Makna Delapan Bintang di Logo Liga Champions

Klasik

by Dex Glenniza 74777

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Makna Delapan Bintang di Logo Liga Champions

Liga Champions UEFA memiliki salah satu citra dan desain yang melekat di kepala kita semua. Logo yang memiliki delapan buah bintang ini bisa kita lihat pada malam-malam yang prestisius di stadion-stadion terbaik di Eropa, di lengan para pemain terbaik dunia, dan juga sudah menjadi satu kesatuan dengan gol-gol yang tercetak melalui bola Liga Champions.

Logo delapan bintang ini sudah berumur 22 tahun dan diberi nama istilah “starball”. Phil Clements, pendiri Design Bridge, adalah orang yang mendesain logo ini.

Ia melakukannya di London dalam rangka sebuah rebranding turnamen Piala Eropa (European Cup) pada 1992, yang sampai sekarang kita mengenalnya dengan Liga Champions. “[Awalnya, desain] itu menggambarkan sebuah sistem liga yang berpuncak kepada delapan kesebelasan yang akan saling berhadapan. Aku pikir itu adalah ide awalnya dan kenapa ada delapan bintang [di logo Liga Champions],” kata Clements, dikutip dari The Independent.

“Aku harus memasukkan bintang tambahan di salah satu sisi, itu adalah hal yang unik,” lanjutnya mengomentari logo rancangannya tersebut.

Logo Liga Champions ini secara utuh memiliki arkus bertuliskan “UEFA” di bawah simbol starball, serta teks “Champions League” di bawah arkus tersebut. Tambahan “UEFA” dan “Champions League” ini dianggap sebagai penguat simbol dari Liga Champions, tetapi unsur paling kuat dari logo tersebut adalah starball itu sendiri.

Simbol pada delapan kesebelasan ‘bintang’ Liga Champions edisi pertama

Menurut dokumen resmi, starball ini didesain untuk merefleksikan delapan kesebelasan ‘bintang’ yang masuk ke tahap grup, sesuai yang diformulasikan di awal kompetisi ini. Pada Liga Champions rebranding edisi pertama, yaitu musim 1992/1993, hanya ada 36 kesebelasan yang berpartisipasi dari babak kualifikasi.

Seluruh kesebelasan tersebut adalah kesebelasan yang menjadi juara di masing-masing liga domestik mereka. Bahkan tidak ada istilah runner-up liga yang lolos ke Liga Champions, apalagi lolos ke Liga Champions karena finis di empat besar liga, maupun lewat “jalur khusus” seperti menjuarai kompetisi piala domestik, Piala UEFA (setara Liga Europa saat ini), atau Piala Winners (sudah almarhum).

Liga Champions edisi pertama benar-benar mencerminkan nama dari Liga Champions itu sendiri, yaitu liganya para juara. Misalnya Inggris saat itu diwakili oleh Leeds United yang menjuarai Divisi Satu Inggris (waktu itu belum berformat Liga Primer seperti sekarang, Liga Primer baru dimulai pada musim 1992/1993), Italia oleh AC Milan, Spanyol oleh Barcelona, dan Jerman oleh VfB Stuttgart.

Dari 36 kesebelasan tersebut, kemudian dikerucutkan menjadi 32 kesebelasan yang berhadapan di fase gugur (knock-out) pada kualifikasi babak pertama, dan kemudian dikerucutkan kembali menjadi 16 kesebelasan pada kualifikasi babak kedua.

Hasil dari kualifikasi babak kedua ini yang kemudian membuat adanya delapan kesebelasan yang terbagi ke dalam dua grup. Juara dari masing-masing grup, yaitu Olympique de Marseille dari Grup A dan Milan dari Grup B, kemudian bertemu di final, dengan Marseille keluar sebagai juara setelah mengalahkan Milan 1-0.

Oleh karena itu, ada anggapan politis yang mengatakan jika delapan bintang pada logo Liga Champions adalah cerminan dari delapan kesebelasan yang menjadi peserta Liga Champions edisi pertama, yaitu Marseille, Glasgow Rangers, Club Brugge, CSKA Moscow, Milan, IFK Göteborg, FC Porto, dan PSV Eindhoven.

