Juventus akan bertandang ke markas Olympique Lyon pada matchday 3 Grup H Liga Champions Eropa 2016/2017 yang digelar Rabu, 19 Oktober 2016. Namun laga ini tampaknya akan menjadi spesial tersendiri bagi salah satu penggawa Juventus, Miralem Pjanic, karena ia pernah membela Lyon selama tiga musim.
Hubungan Pjanic dan Lyon memang cukup spesial. Gelandang asal Bosnia & Herzegovina ini mengalami perkembangan pesat setelah bergabung ke kesebelasan yang bermarkas di Parc Olympique Lyonnais ini. Bahkan bisa dibilang, jika ia tak singgah ke Lyon, mungkin Pjanic tak akan bisa menjadi Pjanic yang seperti sekarang ini.
Sebelum memilih Lyon, Pjanic sebenarnya dihadapkan oleh banyak pilihan yang lebih menggiurkan. Real Madrid, Barcelona, Arsenal, Chelsea, Bayern Munich, Juventus, AC Milan dan Internazionale Milan, hingga Olympique Marseille dikabarkan tertarik memboyongnya dari FC Metz yang Pjanic bela saat itu.
Tapi keputusannya memilih Lyon ternyata sangatlah tepat. Di Lyon, ia mendapatkan mentor spesial, yakni Juninho Pernambucano. Keduanya memang berposisi sama, gelandang serang. Juninho sendiri saat itu merupakan salah satu ikon Lyon.
Kemampuan Juninho pun kemudian banyak terserap pada permainan Pjanic. Secara permainan, keduanya memang memiliki gaya yang tak jauh berbeda. Tak memiliki keunggulan pada kecepatan, skill individu di atas rata-rata, visi bermain mumpuni, serta memiliki umpan-umpan yang akurat.
Namun yang paling diwariskan Juninho pada Pjanic adalah kemampuan dalam mengeksekusi tendangan bebas. Bersama Juninho, Pjanic terus berlatih tendangan bebas, sementara saat itu ia tak banyak mendapatkan kesempatan bermain (hanya lima kali bermain sejak menit pertama). Juninho memang dikenal sebagai raja tendangan bebas kala itu.
"Mire selalu tertarik dengan teknik tendangan bebas saya," ujar Juninho pada 2015 seperti yang dilansir ESPNFC. "Ia selalu bersama saya setelah latihan berakhir untuk berlatih tendangan bebas. Kami mendiskusikan banyak hal."
"Saya masih mengingat bagaimana ia berusaha keras. Saya mengatakan padanya bahwa mengulangi hal yang sama adalah hal yang paling penting untuk menjadi seorang eksekutor tendangan bebas yang handal. Mungkin melelahkan, tapi itu adalah hal terpenting," tutur gelandang asal Brasil tersebut.
Hal di atas pun diakui Pjanic. Ia mengakui berkat Juninho-lah dirinya bisa menjadi sekarang ini, raja tendangan bebas. Gelandang berusia 26 tahun ini pun melakukan apa yang dikatakan Juninho, khususnya terkait terus menerus berlatih tendangan bebas.
"Saya berlatih sekitar 10 ribu tendangan bebas dari segala sudut di lapangan. Seharusnya butuh 10 tahun untuk mempelajarinya, tapi saya mendapatkan bantuan dari Juninho," tutur Pjanic seperti yang dikutip football-italia.
Namun kebersamaan Pjanic dan Juninho di Lyon hanya bertahan selama satu musim saja. Pada awal musim 2009/2010, Juninho bermasalah dengan pemilik Lyon, Jean-Michel Aulas. Kontraknya yang masih tersisa satu tahun diputus, di mana kemudian Juninho memilih kesebelasan asal Qatar, Al-Gharafa, sebagai pelabuhan berikutnya.
Berakhirnya era Juninho bersama Lyon yang berjalan selama delapan musim menjadi awal kemunculan Pjanic bersama Lyon. Bahkan Pjanic dengan percaya diri mengambil nomor punggung delapan yang merupakan nomor kebesaran Juninho setelah Juninho hengkang.
"Pada tahun 2009, sebelum musim dimulai, saya meminta izin pada Juninho untuk menggunakan nomor punggungnya," tutur Pjanic seperti yang dikutip harian Bosnia, Bosnische. "Ia tak memberikan saya tekanan, ia justru memberi saya banyak dukungan."
Setelah itu, Pjanic mulai memamerkan kemampuan tendangan bebasnya yang ia pelajari selama satu musim bersama Juninho. Bahkan gol pertamanya untuk Lyon pun ia ciptakan lewat tendangan bebas saat Lyon bersua Anderlecht di ajang Liga Champions.
Namun pada musim berikutnya, 2010/2011, kariernya di Lyon mulai terganggu setelah Lyon mendatangkan pemain yang seposisi dengan dirinya, Yoann Gourcuff. Di awal musim, pelatih Lyon saat itu, Claude Puel, lebih memilih Gourcuff ketimbang Pjanic. Namun pada pertengahan musim, Puel mencoba memasang Gourcuff dan Pjanic secara bersamaan. Hanya saja skema ini tak berjalan efektif, di mana akhirnya keduanya sering bergantian mengisi susunan pemain.
Meskipun begitu, hal tersebut tak memengaruhi ketertarikan AS Roma untuk mendatangkannya. Sempat bermain di lima pertandingan Lyon pada awal musim 2011/2012, gelandang kelahiran 2 April 1990 ini diboyong Roma dengan nilai transfer 11 juta euro pada tenggat transfer musim panas 2011.
Bersama Roma, Pjanic semakin memamerkan kemampuan eksekusi bola matinya. Bahkan pada 2015, sang guru, Juninho, tak sungkan untuk mengatakan bahwa Pjanic merupakan eksekutor tendangan bebas terbaik saat ini.
"Sulit membandingkan dirinya dengan saya, karena saya tidak suka membicarakan diri saya sendiri dengan berlebihan. Tapi Mire memiliki kualitas. Ia mungkin merupakan eksekutor tendangan bebas terbaik dunia saat ini," ujar Juninho seperti yang dikutip L`Equipe.
"Tidak, saya sangat yakin: Dia adalah yang terbaik. Tendangannya sangat efisien dan konsisten. Itu adalah hal yang paling sulit. Terlebih, ia memiliki banyak variasi tendangan, bergantung pada jarak tembak," tuturnya
Hal inilah yang mungkin membuat Juventus dengan berani mengaktifkan klausul transfer Pjanic bernilai 38 juta euro dari AS Roma pada musim panas 2016. Karena seperti yang kita ketahui, Juventus tak memiliki pemain spesialis tendangan bebas setelah berpisah dengan Andrea Pirlo pada akhir musim 2014/2015.
Sekarang, Pjanic akan kembali ke Parc Olympique Lyonnais. Meski kini telah berseragam Juventus, ingatannya tentang seragam Lyon yang ia bela selama tiga musim tentu saja akan langsung kembali muncul. Akan menarik jika nantinya Pjanic berhasil membawa Juventus mengalahkan Lyon dan turut mencetak gol dan golnya dicetak lewat tendangan bebas. Jika hal itu terjadi, Juninho pasti akan tersenyum lebar.
Baca juga: Pjanic, Gelandang Ideal untuk Variasi Taktik Allegri
foto: L`Equipe.com
Komentar