Saya punya mimpi untuk berekreasi ke stadion bersama keluarga sambil menonton pertandingan sepakbola. Jika saya sedang membicarakan stadion di Inggris, Jerman, atau Jepang, mungkin yang menjadi unsur “mimpi” di kalimat tersebut hanya tempatnya, karena saya harus merogoh kocek sangat dalam untuk merealisasikannya. Tapi jika saya sedang membicarakan stadion di Indonesia, unsur “mimpi” di kalimat tersebut malah semakin menggelikan karena hampir pasti tidak akan terealisasikan.
Namun, jangan suudzon dulu dengan Indonesia. Pada kenyataannya, pelaksanaan acara olahraga bisa memakan sebanyak 2.000 korban jiwa setiap tahunnya. Keselamatan dan keamanan penonton di fasilitas olahraga telah menjadi hal yang sangat penting di seluruh dunia pada tahap desain, konstruksi, pelaksanaan pertandingan, dan pengelolaan fasilitas olahraga dengan langkah-langkah yang diberlakukan untuk menjamin keamanan dan keselamatan di fasilitas olahraga, khususnya stadion sepakbola.
Kasus terbaru mengenai kematian Catur Yuliantono, suporter tim nasional Indonesia, di pertandingan persahabatan antara Indonesia melawan Fiji, menjadi buah bibir dalam kasus yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan ini.
Almarhum meninggal di tribun timur setelah terkena luncuran petasan roket dari tribun yang letaknya sebenarnya cukup jauh, tribun selatan. Kita bisa mencari kambing hitam dari kejadian ini: oknum peluncur petasan, pihak keamanan, desain stadion, nasib korban, angin yang membuat luncuran petasan mengarah ke tribun timur, dan masih banyak alasan lainnya.
Jujur saja, menonton pertandingan sepakbola di stadion sudah dianggap sebagai salah satu kegiatan yang berisiko. Intinya, banyak aspek yang memengaruhi keamanan dan keselamatan di stadion sepakbola. Kita tidak bisa hanya menunjuk satu kambing hitam pada kejadian Indonesia melawan Fiji yang memakan korban dari situasi yang sebenarnya tidak penting-penting amat, yaitu petasan nyasar.
https://twitter.com/panditfootball/status/903992178007048192
Peran desain dan manajemen dalam keamanan dan keselamatan stadion sepakbola
Dalam beberapa jurnal dan peraturan yang saya tinjau mengenai stadion sepakbola, ada banyak aspek desain diatur untuk keselamatan ekstra seperti desain tangga dan koridor di mana kecelakaan dan “kemacetan manusia” biasa terjadi, material bangunan, pemisahan perimeter (dengan pagar pemisah), sampai pemisah antara tribun dan lapangan (di Indonesia umumnya adalah parit atau trek atletik).
Hal-hal di atas bukan lah penyelesaian desain yang mengedepankan estetika, tetapi salah satu yang efektif di Indonesia. Stadion Patriot Chandrabhaga sebenarnya sudah memenuhi semua aspek desain di atas, sehingga kita bisa berlanjut ke aspek berikutnya.
Dari aspek manajemen, aktivitas di stadion akan memengaruhi manajemen perencanaan operasional, misalnya pada keamanan, evakuasi, pengaturan alur penonton, zoning, dan lain sebagainya, sehingga akses masuk harus dibuat terbatas jumlahnya, tetapi bisa ditambah ketika penonton membludak untuk menghindari overcrowd. Harus ada pemisah yang jelas untuk penonton tandang.
Pada FIFA Stadium Safety and Security Regulations, dua hal yang menjadi fokus pada kajian infrastruktur yang berkaitan dengan penonton adalah (1) alur penonton dan pemisahan wilayah, dan (2) faktor pengawasan umum.
Penegasan pelarangan membawa barang yang rentan api juga menjadi hal penting di Indonesia, umumnya adalah korek api, rokok, apalagi suar (flare) dan petasan. Hal ini membuat security check pada perimiter pertama (body check) akan sangan menentukan. Nah, dari aspek manajemen ini mungkin pihak pengawas Stadion Patriot kecolongan.
Pada intinya begini, apa-apa yang tidak terselesaikan pada aspek desain, maka seharusnya bisa terselesaikan pada aspek manajemen. Tapi, ini kabar buruknya, bencana di stadion tidak sepenuhnya berasal dari kesalahan desain dan manajemen, tapi dari perilaku penonton.
Hal yang tak terselesaikan dari desain dan manajemen: perilaku penonton
Saya bisa bicara soal peraturan desain dan manajemen stadion sepakbola sampai berbusa, tapi pada akhirnya kita tetap akan kecolongan. Membicarakan stadion sepakbola yang aman bukan hanya soal bentuk fisik dan manajemen dari stadion itu sendiri.
