ke Padang dengan membawa hasil yang membagakan.
Di laga final PJS juga terdapat penonton asing. Siapakah mereka? Penonton Asing di Final Piala Jenderal Sudirman
Maka tidak salah jika final PJS 2015 di GBK menjadi ajang silaturahmi suporter Padang perantauan. Orang-orang Padang yang merantau di Jakarta seolah menjadi tuan rumah karena tidak sedikit yang menyambung hidup ibu kota. Maka siapapun suporter Semen Padang yang datang dari berbagai penjuru, sudah dianggap seperti saudara.
Kotak nasi masakan padang yang berserakan dan dibagikan di GBK seolah menjadi simbolisasi penyambutan dari para suporter Semen Padang rantauan domisili Jakarta. Selain menjadi konsumsi, kotak-kotak dan bungkusan Masakan Padang itu menjadi ucapan selamat datang untuk saudara berdarah Padang.
Sistem Keamanan yang Lebih Santai
Ketika menjelang final Piala Presiden diselenggarkaan, Ibu Kota Indonesia mendadak mencekam karena disebut sedang dalam situasi siaga I. Pengamanan superketat dan berlapis disiapkan pasukan gabungan dari aparat-aparat keamanan Indonesia baik di Kawasan GBK atau beberapa titik di Jabodetabek. Hal itu karena Jakarta akan didatangi puluhan ribu Bobotoh yang notabene musuh besar bagi suporter mayoritas di Jakarta, The Jak Mania.
Ditakutkan ada bentrokan antara Bobotoh dengan The Jak Mania, apalagi jika berkaca dari pasca pertandingan final ISL 2014. Beberapa bagian dari The Jak pun menyatakan menolak final Piala Presiden digelar di GBK karena berbagai alasan, salah satunya soal keamanan. Sementara itu final Piala Jenderal Sudirman disiapkan dengan keamanan yang lebih tenang. Tidak ada penjagaan ketat berlapis yang disiapkan aparat kemanan. Penjagaan ketat hanya difokuskan di area GBK saja, tidak mencakupi area-area Jakarta atau perbatasan lainnya.
Hanya saja final Piala Jenderal Sudirman lebih mewaspadai aksi-aksi teror, mengingat kejadian teror di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari lalu masih cukup hangat. Sehingga keamanan final PJS 2015 melibatkan pasukan Densus 88. Total, final Piala Jenderal Sudirman mengerahkan pasukan gabungan sekitar 10 ribu personel. Jumlah tersebut senilai dengan personel keamanan yang hanya diturunkan Polda Metro Jaya ketika final Presiden 2015.
Status Finalis Membuat Keraguan
Awalnya, final PJS 2015 dianggap tidak menarik. Pasalnya laga puncak mempertemukan kesebelasan yang jarang menghuni papan atas kompetisi domestik sejak dulu. Semen Padang belum pernah menjuarai Liga Domestik selain Liga Prima Indonesia (LPI) 2011/2012. Di LPI pun peta kekuatan kesebelasan sepakbola Indonesia tidak merata karena terbagi dengan ISL. Sementara Mitra Kukar baru eksis di kompetisi domestik sejak menentukan promosi ke ISL dari Divisi Utama 2010/2011.
Maka bukan tanpa alasan jika animo partai final PJS 2015 berat sebelah. Antusias hanya tersedot dari suporter Semen Padang saja yang datang lebih banyak dan menggelar nonton bareng di berbagai titik Kota Padang. Status finalis PJS 2015 berbeda dengan Piala Presiden 2015. Persib memiliki sejarah panjang di liga domestik, suporternya pun fanatik dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Situasi kesebelasannya pun semakin membaik dalam beberapa tahun terakhir dan dipenuhi pemain bintang. Begitu juga dengan Sriwijaya yang tidak kalah dihuni pemain-pemain berkualitas dan selalu menghuni papan atas liga domestik era ISL.
Wajah dari Finalis dan Juara Baru
Pada final PJS 2015 menghadirkan Mitra Kukar sebagai juara baru di Indonesia. Mereka berhasil menggulingkan kesebelasan yang memiliki perjalanan di liga domestik lebih kental. Perlu diketahui, Mitra Kukar baru promosi ke divisi teratas Liga Indonesia pada musim 2011/2012.
Karenanya pertemuan Semen Padang dengan Mitra Kukar yang menghadirkan juara baru membuat peta kekuatan sepakbola di Indonesia lebih merata. Bukan tidak mungkin dengan juaranya Mitra Kukar akan semakin meningkatkan animo dan kekuatan para suporternya di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang menjadi home base Mitra Kukar.
Selain soal juara baru, final PJS ini juga menghadirkan bintang baru di pesepakbolaan Indonesia. Regulasi turnamen sendiri wajib melibatkan pemain muda di mana hal ini melahirkan wajah-wajah baru yang segar dan berkualitas. Bahkan Mitra Kukar mengorbitkan Rudolf Yanto Basna yang menjadi pemain terbaik PJS 2015 meski ia masih berusia usia 20 tahun.
Bukan mustahil jika Basna akan menjadi pemain penting bagi Kesebelasan Negara Indonesia di masa mendatang. Selain Basna masih banyak pemain muda berbakat lainnya termasuk rekan setimnya seperti Yogi Rahadian, Rizky Pellu, Septian David, Syahrizal, atau Dinan Javier. Begitu juga Semen Padang yang memiliki pemain muda berkualitas semacam Hendra Bayauw, Isryad Maulana dan lainnya.
Duel finalis yang bertabur pemain muda ini tentunya berbeda dengan final Piala Presiden yang mempertemukan Persib dan Sriwijaya. Persib dan Sriwijaya dihuni oleh pemain-pemain bintang atau yang sudah lama berkecimpung di persepakbolaan Indonesia.
Komentar