Popularitas futsal di kota besar, di mana lapangan sepakbola sudah semakin tergerus, ternyata terus menular pada tingkat komunitas. Pada Sabtu (13/05) baru saja diselenggarakan Turnamen Futsal IA-ITB 2017 yang diikuti oleh para alumni dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
IA-ITB (Ikatan Alumni – Institut Teknologi Bandung) dan PSIA-ITB (Persatuan Sepakbola IA-ITB) bekerja sama dengan bantuan berbagai sponsor dan rekan media, termasuk Pandit Football, dalam menyukseskan acara ini.
Meskipun perguruan tinggi ini terletak di Kota Bandung, tapi persebaran alumni yang rata-rata bekerja di Jakarta membuat turnamen ini diadakan di Kota Jakarta, tepatnya di Cilandak Town Square Futsal Arena.
“Melihat pola hidup, khususnya di Jakarta, futsal justru lebih banyak dari sepakbola karena space dari sepakbola semakin susah, waktunya juga semakin susah, sehingga anak-anak di Jakarta maupun kota besar lainnya sekarang lebih cenderung ke futsal,” komentar Hamzah Syawaludin, ketua panitia turnamen tersebut.
Turnamen ini diikuti oleh 20 tim muda (angkatan 1996 ke atas) dan 4 tim madya (1995 ke bawah). Simprug FC berhasil keluar menjadi juara untuk kategori madya, sementara Kebebasan Berekspresi sebagai juara dari kategori muda setelah mereka mengalahkan Elektro Champur di final melalui adu tendangan penalti.
Selain gelar juara satu sampai empat, penghargaan juga diberikan kepada top skor dan pemain terbaik (MVP atau most valuable player). Agung Dwi Juniarsyah dari Galados Rovers, tim yang mengakhiri turnamen di peringkat ketiga, berhasil menjadi top skor. Sementara Ajiprabhawa Sukmajaya dari Kebebasan Berekspresi berhasil menjadi MVP.
Komentar soal pemain terbaik
Mengomentari gelar juara dan gelar MVP-nya tersebut, Ajiprabhawa, atau yang lebih sering disapa Aji, berkomentar dengan rendah hati. “Nggak disangka-sangka bisa juara kayak gini. Tim [ini] dari [alumni angkatan] 2008. [MVP] nggak disangka sebenarnya. Dari main tim, sebenarnya banyak sih yang lebih jago dari saya,” kata Aji (ditunjukkan pada foto paling atas, Aji adalah yang berdiri paling kanan belakang).
“Saya nggak tahu kenapa [bisa jadi MVP]. Yang membantu saya jadi MVP adalah teman-teman saya juga,” lanjutnya yang merupakan alumni dari jurusan Geologi angkatan 2008.
Menjawab pemilihan Aji sebagai MVP ini, ternyata panitia memang memiliki kategori mereka tersendiri. “Untuk menentukan MVP itu panitia berusaha seobjektif mungkin. Yang pertama, MVP adalah pemain yang berhasil membawa timnya masuk ke final. Yang kedua, yang memberikan rekomendasi berikutnya itu adalah wasit. Kita juga menanyakan ke penonton, beberapa sampel, dan ternyata jawabannya sama,” kata ketua panitia.
“Jadi, wasit dari awal hingga akhir pertandingan sudah menilai pemain mana yang cukup memberikan kontribusi penting di masing-masing timnya. Akhirnya tim yang di final masuk dan pada saat di final itu sudah terlihat siapa yang benar-benar membawa timnya juara, dan makanya kita pilih Aji,” lanjutnya.
Komentar dari pencetak gol terbanyak
Jika Aji berhasil membawa timnya menjadi juara dan juga membuatnya menjadi pemain terbaik, maka Agung bersyukur bisa menjadi pencetak gol terbanyak.
“Alhamdulillah pastinya senang [karena sudah menjadi top skor], tapi sedih nggak bisa bawa tim juara. Tapi, ya, harus tetap bersyukur dan menerima. Kalau kita sudah kasih yang terbaik mah tidak ada yang perlu disesali,” kata Agung yang merupakan lulusan Sains Olahraga ITB.
