Aubade untuk Boaz: Yang Tak Patah Meski Pernah Patah

Backpass

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Aubade untuk Boaz: Yang Tak Patah Meski Pernah Patah

Tak ada yang bisa mengetahui apa yang terjadi di masa depan. Pun begitu dengan Boaz Theofilius Erwin Salossa atau yang lebih populer dengan nama Boaz Salossa. Pada 5 Maret 2005, ia hanyalah seorang pemuda berusia 18 tahun yang hendak merasakan ketatnya kompetisi teratas Liga Indonesia untuk pertama kalinya.

Bermain di Stadion Mandala, Jayapura, Boaz menghuni susunan pemain kala Persipura menjamu Persegi Gianyar. Debutnya kala itu berakhir manis, di mana Persipura berhasil menorehkan kemenangan perdananya di Ligina XI dengan skor 2-0 lewat gol Jack Komboy dan Korinus Fingkreuw.

Lebih dari itu, pada musim debutnya ini Boaz berhasil mengantarkan Persipura menjadi juara Liga Indonesia untuk pertama kalinya. Memang, kala itu ia hanya menorehkan tujuh gol dari 16 penampilannya sepanjang musim. Namun, ia pun turut menyumbang satu gol kala menundukkan Persija Jakarta pada babak final dengan skor 3-2.

Boaz memang merupakan salah satu bakat terbaik yang dimiliki Persipura. Bakatnya sudah terlihat sebelum ia membela kesebelasan PON Papua yang sudah dibelanya sejak berusia 15 tahun.

Pada gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-16 yang dihelat tahun 2004, ia menjadi pencetak gol terbanyak dengan mencetak 10 gol. Pada usia 18 tahun, ia pun mendapatkan kesempatan bermain di tim nasional setelah mendapat panggilan dari Peter Withe (pelatih timnas senior pada 2004-2007) untuk Piala Tiger 2004.

Dengan bakat yang dimiliki Boaz, Persipura pun menjelma menjadi salah satu kesebelasan terkuat di Indonesia. Ia menjadi pencetak gol terbanyak Indonesia Super League (ISL) 2008-2009 dengan 28 gol dan 2012-2013 dengan 25 gol.

Pemain kelahiran kota Sorong, Papua Barat ini pun pernah menjadi pemain terbaik ISL pada musim 2008-2009, 2009-2010, dan 2012-2013. Tapi tentu saja torehan terbaiknya adalah dengan memberikan tiga trofi juara ISL bagi Persipura pada 2009, 2011, dan 2013.

Skuat Persipura pada Ligina XI Skuat Persipura pada Ligina XI


Sederet prestasi yang diraihnya ini tentunya merupakan bukti kecintaan Boaz terhadap sepakbola. Karena jika melihat jejak karirnya, perjalanan Boaz menjadi penyerang terbaik Indonesia saat ini sempat dua kali menemui jalan terjal, di mana ia dua kali menderita cedera parah.

Cedera pertama terjadi saat timnas Indonesia menghadapi Hongkong pada laga uji coba internasional tahun 2007 (cedera 10 bulan). Cedera yang sama ia dapatkan kala ditekel oleh bek Persiwa Wamena, OK John, pada 2012 (cedera 4 bulan). Dua cedera ini mengakibatkan ia patah tulang fibula, cedera patah kaki yang menghancurkan karir Djibril Cisse dan Eduardo Silva di Eropa.

Hikmah di balik cederanya ini adalah Boaz menjadi lebih dewasa setelah pulih dari cedera, khususnya cedera pada 2007. Maklum, meski kemampuan menggocek bolanya di atas rata-rata pemain Indonesia ia sangat akrab dengan minuman beralkohol dan salah satu pemain yang temperamental, mudah terpancing emosi. Kabarnya ia nyaris dicoret Peter White selaku pelatih kepala saat kesebelasan nasional Indonesia sedang melakukan pemusatan latihan.

Nah, selama cedera, ia mengaku banyak melakukan instropeksi diri. "Saya menyadari cedera tersebut merupakan teguran dari Tuhan. Dia [Tuhan] ingin saya menjadi pribadi yang lebih baik," ujar Boaz saat diwawancarai oleh tabloid BOLA.

Baca juga artikel terkait lainnya tentang Persipura:

Komposisi Pemain Persipura di `Tahun Juara`

Inilah Cara Persipura Melatih Serangan Balik

Dominasi Persipura di Liga Super Indonesia


Boaz tak memungkiri bahwa dirinya sempat ketakutan akan cedera yang menimpanya ini. Gantung sepatu pada usia muda, di mana saat itu Boaz masih berusia 21 tahun, terus terbayang-bayang dalam pikirannya. Keluarga yang membuat Boaz memutuskan untuk melanjutkan karir sebagai pesepakbola. Istri dan keluarga besarnya terus mendorong Boaz untuk kembali lagi ke lapangan hijau ketika kelak ia pulih dan bisa kembali bermain.