Nuansa klasik sekaligus modern pada pemilihan warna dan tema

Citra visual dari starball pada logo Liga Champions ini telah menjadi penanda penting dari properti UEFA sebagai badan tertinggi di sepakbola Eropa. Menurut konsultan branding olahraga, Richard Markell, logo Liga Champions memiliki makna klasik sekaligus modern yang dicerminkan dari starball sebagai kompetisi elite Eropa. “[Simbol starball] ini memiliki aura subliminal glamor,” kata Markell.

Citra visual yang dihasilkan dari identitas Liga Champions, yaitu nuansa klasik sekaligus modern, pada salah satu studio televisi - Sumber: meritxellmonso.com

Warna hitam, putih, dan perak pada logo Liga Champions juga dipilih secara khusus untuk menghasilkan konotasi sejarah, prestise, dan keistimewaan. Menurut Richard Worth, ketua Television Event And Media marketing (TEAM) yang merupakan mitra UEFA, warna-warna sederhana ini dipilih karena sesuai dengan gaya klasik.

“Kami ingin berbeda. Kami memakai gaya klasik dengan warna sederhana. [Akhirnya kami memilih] warna keperakan, hitam, dan putih,” kata Worth.

Warna hitam dan putih memang bisa menimbulkan kenangan akan masa-masa awal Piala Eropa, apalagi televisi saat itu juga masih tidak berwarna (hitam-putih). Sedangkan menurut Worth, perak mencerminkan sejarah sebuah turnamen di bawah lampu sorot dan malam-malam Eropa yang terkenal. Lagipula trofi Liga Champions juga dibuat dari logam perak.

Hal ini ditekankan oleh penggunaan warna “langit biru malam” yang digunakan sebagai warna latar belakang Liga Champions. Sejarah dan glamor Piala Eropa sangat tercermin dari pemilihan warna-warna ini, khususnya warna perak yang merangkai warna langit biru malam.

Dengan tambahan penggunaan musik tema (anthem) yang klasik, citra dan nilai brand Liga Champions sudah sangat unik dan berbeda dari kompetisi lainnya secara tampilan visual. Bahkan jika dibandingkan dengan Piala Dunia sekalipun. Ini lah kenapa Liga Champions sendiri dianggap sebagai turnamen paling prestisius bagi pesepakbola dunia.

“Logo baru yang sederhana namun mencolok, yang dikombinasikan dengan tema musik klasik, memberi citra baru yang tinggi dan nuansa prestisius”, kata Craig Thompson, dewan eksekutif TEAM.

Starball pada Liga Champions yang melekat

Cerminan dari simbol starball yang sudah unik, menjadi semakin unik lagi dengan representasinya pada bola yang digunakan pada pertandingan Liga Champions. Bola adalah elemen penting dari olahraga sepakbola, oleh karena itu, bola yang merepresentasikan starball adalah bentuk lainnya dari kekuatan citra Liga Champions.

Sudah lebih dari dua dekade telah berlalu sejak starball dipakai sebagai simbol Liga Champions, sampai-sampai hal ini sudah melekat, karena starball saja yang berdiri sendiri, sudah berkata bahwa itu menunjukkan Liga Champions, dan itu semua juga sudah lekat kepada merek UEFA.


Sumber jurnal:

  • Ahlström F (2002), Ten Years of the UEFA Champions League, UEFA, 1992–2002.
  • Duke V (2002), Local tradition versus globalisation: resistance to the McDonaldisation and Disneyisation of professional football in England, Football Studies, 5(1), 36–42.
  • King A (2004), The new symbols of European football, International Review for the Sociology of Sport, 39(3), 323–336.
  • Morrow S (2003), The People’s Game? Football, Finance and Society, Palgrave Macmillan.
  • Sandvoss C (2003), A Game of Two Halves: Football Fandom, Television and Globalisation, Routledge.
  • Thompson C, Magnus E (2003), The UEFA Champions League marketing, FIBA Assist Magazine, 2, 16–20.
  • UEFA (2003), UEFA Champions League: Giving the Fans the Best Competition in the World, UEFA, 2003–2006.
  • UEFA, TEAM (2005), UEFA Champions League: Season Review 2003–2004, UEFA/TEAM.

Komentar