Desember tahun lalu, Klaas-Jan Huntelaar memperpanjang kontraknya di FC Schalke 04. Selain karena ia mengaku bahagia di Gelsenkirchen, Huntelaar melihat kesebelasannya memiliki potensi berprestasi.
Pada akhirnya Huntelaar terbukti salah. Jangankan juara, lolos ke Champions League saja Schalke gagal. Seperti Huntelaar, kapten kesebelasan Benedikt Höwedes juga baru saja memperpanjang kontrak untuk alasan yang sama. Namun nasib Höwedes mungkin tidak akan sama dengan Huntelaar.
Buy-out clause Höwedes yang tidak terlalu mahal membuat dirinya didekati Arsenal dan Liverpool. Schalke tidak dapat menahan sang pemain jika Höwedes memutuskan untuk menerima pinangan yang datang. Höwedes, pada akhirnya, memilih bertahan dan memperpanjang kontraknya hingga 2017.
Rasa bahagia dan bangga membela Schalke menjadi alasan Höwedes. Ditambah lagi ia mengaku bahwa dirinya merasa dapat bekerja sama dengan pelatih kepala baru Schalke, André Breitenreiter. Bersama Breitenreiter dan para pemain muda Schalke, Höwedes melihat potensi. Dan ia ingin menjadi bagian dari itu.
Horst Heldt, manajer Schalke, bukannya tidak sadar ketika ia menunjuk Roberto Di Matteo sebagai pelatih kepala kesebelasannya, menggantikan Jens Keller pada Oktober 2014. Heldt dan Schalke tahu benar bahwa Di Matteo adalah pelatih yang gemar memainkan taktik bertahan, dan itu jelas bertentangan dengan keinginan para pendukung Schalke. Namun dalam diri Di Matteo, Heldt melihat sosok yang mampu memberi stabilitas dalam permainan.
Tidak apa bermain buruk asal rutin mendulang angka. Mungkin itulah yang ada di benak Heldt ketika menunjuk Di Matteo. Awalnya manis, namun lama kelamaan Di Matteo gagal mempersembahkan kedua hal yang diharapkan darinya. Menjelang akhir musim, permainan Schalke tidak stabil dan mereka sering gagal meraih angka sehingga mereka kehilangan hak bermain di Champions League. Kemudian ditunjuklah Breitenreiter sebagai pengganti Di Matteo pada 12 Juni lalu.
Sebagai pelatih, Breitenreiter tidak begitu dikenal karena ia baru satu musim menangani kesebelasan yang berlaga di divisi pertama Bundesliga. Tidak salah, karenanya, jika ia diragukan berhasil bersama Schalke.
Sekilas Breitenreiter memang terlihat tidak akan mampu membawa Schalke berprestasi. Apa pula yang bisa diharapkan dari seorang pelatih kepala yang kesebelasannya mengkhiri musim di peringkat terbawah? Namun tidak adil jika Breitenreiter dipandang seperti itu.
Pensiun sebagai pemain pada 2010, Breitenreiter langsung mengambil posisi pemandu bakat di FC Kaiserslautern. Tiga tahun setelahnya ia meraih lisensi kepelatihan dengan status lulusan terbaik ketiga di angkatannya. Setelah mendapat lisensi profesional, Breitenreiter langsung menangani SC Paderborn. Di musim pertamanya, Breitenreiter membawa Paderborn lolos otomatis ke divisi pertama Bundesliga 2014/15.
Di divisi tertinggi Breitenreiter kewalahan. Ia â menurut dirinya sendiri â balapan melawan Porsche dengan mengendarai Golf. Dan Breitenreiter bukan beralasan. Kenyataannya memang demikian. Sumber daya yang ia miliki di Paderborn tidak sebaik kesebelasan-kesebelasan lain. Karenanya, ketika Paderborn terdegradasi, Breitenreiter tidak dinilai gagal. Patut dicatat pula bahwa Paderborn belum dinyatakan degradasi hingga Bundesliga benar-benar berakhir.
âDengan anggaran belanja yang sangat sedikit, kesebelasan Breitenreiter bermain dengan tujuan, antusiasme, dan tempo, walau sangat tertinggal dalam segi kualitas dari kesebelasan-kesebelasan lain di papan bawah,â tulis Ross Dunbar dalam analisisnya untuk Deutsche Welle. Dan Dunbar menyebut anggaran belanja Breitenreiter sangat sedikit karena anggaran belanja Breitenreiter memang sangat sedikit.
Namun Breitenreiter mampu memaksimalkan segala keterbatasan. Ia menyesuaikan strategi berdasarkan pemain-pemain yang ia miliki. Breitenreiter juga mampu mengubah pemain tidak berharga menjadi berguna. Uwe Hünemeier, kapten Paderborn, direkrut secara gratis. Pemain terbaik Paderborn musim 2014/15, Moritz Stoppelkamp, tidak lebih mahal dari 700 ribu euro. Jika ia mampu bertahan bersama pemain-pemain murah Paderborn, Breitenreiter tentu bisa berprestasi bersama Schalke dan dua juara Piala Dunia serta para pemain muda berbakatnya.
Selalu ada kemungkinan gagal dan para pendukung Schalke jelas tidak menginginkannya. Namun jika akhirnya Breitenreiter tidak mampu membawa Schalke berprestasi, setidaknya ia mampu mempersembahkan gaya bermain yang didambakan para pendukung die Königsblauen. Berlawanan dengan Di Matteo, Breitenreiter menyukai permainan menyerang yang direct dan cepat.
Lain hal, Breitenreiter pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk membawa Schalke juara karena ia tahu benar seberapa besar para pendukung Schalke mendambakan piala. Breitenreiter ada di lapangan, sebagai pemain Unterhaching, saat Schalke gagal menjadi juara Bundesliga 2000/01. Saat itu Schalke memenangi pertandingan melawan Unterhaching dengan skor 5-3, namun Bayern München, kandidat juara lainnya, juga berhasil mendapat tambahan angka.
âApa yang terjadi sangat menyedihkan,â kenang Breitenreiter. âKami lebih merasa sedih untuk Schalke daripada degradasi kami sendiri. Jadi saya dapat mengerti mengapa semua pendukung Schalke sangat menginginkan gelar juara.â
Komentar