Sepakbola Cina (Tiongkok) hingga saat ini masih belum dianggap sebagai kekuatan besar, jika kita mengacu pada prestasi kesebelasan negaranya. Negeri Tirai Bambu tersebut belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kekuatan besar Asia lainnya seperti Jepang atau Korea. Mereka baru sekali lolos ke putaran Piala Dunia pada 2002 dengan hanya berada di fase grup tanpa mengumpulkan satu pun gol dan poin.
Begitu juga prestasi di kawasan regional, Tiongkok belum pernah merasakan juara Piala Asia. Prestasi terbesarnya hanya memperoleh medali perak ketika menjadi tuan rumah pada 2004. Ini merupakan anomali jika kita merujuk pada prestasi olahraga mereka secara umum. Pada gelaran lima olimpiade terakhir yang diikuti, Tiongkok tak pernah keluar dari lima besar, di antaranya bahkan sekali menjadi juara umum dan 2 kali runner-up.
Sepakbola merupakan olahraga terpopuler di dunia tapi Tiongkok tak mampu berprestasi di dalamnya. Atas alasan inilah kemudian yang mungkin membuat Tiongkok melakukan perubahan besar-besaran di olahraga ini. Perintah ini datang langsung dari Presiden Xi Jinping yang merupakan penggemar berat sepakbola. Beberapa langkah strategis dan cenderung revolusioner kemudian mulai disusun untuk menghasilkan apa yang diinginkannya, yakni sebuah prestasi.
Langkah pertama tentu dimulai dari fondasi, jika merujuk pada sepakbola maka itu adalah pembinaan. Tidak tanggung-tanggung pemerintah langsung memasukkan sepakbola ke dalam kurikulum pendidikan. Itu artinya semua anak sekolah di Cina, suka tidak suka, wajib mempelajari dan bermain sepakbola.
Untuk mendukung hal tersebut infrastruktur kemudian juga mulai dibangun. Pembangunan dilakukan dengan segera seolah tidak mengenal batas ayam berkokok. Ditargetkan paling tidak dalam tiga tahun ke depan infrasruktur yang ada sudah mampu memenuhi kebutuhan seluruh negeri dengan penduduk terbesar di dunia tersebut.
Tujuan mendirikan sebuah akademi sepakbola terbesar ini tak lain karena Cina memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Dengan adanya akademi ini, para pesepakbola muda diharapkan bisa mendapatkan fasilitas akademi yang sama sehingga bisa menciptakan talenta-talenta muda berbakat.
Baca Merevolusi Sepakbola Cina Dengan Akademi Terbesar di Dunia
Langkah-langkah serius pemerintah membuat sepakbola di Cina menggeliat yang berdampak pada bisnis dan investasi. Para miliuner dengan perusahaan yang dipimpinnya menjadi percaya bahwa menaruh uang di sepakbola kini adalah sebuah bisnis menjanjikan. Meski nada miring juga bermunculan terkait hal ini, bahwa para bos-bos tadi sebenarnya âdipaksa" oleh pemerintah.
Jiangsu Suning yang baru saja menyelesaikan pembelian Ramires dan Alex Teixeira sendiri merupakan nama baru. Suning adalah nama perusahaan konglomerat di bidang ritel yang memiliki lebih dari 1.600 toko. Mereka sebenarnya baru membeli kesebelasan Jiangsu pada Desember lalu. Mereka kemudian mengubah nama kesebelasan menjadi Jiangsu Suning.
Pemilik perusahaan ini, Zhang Jindong, adalah anggota dari Chinese People`s Political Consultative Committee di pemerintahan, sehingga nuansa politik sangat kental dalam pembelian kesebelasan ini. Pola-pola hampir sama juga dimiliki oleh kesebelasan-kesebelasan lainnya di Cina.
Pemerintah Tiongkok menepuk dada. Program bersih-bersih yang dikerjakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tiongkok menunjukkan hasil nyata.
Baca Bersih dari Korupsi, Alasan Kesuksesan Timnas Tiongkok
Maka jangan heran jika kemudian pada bursa transfer kali ini Cina begitu mendominasi. Menurut data transfermrkt, nilai transfer mereka mencapai lebih dari 320 juta euro. Nilai tersebut merupakan nomor satu di dunia, mengalahkan milik Italia, Jerman, Spanyol, bahkan Inggris.
Halaman berikutnya, Jangan Belajar (Sepakbola) Hingga Negeri Cina?
Komentar