Bagi kita pecinta sepakbola, mungkin tidak ada keadilan yang lebih mashyur daripada pertandingan dua leg atau dua kaki (jika diterjemahkan secara banal) yang dijalankan kandang dan tandang untuk menentukan siapa kesebelasan yang berhak melaju ke babak selanjutnya. Hal ini tidak asing kita saksikan, terutama melalui Liga Champions UEFA dan Liga Europa UEFA.
Sepakbola memang merupakan olahraga yang paling diminati di dunia ini. Tapi tak ada salahnya jika kita melihat olahraga lain, kita bisa membandingkan beberapa aspek dalam kompetisi, seperti pertandingan dua leg ini.
Untuk urusan perbandingan ini, yang terbaru adalah komentar dari Richard Farley. Farley adalah seorang pengamat sepakbola di Amerika Serikat dan juga pengamat olahraga "berciri khas" lainnya di negeri Paman Sam, seperti bisbol, rugbi, basket (NBA), dan sebagainya.
"Ada saat ketika saya jatuh cinta dengan playoff dua leg, tapi saya tidak bisa mengingatnya. Sebaliknya, saya melihat persahabatan yang berkembang menjadi asmara, dimana kehangatan keakraban menjadi sesuatu yang lebih serius," ia membuka sebuah pernyataan tersebut.
Mungkin pernyataan itu berasal dari kontrarianisme, adalah bahwa ide cara Liga Champions menyelesaikan urusan antara dua kesebelasan, terutama sejak babak 16 besar, perempat-final, sampai semi-final sangat berbeda dari yang terjadi di olahraga di Amerika Serikat.
Simetri menjadi acuan utama. Ketika pertandingan secara adil dimainkan home dan away, masalah-masalah menjadi minimal.
Dua pertandingan yang masing-masing berlangsung selama 90 menit memberikan setiap penggemar kesempatan untuk mabuk bersama momentum. Pertandingan biasanya dipisahkan dengan jarak dua minggu, atau satu minggu untuk kasus Liga Europa, maka kita bisa menghindari ketegangan yang keras untuk dikumpulkan dalam dua hari pertandingan yang komprehensif.
Masyarakat Amerika Serikat tetap menganggap sepakbola sebagai pertandingan yang skor-nya rendah jika dibandingkan dengan basket misalnya, atau bisbol, atau bahkan rugbi. Mungkin perlu lebih dari 180 menit untuk mengimbangi "kebosanan" (jika jumlah gol adalah acuannya).
Tapi dibandingkan dengan format lain, Liga Champions membuat kita, dan Farley, dan juga mungkin beberapa masyarakat AS, mudah untuk pahami dan apresiasi. Ini adalah jalan tengah berlandaskan keadilan impersonal, penuh kenetralan.
Persinggungan seperti siapa yang bermain kandang terlebih dahulu, pengundian, gol tandang, dan lain sebagainya hanya menjadi bumbu kecil dari cek-cok dan pertentangan tentang dua leg. Sehingga risiko dari hal-hal di atas bisa mengecilkan kesalahan pada format lain.
Menurut Farley, masyarakat AS menganggap format ini adalah unik.
Beberapa tulisan Pandit Football yang mengangkat isu sepakbola di Amerika Serikat:Di Amerika Serikat, Sepakbola Hanyalah Euforia Sesaat
Tak Ada Tempat untuk Sepakbola di Media Amerika Serikat
Ketika Liga Champions kembali ke format dua leg setiap Bulan Februari, rasanya seperti ulang tahun. Liga Champions juga terlebih dahulu memang memiliki playoff dua leg di babak-babak awal kompetisi, yaitu saat kualifikasi.
Kemudian setelah didapatkan 32 kesebelasan, enam pertandingan penyisihan grup tersebar di delapan grup yang berlangsung selama empat bulan yang terasa seperti "pemberat": jadwal menjadi padat, risiko cedera meningkat, perjalanan jauh, dan lain-lain.
Tapi babak penyisihan memang sangat diperlukan sebelum memasuki musim dingin, ketika 16 kesebelasan masuk ke babak sistem gugur, sementara 8 kesebelasan sisanya (peringkat tiga grup) terlempar ke Liga Europa.
Liga Champions mengambil siklus kehidupan yang benar untuk sebuah kompetisi non-liga-negara. Lihatlah sekarang, ada banyak waktu bagi kita untuk merayakan dini hari dengan pertandingan-pertandingan misalnya seperti Paris Saint-Germain dan Chelsea, atau Manchester City dan FC Barcelona.
Liga Champions sudah dihargai sebagai salah satu format yang paling memuaskan dalam dunia olahraga.
Perbandingan dengan beberapa olahraga di Amerika Serikat
Mungkin playoff atau sistem gugur (knock-out) paling terkenal dalam budaya olahraga AS adalah turnamen basket NCAA, turnamen eliminasi tunggal yang membuat tim untuk menang dalam set enam atau tujuh pertandingan untuk melaju ke babak selanjutnya.