Misalnya, Stadion Wembley memiliki desain dan manajemen yang super-aman untuk menggelar pertandingan paling bertensi tinggi seperti Tottenham Hotspur menghadapi Chelsea. Sekarang bayangkan saja begini: jika Stadion Wembley dan seisinya (artinya dalam aspek manajemennya) bisa dipindahkan ke Indonesia dan disuruh menggelar pertandingan yang punya rivalitas panas dengan suporter dari kedua kesebelasan boleh masuk dan menonton, apa bisa menjamin pertandingan akan berjalan aman?
Dari sini kita seperti ditabok oleh kita sendiri. Kita tidak bisa menyelesaikan hal-hal elementer dengan sesuatu yang terlalu advanced. Sebagai analogi, kecelakaan lalu lintas bukan merupakan kesalahan polisi ketika polisi yang menilang pengendara motor tanpa helm saja sudah dianggap sesuatu hal yang mengesalkan. Apalagi sampai ada pemakluman tidak memakai helm di jalan raya.
Ini semua berakar pada diri kita sendiri. Kita harus memperbaiki perilaku sebagai penonton sepakbola. (Baca juga: Mempertanyakan Kontribusi Langsung Suporter kepada Finansial Kesebelasan)
Penyelesaian masalah keamanan dan keselamatan yang berkaitan dengan suporter tidak bisa diselesaikan begitu saja dengan desain maupun manajemen, termasuk penerapan CCTV dan sistem tiket elektronik. Sedangkan edukasi bagi suporter juga dinilai tidak akan terlalu efektif karena menyangkut mental penonton yang pada dasarnya ingin diakui (aktualisasi diri) sehingga tidak akan terhindar dari tindakan kekerasan, baik di dalam maupun di luar stadion.
Ada persamaan antara korban, almarhum Catur Yuliantono, dengan sang peluncur petasan, yaitu persamaan antara orang meninggal dengan orang bodoh. Orang meninggal tidak merasakan dari dampak ia meninggal, tapi yang merasakannya justru adalah orang-orang di sekitarnya. Hal yang sama berlaku untuk orang bodoh.
Mulai dari sekadar membawa botol minum (apalagi melemparnya), rokok, korek api, suar, petasan, senjata tajam, dan lain sebagainya; ya, kalau mau apa-apa, ya, mikir, kek. Mohon maaf jika ada yang tersinggung. Mentalitas bangsa kita dipertaruhkan dari hal-hal elementer seperti ini, baik di stadion sepakbola, di jalan raya, atau dimanapun.
Sumber peraturan:
- (2010). Club Licensing Regulations. Kuala Lumpur: AFC.
- (2012). Stadia Regulations for AFC Champions League and AFC Cup. Kuala Lumpur: AFC.
- (2014). Laws of the Game. Zurich: FIFA.
- (2007). Club Licensing Regulations. Zurich: FIFA.
- (2007). Stadium Safety and Security Regulations. Zurich: FIFA.
- (2011). Football Stadiums: technical recommendations and requirements. Zurich: FIFA.
- (2015). Regulasi Liga Indonesia. Jakarta: PSSI.
- (2011). Guide to Quality Stadium. Nyon: UEFA.
- (2010). Stadium Infrastructure Regulations. Nyon: UEFA.
Sumber jurnal:
- Coutinho-Rodriguez, J., Tralhão, L., Alçada-Almeida, L. (2012). Solving a location-routing problem with a multiobjective approach: the design of urban evacuation plans. Coimbra: Elsevier.
- Fang, Z., Li, Q., Li, Q., Han, D., Wang, D. (2011). A proposed pedestrian waiting-time model for improving spaceetime use efficiency in stadium evacuation scenarios. Wuhan: Elsevier.
- Fang, Z., Zong, X., Li, Q., Li, Q., Xiong, S. (2011). Hierarchical multi-objective evacuation routing in stadium using ant colony optimization approach. Wuhan: Elsevier.
- Tiffandiputra, D., Apriantono, T., Sidi, B. (2016). Optimization of football stadiums management and design to improve the spectators’ safety and security. Bandung: The International Seminar on Physical Education on Sport 2016.
- Melrose, A., Hampton, P., Manu, P. (2011). Safety at Sports Stadia. Wolverhampton: Elsevier.
- Xiaoping, Z., Tingkuan, Z., Mengting, L. (2007). Modeling crowd evacuation of a building based on seven methodological approaches. Beijing: Elsevier.
Akar masalah:
- Mentalitas bangsa.
Komentar