Liga Primer Inggris musim 2016/2017 baru berjalan enam pekan. Untuk menebak siapa juaranya pastilah terlalu dini. Namun dari enam pekan yang sudah berjalan, ada satu kesimpulan yang bisa diambil; gol (akan) lebih banyak tercipta di Liga Primer musim ini.
Indikasi ini terlihat setelah dari 60 laga yang sudah digelar, 176 gol tercipta, atau memiliki rataan hampir tiga gol per pertandingan. Jumlah gol tersebut merupakan yang terbanyak setidaknya di lima musim terakhir.
Sebenarnya, pada musim 2012/2013, enam pekan pertama Liga Primer berhasil menghasilkan 170 gol atau pada musim 2014/2015 yang mencapai 165 gol, tak terlalu jauh dengan jumlah gol musim ini. Namun yang perlu disoroti adalah jumlah clean sheet musim ini yang jauh lebih sedikit, paling sedikit dalam lima musim terakhir.
Dari 60 pertandingan, atau dari 120 kemungkinan clean sheet, musim ini hanya mencatatkan 23 clean sheet saja. Jumlah ini merupakan yang paling minim dari lima musim terakhir (perhitungan enam pekan pertama).
Musim lalu sendiri berhasil mencatatkan 39 clean sheet pada enam pekan pertama. Sementara sebelum itu, masih dengan perhitungan enam pekan pertama, terdapat 34 clean sheet pada musim 2014/2015, 41 clean sheet pada 2013/2014, dan 29 clean sheet 2012/2013. Ini artinya, persentase clean sheet-nya sebuah kesebelasan pada musim ini cukup kecil jika dibandingkan dengan musim-musim sebelumnya.
Bisa dibilang, kualitas lini serang kesebelasan-kesebelasan Liga Primer pada musim ini memang meningkat dibanding musim-musim sebelumnya. Hal ini berkaitan juga dengan aktivitas transfer 20 kesebelasan Liga Primer yang menyebabkan musim ini transfer Liga Primer mencatatkan rekor baru dengan lebih dari 1 triliun paun untuk total pembelian pemain.
Total 14 kesebelasan Liga Primer juga memecahkan rekor transfer klub masing-masing pada musim ini. Dan mayoritas rekor transfer tersebut dipecahkan dengan membeli pemain yang diharapkan bisa menggelontorkan banyak gol, baik untuk kontribusi asisnya maupun golnya.
Tak terlalu berlebihan juga jika menyebut bahwa kesebelasan Liga Primer musim ini mengusung istilah "menyerang adalah bentuk pertahanan terbaik". Karena hanya beberapa kesebelasan saja yang meningkatkan kualitas lini pertahanan mereka dengan mendatangkan pemain anyar.
Hal ini bukan tanpa sebab. Harga para pemain bertahan berkualitas tak jauh lebih murah dari para gelandang atau pun penyerang. Apalagi jika dana transfer terbatas, mungkin mendapatkan pemain depan akan lebih diprioritaskan ketimbang pemain bertahan.
Apa yang dialami Chelsea menjadi contoh. Mereka kesulitan mendapatkan pemain belakang idaman. Proses transfer Marcos Alonso dan David Luiz pun baru dilakukan pada tenggat waktu transfer dengan catatan Chelsea gagal mendapatkan pemain belakang yang sedari awal sudah mereka incar.
Sementara itu Leicester City, meski memiliki Jamie Vardy yang musim lalu menjadi sensasi dengan gelontoran golnya, rela memecahkan rekor transfer klub dengan mendatangkan Islam Slimani. Tapi yang terjadi kemudian, lini pertahanan Leicester mendapatkan sorotan musim ini setelah kehilangan N`Golo Kante.
Baca juga: Membandingkan Enam Laga Pertama Leicester Musim Ini dengan Musim Lalu
Selain itu, tak sedikit juga kesebelasan Liga Primer yang melepas pemain kunci di lini pertahanan mereka. Pemain bertahan dilepas agar kesebelasan tersebut bisa lebih agresif untuk mendatangkan pemain di lini serang yang berharga cukup mahal.
Seperti West Ham yang kebobolan lebih banyak gol musim ini (terbanyak hingga pekan keenam) setelah melepas salah satu bek andalannya, James Tomkins, ke Crystal Palace. Sementara mereka musim ini memecahkan rekor transfer dengan mendatangkan Andre Ayew dari Swansea City.
Kesebelasan promosi, Hull City, menghabiskan lebih dari 13 juta paun, untuk mendatangkan Ryan Mason dari Tottenham Hotspur. Tak ada pemain belakang yang direkrut meski kiper baru (dari divisi Championship) didatangkan. Sementara dari enam pekan pertama, Hull berada di urutan ketiga terbanyak soal kebobolan.
Sama seperti Hull, Stoke City pun cenderung memprioritaskan lini serang dengan merekrut Joe Allen (dan meminjam Wilfried Bony). Bruno Martins Indi baru didatangkan saat-saat terakhir bursa transfer, padahal mereka melepas Marc Wilson dan Phillip Wollscheid yang mengurangi kualitas lini pertahanan mereka. Stoke sendiri sudah kebobolan 15 gol (kedua terbanyak setelah West Ham) dari enam pertandingan.
Selain kesebelasan-kesebelasan di atas, masih ada Swansea yang tampil kurang meyakinkan setelah melepas Ashley Williams ke Everton atau Sunderland yang melego Younes Kaboul ke Watford. Sementara hasil penjualan pemain mereka dialihkan untuk menambah kekuatan di lini serang.
Apa yang dialami Liverpool juga menarik untuk disoroti. Meski lini serang The Reds sangat berbahaya (kedua terbanyak di Liga Primer pada pekan keenam), tapi lini pertahanan mereka masih memiliki celah. Di bursa transfer, mereka jor-joran untuk lini serang seperti Sadio Mane dan Giorginio Wijnaldum. Sementara mereka gagal mendapatkan bek kiri anyar (akhirnya memaksa James Milner bermain sebagai bek kiri).
Dari beberapa data di atas cukup bisa disimpulkan bahwa mayoritas kesebelasan Liga Primer memprioritaskan peningkatan kualitas lini serang ketimbang memperkuat pertahanan. Transfer fantastis untuk pemain bertahan pun hanya dilakukan oleh kesebelasan besar seperti Manchester City (John Stones), Arsenal (Skhodran Mustafi), Chelsea (David Luiz), dan Manchester United (Eric Bailly); yang nilai transfernya lebih dari 30 juta paun. Sunderland hanya mampu memboyong Papy Djilobodji, pesakitan Chelsea.
Belum lagi musim ini ada peraturan baru yang membuat kans terjadinya penalti dalam satu pertandingan menjadi lebih besar. Maka tak mengherankan jika gol demi gol akan bergelontoran dan clean sheet mulai jarang terjadi di setiap pekan Liga Primer musim ini.
foto: premierleague.com
Komentar