Pada awal musim 2015/2016, Dean Hoyle, chairman dari sebuah kesebelasan Divisi Championship Inggris, Huddersfield Town, merekrut orang yang ia anggap "seseorang yang tidak dikenal dan gila" dari Jerman untuk mengisi posisi manajer Huddersfield. Sekarang, orang "tak dikenal dan gila" itulah yang mengantar Huddersfield naik level ke Liga Primer Inggris musim depan. Ia adalah David Wagner.
Jika kita menarik waktu ke masa-masa akhir 2015 menjelang awal 2016, pada masa itu Huddersfield tengah berada di dalam kesuraman. Manajer sebelumnya, Chris Powell, tidak sanggup mengangkat penampilan dari The Terriers yang bercokol di papan bawah klasemen Divisi Championship. Merasa tidak ada peningkatan, manajemen Huddersfield pun memecat Powell, dan menggantinya dengan Wagner.
Pada awal kedatangannya, Dean menganggap Wagner ini adalah sosok yang "tak terkenal dan gila". Tapi, justru "kegilaan" Wagner-lah yang membuatnya dikenal seantero Yorkshire, bahkan sampai dikenal seantero Inggris Raya.
Sempat tidak cemerlang di awal kedatangan
Mulai menangani Huddersfield pada November 2015, pelatih asal Jerman ini tidak langsung serta merta mengangkat penampilan The Terriers yang kala itu masih terpuruk. Ia sempat tidak cemerlang pada awal kedatangan, dan pada akhirnya hanya sanggup mengantarkan Huddersfield finis di posisi 19 (dari 24) klasemen pada akhir kompetisi Divisi Championship 2015/2016.
Hasil tidak gemilang yang diraih oleh Huddersfield pada musim 2015/2016 memang bukan sepenuhnya salah Wagner. Kondisi kesebelasan saat itu yang memang tidak begitu baik, sisa peninggalan dari manajer sebelumnya membuat ia tidak bisa berbuat banyak dan pada akhirnya hanya sanggup menahan Huddersfield agar tidak terdegredasi ke League One musim selanjutnya.
Memasuki musim 2016/2017, dengan proses penguatan skuat yang pelatih berusia 45 tahun itu lakukan, Huddersfield mulai berbenah.
Mengajak skuat menjadi survivor di sebuah pulau di Swedia
Memasuki musim 2016/2017, selain berbenah dengan mendatangkan beberapa pemain baru macam Chris Löwe, Christoper Schindler, Jack Payne, Rajiv van La Parra, serta lima pemain pinjaman yang menjadi pemain yang berpengaruh seperti Aaron Mooy (dipinjam dari Manchester City), Danny Ward (kiper pinjaman dari Liverpool), Elias Kachunga (Ingolstadt), Kasey Palmer, dan Isaiah Brown (keduanya dari Chelsea), Wagner melakukan sesuatu yang terbilang cukup unik.
Ia membawa kesebelasannya melakukan sebuah perjalanan selama empat hari ke Swedia sebelum musim 2016/2017 dimulai. Selama empat hari, para pemain Huddersfield tinggal di sebuah pulau tak berpenghuni di lepas pantai Swedia. Di sana, mereka tidak dibekali oleh koneksi internet, sinyal telepon, kasur empuk, toilet, bahkan tidak dibekali listrik sama sekali.
"Kami benar-benar berada di alam liar ketika itu. Tak ada listrik, kasur empuk, internet, sinyal telepon, dan toilet. Jika kami lapar, kami harus segera mengambil alat pancing untuk memancing ikan. Jika kami kehausan, kami harus berjalan ke danau dan mengisi botol minum kami. Jika kedinginan, kami harus mencari kayu untuk membuat api," ujar Wagner tentang perjalanan empat hari ke Swedia bersama para pemainnya, seperti dilansir Daily Mail.
Walau harus menderita selama empat hari, tapi secara tidak langsung hal ini membuat para pemainnya menjalin sebuah ikatan yang begitu kuat. Ikatan inilah yang merekatkan para pemain Huddersfield, sehingga mereka bisa tampil begitu kompak di atas lapangan dalam ajang Divisi Championship 2016/2017.
