Real Madrid mewujudkan ambisinya untuk meraih trofi ke-12 mereka di ajang Liga Champions. Trofi tersebut didapat setelah Merengues menjungkalkan Juventus di partai final Liga Champions 2017 yang digelar Minggu (4/6) dini hari WIB tadi. Skor 4-1 menunjukkan tangguhnya El Real untuk Si Nyonya Tua.
Dengan 12 trofi, maka Real Madrid semakin mengukuhkan diri sebagai kesebelasan terbaik Eropa. Torehan tersebut semakin meninggalkan catatan kesebelasan-kesebelasan terbaik Eropa lainnya di Liga Champions. AC Milan baru mengoleksi tujuh, sementara Bayern Muenchen, Barcelona dan Liverpool baru punya lima gelar.
Faktanya, Liga Champions memang akan selalu lekat dengan Real Madrid. Hal ini tak lepas dari bagaimana sejarah adanya kejuaraan antar kesebelasan Eropa ini.
Pada 1955, Real Madrid yang saat itu menjuarai La Liga dua kali secara berturut-turut mengusulkan adanya pertandingan antar kesebelasan juara liga bergengsi di Eropa. Presiden Real Madrid saat itu, Santiago Bernabeu Yeste, menjadi pionir dalam mewujudkan adanya turnamen antar kesebelasan Eropa ini atas usul seorang jurnalis asal Prancis, Gabriel Hanot.
Di lima edisi pertamanya, kala itu masih bernama European Cup, Real Madrid keluar sebagai juara. Kesebelasan-kesebelasan yang dihadapi di partai final pun bukan kesebelasan sembarangan. Stade Reims yang dua kali dikalahkan, merupakan berstatus juara Ligue 1 Prancis. Begitu juga AC Milan, Fiorentina, dan Frankfurt yang ketika itu menjadi juara di liga masing-masing.
Dari sinilah Real Madrid dikenal sebagai penguasa Eropa. Para pemain terbaik di seantero Eropa menjadikan Real Madrid sebagai kesebelasan idaman. Sejak diakuisisi oleh Santiago Bernabeu Yeste pada 1945, Madrid memang menjadi salah satu kesebelasan kuat di Spanyol. Bahkan daya tarik Real Madrid yang ketika itu sudah memiliki akademi Cantera (sekarang bernama La Fabrica), membuat Jenderal Franco menjadikan El Real sebagai kendaraan politiknya untuk menjungkalkan Athletic Bilbao dan Barcelona, kesebelasan yang berasal dari kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari Spanyol.
Alfredo Di Stefano yang memberikan kejayaan bagi Real Madrid (lima trofi European Cup) memang didapatkan secara licik dari Barcelona oleh Real Madrid, dengan adanya pengaruh kekuasaan Franco. Tapi peran para pemain lulusan akademi Cantera pun tak bisa dianggap sebelah mata. Juan Santisteban dan Ramon Marsal adalah dua pemain lulusan Cantera yang menjadi bagian dari kesuksesan Real Madrid saat itu. Belum lagi pemain-pemain lain yang memang tertarik oleh popularitas Real Madrid saat itu, seperti Raymond Kopa (Prancis) dan Ferenc Puskas (Hungaria). Selain itu Francisco Ginto dan Hector Rial sudah bergabung dengan Real Madrid sebelum mereka menjuarai Liga Champions.
Maka bisa dibilang, sejak diambil alih oleh Santiago Bernabeu Yeste dan didukung kekuasaan Jenderal Franco, Real Madrid telah menjelma menjadi kesebelasan impian para pemain terbaik tidak hanya di Eropa, tapi juga di seluruh dunia. Karena tak sedikit pemain Amerika Latin yang menjadi bagian dari kejayaan Real Madrid, seperti Rogelio Dominguez (Argentina), Canario (Brasil), Jose Santamaria (Uruguay), termasuk Di Stefano yang berasal dari Argentina.
Setelah itu kesebelasan di negara lain, dengan berkembangnya format European Cup, mulai berbondong-bondong menyaingi Real Madrid. Hal ini dikarenakan Real Madrid mencoba untuk meraih kesuksesan dengan talenta-talenta dari Cantera. Hanya saja meski di La Liga mereka masih mendominasi, di European Cup Real Madrid paceklik gelar; hanya meraih satu gelar juara pada periode 1966 hingga 1995.
European Cup yang sudah lama tak diraih Real Madrid saat itu pun berubah menjadi Liga Champions pada 1992. Lewat format baru ini, Real Madrid kemudian mengakhiri paceklik gelar Liga Champions dengan meraih gelar ketujuh mereka pada 1998. Saat itu Real Madrid mengalahkan Juventus di partai puncak dengan skor 1-0. Momen inilah yang menjadi titik awal Real Madrid kembali diakui sebagai salah satu kesebelasan terbaik di Eropa.
Baca juga: Makna Delapan Bintang di Logo Liga Champions
Keberhasilan Real Madrid kala itu tak lepas dari kepemilikan Real Madrid yang berpindah tangan pada Lorenzo Sanz pada 1995 yang menginginkan Real Madrid kembali berjaya di kejuaraan antar kesebelasan Eropa. Meski Real Madrid dihuni pemain-pemain bintang, namun ketika itu pemain yang dibeli tidak dengan nilai transfer yang tinggi. Roberto Carlos misalnya, diboyong dari Inter hanya dengan biaya enam juta euro. Clarence Seedorf dengan 8,6 juta euro, Davor Suker 11 juta euro, dan Predrag Mijatovic dengan 14 juta euro.