Tim yang Agung bela, Galados Rovers, hanya berhasil menjadi juara ketiga meskipun mencetak gol paling banyak, yaitu 33 gol. Namun, di perebutan juara ketiga tersebut mereka berhasil mengalahkan tim yang dari awal turnamen digadang-gadangkan menjadi kandidat kuat juara, yaitu Zerosix+.
Untuk diketahui, Agung sebenarnya merupakan mantan pemain tim nasional futsal Indonesia. Terakhir kali ia juga masih aktif bermain futsal di klub Biangbola. Maka dari itu, menarik untuk mengetahui perbedaan tingkat permainan saat di timnas, klub, dan sekarang di tingkat komunitas bersama para alumni ITB.
“Rasanya sama saja bertanding futsal, tak ada bedanya. Semua level harus kita hargai. Respect terhadap semua pertandingan, respect terhadap semua lawan yang dihadapi, mau level tinggi atau di bawahnya,” kata Agung dengan bijak.
“Yang pasti [bermain di level timnas dan di level klub itu] lebih sulit. Semakin tinggi level permainan, tekanannya pun semakin besar,” lanjutnya yang berhasil mencetak 13 gol (atau lebih dari sepertiga gol timnya) saat turnamen.
Baca juga hasil-hasil wawancara kami dengan Agung Dwi Juniarsyah sebelumnya:
Tips Meningkatkan Skill Individu Pemain Futsal
Tips Latihan dan Bermain Futsal Secara Tim dari Atlet Nasional
Tips Mental dan Persiapan Bertanding Futsal dari Atlet Nasional
Agung juga tidak lupa memberikan tips mencetak gol bagi kita semua, sebagai pembaca, yang pastinya sering bermain futsal. “Tipsnya sih kalau main di lapangan kecil kayak gitu, nggak usah banyak gocek, nggak usak banyak passing. Gocek sekali atau passing beberapa kali. Ada peluang sedikit, shooting, kelar,” tutupnya dengan singkat dan jelas.
Peran ITB terhadap perkembangan sains dan teknologi di olahraga
Selain mengadakan turnamen futsal yang tergolong sukses, Hamzah sebagai ketua panitia juga membagi sedikit uneg-uneg-nya soal keterlibatan sains dan teknologi di olahraga. Seperti yang kita tahu, ITB adalah perguruan tinggi yang mengedepankan sains dan teknologi, sesuai dengan namanya.
“Senior saya, Ratu Tisha, bikin Lab Bola (yang juga menjadi sponsor acara tersebut). Waktu kuliah, saya juga ikut bareng dia buat alat statistik, mesin pencatat statistik. Dua ilmu antara informatika dan matematika, ada algoritma dan lain-lain, kita bisa menemukan base statistik yang lebih akurat,” kata Hamzah yang merupakan lulusan Matematika angkatan 2006 tersebut.
“Jadi menurut saya, olahraga itu ke depannya akan berhubungan dengan sains dan teknologi, karena kalau olahraga just for sport, itu “jatuh”-nya hanya fun. Tapi kalau olahraga digabungkan dengan sains dan teknologi, hasilnya akan jauh berlipat lebih baik dan akan selalu ada pengembangan dan inovasi ke depannya, baik itu dari infrastructure yang paling gampang dilihat, juga dari permainan,” katanya.
Namun, ketika ditanya apakah Indonesia sudah siap untuk memajukan sains dan teknologi di olahraga, ia menganggap itu masih sulit dilakukan. “Mengubah mindset (pola pikir) adalah hal yang paling sulit. Kalau sepakbola dan futsal sudah menjadi industri olahraga, jadi mau-tidak-mau sains dan teknologi adalah tools yang paling penting untuk membuat industri olahraga jauh lebih berkembang. Tapi di Indonesia masih tough (sulit),” tutupnya.
Semoga ke depannya Institut Teknologi Bandung bisa terus berkontribusi terhadap perkembangan sains dan teknologi (serta manajemen) di olahraga, terutama sepakbola dan futsal. Kemudian dengan dilaksanakannya turnamen futsal antar alumni ini juga diharapkan bisa terus mengembangkan olahraga di tingkat komunitas.
(dex)
Komentar