Lanjutan dari halaman sebelumnya
Pergantian lima pemain ini, bisa jadi, karena pihak kesebelasan tidak menyanggupi jika pemain U23 mereka harus bermain, mungkin karena mereka anggap pemain U23 belum sepenuhnya siap, sehingga mereka harus diganti. Tapi kalau diganti terus, maka jatah pergantian pemain akan habis setiap pertandingannya untuk mengganti tiga pemain U23 saja.
Oleh karena itu PSSI membolehkan sampai lima pergantian pemain untuk menyikapi ini. Tapi, ini berarti, lima pergantian pemain secara tidak langsung menunjukkan jika PSSI, pihak liga, dan kesebelasan tidak percaya diri dengan pemain U23 mereka. Bukan begitu?
Kalau misalnya alasannya untuk berjaga-jaga, seharusnya peraturannya bukan boleh lima pemain, tetapi lebih detil, seperti boleh sampai lima pemain jika ada dua pemain U23 yang cedera, atau yang sejenisnya. Tapi tetap saja, peraturan itu tidak sesuai dengan Laws of the Game. (Selengkapnya: Kesebelasan Liga 1 Boleh Lakukan 5 Pergantian Pemain)
Saya rasa, entah disadari atau tidak, peraturan pergantian lima pemain ini akan berubah menjadi tiga lagi sebelum sepak mula Liga 1, karena, seperti yang kita tahu, sudah jelas-jelas ini tidak sesuai dengan Laws of the Game dari FIFA.
Kecuali PSSI dan pihak liga memang ingin Liga 1 menjadi liga yang tidak resmi atau menjadi liga yang dianggap bukan kompetisi tertinggi di Indonesia. Jika memang PSSI menginginkan liga 1 tidak dianggap sebagai kompetisi tertinggi Indonesia, yang diakui AFC, maka selesai perkara.
Tapi jangan salahkan jika liga tidak akan terpandang dan juga kesebelasan jadi tidak bisa berlaga di kompetisi AFC (Liga Champions maupun Piala AFC) musim depan. Perlu kita pertanyakan (sedang kami cari tahu jawabannya), apakah soal aturan ini PSSI sudah berkordinasi dengan AFC atau belu,
Ketidakjelasan yang tercermin dalam marquee players
Kemudian soal marquee player, PSSI juga masih punya hutang untuk menjelaskan sejelas-jelasnya marquee player itu apa. Jika memang boleh lebih dari satu marquee player, bahkan sampai lima, maka tidak masalah juga, kok, jika acuan yang dipakai bukanlah salary cap, asal memang harus konsisten.
Satu hal yang harus kita pahami, PSSI melakukan kebijakan ini karena ingin menaikkan nilai pasar dan bisnis di Liga 1. Kita tidak bisa menilai ini berhasil atau gagal sekarang, waktu lah yang akan menjawabnya. (Selengkapnya soal marquee player)
Kemudian kecuali ada revisi (lagi) dari definisi marquee player dan/atau salary cap, perdebatan ini terlihat sudah selesai, padahal masih terus bergejolak. Gejolak tersebut hadir misalnya dari tidak terbatasnya marquee player. Jika ini terjadi, bagaimana dengan aturan main di lapangan nantinya? Apa semua pemain asing dan marquee player bisa langsung dimainkan bersama-sama di setiap pertandingan?
Contohnya, kesebelasan A memiliki 5 marquee player, 2 pemain asing, 1 pemain Asia. Jika kesebelasan A memainkan seluruh pemain asing mereka tersebut (boleh, kah?), maka akan ada sisa tiga posisi lagi, yang seharusnya menjadi jatah untuk 3 pemain U23.
Kalau hal ini terjadi, secara tidak langsung kita akan menyediakan “kuburan” bagi pemain lokal alias pemain Indonesia yang berusia dewasa (23-35 tahun) dan juga pemain berumur (lebih dari 35 tahun, yang pada Liga 1 setiap klub hanya boleh memiliki dua pemain saja).
Pusingnya menjadi PSSI
Hal-hal di atas membuat saya heran, apa PSSI selalu berkoordinasi dan/atau berkonsultasi dengan FIFA atau minimal AFC mengenai regulasi-regulasi tersebut? Kalau sudah, feedback-nya apa dari FIFA dan/atau AFC? Kalau belum, apa ada rencana untuk berkoordinasi dan/atau berkonsultasi? Kalau ada rencana, kapan, dan apa kira-kira tanggapan mereka?
Pertanyaan demi pertanyaan tidak henti-hentinya muncul. Lebih mengesalkannya lagi bagi PSSI dan pihak liga, ketidakjelasan ini muncul padahal liga sudah akan dimulai dalam hitungan hari.
Sebenarnya, kalaupun mau membuat regulasi “sembarangan” seharusnya untuk musim depan saja, bukan untuk periode waktu yang singkat (Liga 1 dua pekan lagi, lho), tapi sosialisasinya bisa dari sekarang. MLS memutuskan adanya marquee player sekitar delapan bulan sebelum kedatangan David Beckham ke LA Galaxy. Itu baru tidak apa-apa, jadi kesebelasan juga lebih siap, dan masih ada waktu untuk dikoordinasikan ke FIFA dan/atau AFC.
Jika kita runut, semuanya memang berawal dari target emas di SEA Games 2017 yang disikapi dengan kurang tepat oleh PSSI dan pihak liga melalui regulasi-regulasi mereka, sehingga menjadi efek domino yang semakin buruk.
Hari ini kita mendapatkan pelajaran berharga, tapi sebenarnya menunjukkan kebodohan kita semua (termasuk saya, kamu, dia, dan PSSI), karena ini adalah masalah klasik pada mentalitas: kita tidak bisa maju kalau maunya hanya cepat, hanya instan.
Komentar