Siapa yang akan mampu melupakan begitu dramatisnya final Istanbul 2005 yang terjadi antara Liverpool melawan AC Milan? Umumnya para penggemar sepakbola, dan khususnya bagi para suporter Liverpool dan AC Milan, laga final tersebut akan terkenang sebagai laga penuh cerita. Sebuah folklor tentang keajaiban sang pahlawan mengalahkan sang penjahat dalam sebuah laga dramatis.
Dari 3-0, kemudian menjadi 3-3, lalu berlanjut ke dalam laga adu penalti yang berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Liverpool, semua orang yang menyaksikan di sana, dan juga yang menyaksikan di televisi rumah atau negara masing-masing, adalah orang-orang yang beruntung yang dapat menyaksikan sebuah keajaiban dalam dunia sepakbola yang mungkin jarang terjadi.
Semangat The Reds, sekaligus rasa sakit Rossoneri ini dijadikan sebagai bahan renungan, sekaligus bahan inspirasi bagi semua pihak. Bahwa antara semangat mengejar dan keteledoran itu hanya terpisahkan oleh jarak yang amat tipis. Satu langkah maju dan satu langkah mundur, dapat menjadi sebuah pembeda di akhir tujuan bagi seseorang.
Jauh di Eropa sana, tepatnya di Liverpool dan Andalusia sana, saya yakin bahwa masing-masing pihak, baik itu pihak Liverpool maupun Sevilla, sudah sangat memahami akan hal ini. Manajer Liverpool, Juergen Klopp cukup menyadari hal ini sehingga ia kerap menjadikan "keajaiban Istanbul" ini sebagai bahan untuk menyemangati anak-anak asuhnya yang akan bertanding dalam laga final Europa League 2015/2016 di Basel.
"Saya sering menggunakan banyak hal yang terjadi dalam hidup saya sebagai bahan motivasi bagi diri saya maupun bagi para pemain di tim yang saya latih. Salah satunya adalah tentang keajaiban Istanbul ini," ujar Klopp seperti dilansir oleh Guardian.
"Bayangkan saja, tertinggal 3-0 pada babak pertama, dalam pertandingan sebesar partai final. Kalau tim biasa, pasti ia sudah akan menyerah saat itu juga. Namun, Liverpool berbeda. Mereka justru memperbaiki segala kekurangan, termasuk semangat mereka untuk meraih gelar bagi suporter," tambah Klopp.
Dalam pertandingan final yang kelak akan melahirkan seorang juara ini, akan ada dua pihak yang muncul seusai pertandingan, pihak-pihak yang tidak mungkin bisa dinafikan keberadaan nya: pihak pahlawan dan pesakitan. Laga Istanbul 2005 melahirkan beberapa pahlawan di tubuh Liverpool, seperti Rafael Benitez sang manajer, Steven Gerrard sang kapten, dan sang kiper Jerzy Dudek.
Sementara itu, AC Milan menelurkan seorang pesakitan bernama Andriy Shevchenko yang gagal mengeksekusi tendangan penalti pada saat-saat menentukan. Badge kepahlawanannya saat mengantar AC Milan juara Liga Champions Eropa musim 2002/2003 lewat eksekusi penaltinya pada saat-saat akhir langsung lepas dan berganti menjadi badge pesakitan. Sungguh, dunia memang berputar begitu cepat dalam sepakbola.
Salah satu pahlawan Liverpool di Istanbul yang saat ini sudah pensiun, Jerzy Dudek sudah mewanti-wanti akan hal ini. Ia mengingatkan bahwa laga nanti pasti akan kembali melahirkan seorang pahlawan bagi pihak pemenang, sekaligus pesakitan bagi pihak yang kalah.
"Orang-orang yang mengalami masa Istanbul 2005 bertanya kepada saya kenapa peristiwa Istanbul bisa terjadi. Di Polandia, saya dianggap sebagai pahlawan saat itu. Menahan tendangan penalti seorang Andriy Shevchenko, saya sudah menulis sejarah saya sendiri sebagai pahlawan, dan Shevchenko sudah menulis sejarahnya sendiri sebagai pesakitan," ujar Dudek seperti dilansir Guardian.
"Untuk laga final nanti, orang-orang sudah mendambakan kelahiran pahlawan baru dan juga menantikan munculnya pesakitan yang baru. Wajar saja, banyak orang zaman sekarang yang mungkin tidak mengalami keajaiban Istanbul 2005. Generasi baru ini sekarang akan menyaksikan pahlawan dan pesakitan baru yang akan mereka ceritakan ke generasi-generasi selanjutnya," tambahnya.
Pihak-pihak dari Sevilla juga menantikan saat kelahiran dari pahlawan dan pesakitan ini di laga final Europa League nanti. Sang juara bertahan Europa League ini sudah berulang kali menjadi pahlawan dan menjadikan lawan-lawan mereka semacam Dnipro Dnipropetrovsk (2014/2015) dan Benfica (2013/2014) menjadi pesakitan dalam laga final.
"Semua adalah berkat kerja keras yang kami lakukan. Kami kembali sampai di level ini, mencapai final selama tiga musim berturut-turut. Dalam ajang Europa League ini, saya selalu menekankan kepada pemain saya bahwa gelar ini bisa Sevilla dapatkan. Sekali lagi, babak final ini adalah hasil dari kerja keras yang kami lakukan," ujar Emery seperti dilansir Daily Mail.
"Sekarang, tantangan bagi kami sudah muncul di depan mata. Lawan kami adalah Liverpool, dan pasti akan banyak suporter mereka yang hadir di Basel. Namun, apapun situasinya, kami tidak akan mengubah dan kabur dari tujuan kami, yaitu menjadi pahlawan yang memenangkan laga di akhir nanti," tambahnya.
Pihak Liverpool maupun Sevilla pasti memiliki keinginan untuk menjadi seorang pahlawan di akhir pertandingan nanti, dan tidak akan ada yang mau menjadi seorang pesakitan. Semua ingin menulis sejarah sebagai pemenang Europa League 2015/2016. Yang akan sedikit menjadi faktor pembeda adalah, siapa yang lebih serius dalam menulis. karena kalau tidak serius, bukan tidak mungkin catatan sejarah akan menuliskan salah satu di antara mereka menjadi seorang pesakitan.
Komentar