Seperti playoff di National Football League (NFL atau rugbi), format "March Madness" juga membuat tim untuk menerima banyaknya pertandingan untuk menentukan tim pemenang. Kenyataan bahwa suatu hari format ini tidak akan menjadi representatif, karena menurut Farley ini bisa "mengakali sejarah".
Bisbol, bola basket, dan hoki juga tidak mencoba menghindari masalah ini dengan bermain set best-of-seven, menghabiskan (maksimal) tujuh pertandingan, yang tidak jarag menjadi buzzkill.
Menurut definisinya, buzzkill berarti "something that spoils or ruins an otherwise enjoyable event". Bisa kita bayangkan, misalnya betapa gembiranya pemirsa NBA ketika tim mereka lolos ke playoff tapi mereka malah mulai kelihatan bosan pada game ke-5.
Kemudian itu harus terjadi berkali-kali, yaitu pada first round games, conference semifinals, conference finals, dan akhirnya NBA Finals. Semuanya memiliki akhiran huruf "s" karena memiliki arti jamak, atau lebih dari satu... dalam konteks ini: banyak sekali.
Dibutuhkan rasa ketabahan kuat terhadap penolakan untuk melihat dua tim bermain satu sama lain tujuh kali berturut-turut. "Untungnya, karena format ini sudah begitu mengakar dalam budaya olahraga AS, kami jarang menantang gagasan ini," kata Farley.
"Kami kadang-kadang membahas secara matematis di balik itu semua, dan dalam hal ini, format tujuh pertandingan pasti tampaknya lebih adil. Tapi mari kita tidak menyamakan ide playoff dengan keadilan. Tidak ada cara bagi playoff dalam bisbol dan basket yang bisa menceritakan puluhan dan ratusan pertandingan olahraga," lanjutnya.
Memang tersirat sebuah kompromi dalam hampir semua playoff. Basket bisa menghabiskan 82 pertandingan di babak playoff, sementara bisbol 162 pertandingan. Jumlah yang terlampau banyak, menurut saya sebagai penulis, yang terbiasa dengan sepakbola.
Baca juga isu terkait berikut ini:Bagaimana Cara Agar Basket Bisa Menyaingi Sepakbola?
Soal Liburan, Sepakbola Perlu Meniru NBA
Apa Jadinya Jika Jersey NBA Diubah Menjadi Jersey Sepakbola?
"Kami bersedia untuk mengorbankan beberapa kepastian statistik untuk hiburan. Kami ingin tim memiliki kesempatan dengan hasil adil, tapi kami juga ingin beberapa drama", Farley masih mencoba mewakili masyarakat AS.
Ia juga mengatakan, playoff NBA sebenarnya akan lebih menarik dan pastinya berpotensi menarik peringkat televisi yang lebih baik dengan dua pertandingan, bukan empat, lima, enam atau tujuh.
Mungkin bisbol dan hoki juga bisa meniru sepakbola. "Bayangkan jika Miami Heat dan San Antonio Spurs memiliki dua pertandingan dengan tingkat keteganganan yang tinggi di final NBA tahun lalu (NBA Finals 2014: Miami 1-4 San Antonio), mungkin kita akan lebih ingat dengan beberapa drama daripada fait accompli* yang terjadi setelah pertandingan ke-tiga atau ke-empat," menurut Farley.
Mungkin iya, mungkin juga tidak. Mungkin ada sesuatu tentang sepakbola yang menyebabkan hal ini, seperti basket yang sudah mendorong kita ke arah yang lebih panjang dengan konsekuensi penentuan tim yang lolos ke babak selanjutnya yang lebih lama.
Mungkin, meskipun sifatnya rendah-skor, sepakbola bisa mencapai kesimpulan yang layak dalam 180 menit (dengan pengecualian sampai ke babak extra-time atau adu penalti). Mungkin perbandingan antara playoff dua leg dengan format lain akan selalu memenangkan sepakbola, setidaknya pastinya dari perspektif penggemar sepakbola.
Jadi, perihal format sistem gugur, bagaimana sepakbola jika dibandingkan olahraga lainnya? Mungkin itu yang membuat sepakbola dan Liga Champions menjadi spesial. Sudah sepantasnya sistem gugur memfokuskan diri pada pertandingan itu sendiri, sehingga dengan cara seperti inilah cinta itu hadir di sepakbola.
============
*Fait accompli: sesuatu yang sudah terlebih dahulu terjadi atau sudah terlebih dahulu ditentukan sebelum keputusan, sehingga membuat orang-orang tidak punya pilihan lain selain menerimanya.
Sumber gambar: UEFA.com
Sumber cerita: Soccer Gods
Komentar