Pendekatan taktik mirip Klopp
Kekompakan ini pun membuat para pemain Huddersfield mampu menjalankan taktik yang diterapkan oleh Wagner sebagai bagian dari revolusi yang ia lakukan di tubuh The Terriers. Pernah bekerja sama dengan Klopp ketika melatih skuat Borussia Dortmund II, pendekatan taktik yang ia terapkan hampir mirip dengan apa yang diterapkan oleh Klopp (mungkin juga sama dengan apa yang diterapkan oleh Hannes Wolf, manajer VfB Stuttgart).
Pressing ketika kehilangan bola dan juga ketika bola sampai ke area sayap, serta tidak ragu untuk menekan sampai ke daerah pertahanan lawan adalah taktik yang kerap dimainkan oleh Wagner bersama Huddersfield. Ketika menyerang, ia akan menyerang dengan cepat segera setelah bola berhasil didapatkan. Dengan menerapkan formasi dasar 4-2-3-1, ia melakukan sistem pressing dan serangan yang energetik dengan tidak menyediakan ruang bagi lawan untuk berkreasi di lapangan.
Jika para pemain Huddersfield tidak kompak dan tidak bergerak bersama kita menekan, bukan tidak mungkin apa yang Wagner terapkan di dalam skuat The Terriers tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
"Kegilaan" yang akhirnya membuat Wagner dan Huddersfield jadi terkenal
Segala apa yang sudah Wagner lakukan di Huddersfield, dalam rangka revolusi yang tengah ia lakukan, bisa dibilang langkah yang memang gila. Tinggal di sebuah pulau tak berpenghuni di Swedia selama empat hari, serta menerapkan taktik dan permainan yang secara fisik dan mental begitu menguras, hanya sekian dari kegilaan yang Wagner mungkin lakukan di Huddersfield.
Namun, segala kegilaan yang dilakukan oleh Wagner di Huddersfield memberikan dampak positif tersendiri bagi kesebelasan yang bermarkas di Stadion John Smith`s ini. Penampilan yang lebih kompak dan berenergi dari para pemain The Terriers membuat kesebelasan ini berhasil menanggalkan status mereka sebagai kesebelasan bulan-bulanan di Divisi Championship.
Sampai akhirnya, meskipun meraih produktivitas gol yang minus dua, pada akhir musim 2016/2017 mereka sampai pada sebuah pencapaian yang mungkin tidak mereka sangka-sangka, yaitu babak play-off Divisi Championship untuk menentukan siapa yang akan lolos ke Liga Primer musim selanjutnya. Huddersfield pun berhasil mengalahkan lawan-lawan mereka dan akhirnya lolos ke Liga Primer musim 2017/2018 usai mengalahkan Reading lewat adu penalti dalam babak final play-off Divisi Championship.
Berawal dari kegilaan, berakhir menjadi keterkenalan sekaligus hasil positif baik itu bagi Huddersfield Town, maupun untuk David Wagner sendiri.
***
Menjadi gila, walau terdengar sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif, memiliki makna yang lebih besar dan jauh daripada itu. Menjadi gila berarti menjadi orang yang berani berbeda, dan menabrak nilai-nilai konvensional yang ada untuk menciptakan sesuatu yang baru. Wagner berhasil melakukannya di Divisi Championship di Inggris bersama Huddersfield. Revolusinya sekarang berbuah promosi yang didapat oleh kesebelasannya ke Liga Primer musim 2017/2018.
Kita masih akan menunggu kegilaan macam apa yang ia siapkan untuk Liga Primer musim depan. Tapi rasanya, menjadi gila dan beda saja belum cukup untuk membuat Huddersfield bisa sukses atau bahkan sekadar bertahan di Liga Primer. Akan tetapi, di akhir musim ini adalah saat yang tepat bagi mereka untuk menikmati seluruh jerih payah mereka selama satu musim.
Si "orang Jerman yang tidak dikenal dan gila" itu, sekarang menjadi dikenal oleh banyak orang, justru karena kegilaannya. Ialah David Wagner, si sosok pembawa revolusi di Huddersfield.
foto: @SquawkaNews
Komentar