"Istri selalu memberi saya semangat untuk segera bangkit," tukas Boaz yang menyebutkan istrinya, Adelina Salossa, sebagai penyemangat hidupnya. "Mereka [keluarga besar] pun selalu mendoakan akan kesembuhan saya."

Keluarga bagi Boaz memang di atas segalanya. Maka ketika ia sembuh dari cedera, sejumlah prestasi yang didapatkannya selalu ia persembahkan untuk keluarganya.

Soal keluarga, Boaz merupakan seorang pemain yang tak mau jauh dengan keluarga. Beberapa kali ia mangkir dari panggilan timnas senior Indonesia dengan alasan tak bisa meninggalkan keluarganya di Papua.

Keluarga pun menjadi faktor di balik alasan Boaz yang selama kariernya terus membela Persipura. Padahal pada 2011, dikabarkan Boaz mendapatkan tawaran bermain dari dua kesebelasan Eropa, yaitu VVV Venlo (Belanda) dan Cesena (Italia). Namun Boaz menolaknya karena ingin lebih dekat dengan keluarga.

Boaz memang telah mengikrarkan diri untuk pensiun bersama Persipura. Hal itu pernah ia katakan dalam sebuah wawancara dengan Goal Indonesia tahun lalu. Adapun jika ia harus hijrah, Persipura akan menjadi kesebelasan terakhirnya sebelum ia memutuskan untuk gantung sepatu.

"Saya punya rencana itu [pindah], tapi untuk sekarang belum. Saya masih fokus buat Persipura, kalau bisa pension bersama Persipura. Jika saya pergi, mungkin hanya satu tahun saja. Setelah itu, saya akan menghabiskan karirsepakbola saya bersama Persipura," tukas Bochi, sapaan akrab Boaz.

Pada wawancara yang dilakukan sebelum Piala AFF ini, Paul Karma dari Goal melontarkan beberapa pertanyaan menarik. Seperti golnya yang paling berkesan, bek yang paling sulit dilewatinya, hingga penerus kapten Persipura ketika ia tak lagi berseragam Persipura.

Soal gol, ia menyebutkan gol yang paling berkesan adalah golnya ke gawang Kuwait SC pada leg kedua di stadion Mandala. Pada pertandingan yang berakhir dengan skor 6-1 ini, Boaz dengan cerdik melihat posisi kiper lawan yang agak maju, lantas ia melepaskan tembakan jarak jauh.

Gol berkesan lainnya, bagi Boaz, adalah gol-gol yang ia ciptakan ketika bertepatan dengan ulang tahun anak-anak, istri, dan ibunya. atau gol lain yang berhubungan dengan keluarganya. Misalnya saja ketika ia mencetak gol kemenangan bagi Persipura ke gawang Pelita Jaya pada 2011, di mana saat itu istrinya sedang mengandung anaknya yang ketiga.

Sementara itu, untuk menjawab siap bek yang paling sulit dilewatinya, Boaz mengatakan pada dasarnya tak ada bek yang dirasa sulit untuk dilewati. Hanya saja, ia menyebutkan bahwa Victor Igbonefo dan Ricardo Salampessy adalah dua bek yang sudah mengetahui pergerakan Boaz ketika menggiring bola.

Pada jawaban lain, ia menyebutkan bahwa Ferinando Pahabol dan Immanuel Wanggai merupakan sosok yang tepat untuk mendapuk sebagai kapten Persipura berikutnya. Hanya saja, kedua pemain ini, khususnya Manu Wanggai, perlu memperbaiki mental dan mampu meredam emosinya baik di dalam maupun di luar lapangan.

Baca Juga:

Gabung Persipura, Zulham Zamrun Salah Pilih?

Segelas Kopi, Pesta Mie, dan Cerita Dua Hari Bersama Persipura

Mengapa Persipura Tak Merombak Untuk Musim Depan?


Kembali pada perjalanan karir Boaz, ISL 2015 menjadi satu dekade Boaz bermain di kompetisi teratas Liga Indonesia. Pada laga perdananya, ia mencatatkan penampilan ke-200 bersama Persipura, kesebelasan yang tak pernah ia tinggalkan*. Dari 199 penampilan yang telah ia lakoni bersama Persipura, ia telah mencetak 137 gol. Sebuah torehan yang luar biasa jika menilik bagaimana perjalanan karir Boaz yang sempat dirundung cedera parah sebanyak dua kali.

Inilah yang membuat Boaz, bisa dibilang, menjadi pemain terbaik Indonesia dalam satu dekade terakhir. Ganas di kotak penalti lawan, tangguh mengatasi deraan yang oleh beberapa orang mungkin dianggap mematikan.

Boaz Salossa, ia yang tak patah meski pernah patah.

*Catatan redaksi: ISL 2015 berakhir lebih dini karena pembekuan PSSI, Boaz pun sempat pindah ke PBFC

Komentar