Begitu juga dengan skuat Real Madrid ketika menumbangkan Valencia di final Liga Champions 2000. Pemain di luar Spanyol yang membela Real Madrid di laga tersebut hanya Carlos, Steve McManaman, dan Nicolas Anelka. Sisanya merupakan pemain Spanyol, sebagian dari akademi La Fabrica seperti Iker Casillas dan Raul Gonzalez.
Pada awal millennium, Real Madrid sendiri kembali berganti kepemimpinan. Florentino Perez terpilih sebagai presiden baru Real Madrid untuk menggantikan Sanz pada 2000. Ini menjadi awal dari era baru Real Madrid, karena Perez punya proyek bernama Los Galacticos, yaitu skuat yang dihuni oleh-oleh pemain terbaik di dunia.
Standar Real Madrid setelah diakuisisi Perez menjadi sangat tinggi, yang kemudian bertahan hingga saat ini. Sampai sekarang, hanya pemain-pemain terbaiklah yang akan bergabung dengan Real Madrid. Hal tersebut merupakan dari upaya Real Madrid untuk bisa menjadi juara Liga Champions setiap musimnya, yang semakin menjadi kompetisi bergengsi di Eropa.
Era Los Galacticos pertama yang diisi oleh Luis Figo, Zinedine Zidane, David Beckham dan bintang-bintang lainnya, langsung memberikan gelar Liga Champions kesembilan bagi Real Madrid. Pada 2002, Zidane mencetak gol kemenangan untuk mengubah skor 2-1 kala menghadapi Bayer Leverkusen.
Los Galacticos yang diisi para pemain terbaik dunia menjadikan Real Madrid punya standar tinggi dalam perekrutan pemain. Real Madrid menjelma menjadi kesebelasan yang diimpikan banyak pemain terbaik di dunia. Dengan biaya transfer yang mahal, gaji yang besar, serta besarnya kans untuk meraih trofi "Si Kuping Besar", Real Madrid punya daya tarik tersendiri. Seluruh pemain terbaik di dunia akan digoda Real Madrid, dan mayoritas dari mereka juga tergoda untuk bergabung. Bagi pemain, membela Real Madrid tentu akan menjadi pencapaian tersendiri dalam karier.
Sebagian orang mungkin akan menganggap cara tersebut merupakan cara instan Real Madrid dalam meraih kejayaan. Padahal jika melihat perjalanannya hingga sekarang ini, Real Madrid pun melalui masa sulit. Seperti saat Santiago Bernabeu mengakuisisi, ia harus mencari dana pinjaman untuk membuat stadion dan meningkatkan fasilitas latihan, termasuk dibangunnya Cantera yang kemudian menelurkan talenta-talenta berbakat Spanyol.
Real Madrid menjadi kaya raya pun tentu bukan tanpa sebab. Madrid bisa menghambur-hamburkan uang untuk merekrut pemain baru, salah satunya saat mendatangkan Cristiano Ronaldo, adalah buah daya tarik Real Madrid di mata dunia. Karena dengan menjadi raja di Eropa, Real Madrid menjadi kesebelasan yang menjanjikan dari segi bisnis.
Wajar juga misalnya jika Real Madrid gampang memecat pelatih ketika pelatih tersebut gagal. Hal tersebut menunjukkan bahwa Real Madrid memang merupakan kesebelasan yang lapar akan kemenangan dan haus akan trofi juara. Maka siapapun pelatih yang menangani Real Madrid harus punya rasa haus dan lapar yang sama akan kemenangan dan trofi juara. Jika gagal, maka pelatih tersebut bukan/tidak lagi pelatih yang cocok untuk Real Madrid.
Selengkapnya baca: Memangnya Kenapa Kalau Real Madrid Buang-Buang Uang?
Meski cara Real Madrid tersebut kurang diterima oleh sejumlah pihak, mereka justru mendapatkan kejayaan yang mereka inginkan. Dari tendangan voli Zidane ke gawang Leverkusen, sundulan Sergio Ramos di menit ke-93, adu penalti yang dimenangkan di San Siro, hingga tendangan gledek Casemiro malam tadi, menjadi momen-momen bersejarah Real Madrid di Liga Champions.
Trofi ke-12 atau Duo Decima yang diraih Real Madrid menunjukkan identitas Real Madrid sebagai kesebelasan yang ingin selalu menjadi terbaik di Eropa. 12 kali menjuarai kompetisi yang begitu diinginkan semua kesebelasan Eropa tentu menunjukkan kualitas Real Madrid yang memang berada di level yang lebih tinggi.
Maka jangan heran banyak pemain terbaik rela meninggalkan kesebelasannya untuk bergabung dengan Real Madrid. Skuat Real Madrid pun selalu diisi oleh pemain berkualitas dari skuat utama sampai skuat cadangan. Real Madrid menawarkan kejayaan. Dengan deretan trofi Liga Champions, juga 33 trofi La Liga serta trofi-trofi lainnya, tidaklah salah seorang pemain ingin membela kesebelasan terbaik Eropa, bahkan dunia, seperti Real Madrid.
Kesebelasan lain, dalam batas tertentu, mungkin perlu lebih royal dalam perekrutan pemain bahkan pelatih untuk bisa meraih trofi Liga Champions. Karena jika tidak, bukan tak mungkin dalam beberapa tahun ke depan kita masih akan melihat Real Madrid terus menjadi juara. Buktinya, dalam empat musim terakhir, Real Madrid tiga kali juara Liga Champions.
Komentar