Oleh: Pradhana Adimukti*
Liga Spanyol musim 2016/2017 telah resmi dimulai. Si anak hilang, Alvaro Morata, dibeli kembali oleh “induknya”, Real Madrid, dari Juventus dengan harga 30 juta euro pada akhir Juni lalu. Harga tersebut sesuai dengan perjanjian awal saat Morata dijual Madrid ke Juventus. Morata dijual ke Juve dengan harga 20 juta euro tapi Madrid punya hak membeli kembali seharga 30 juta euro.
Pernyataan tersebut mengakhiri satu serial saga transfer soal jadi atau tidaknya Morata kembali ke Madrid. Ke depan masih ada serial transfer, apakah Morata bertahan di Madrid atau dijual ke klub lain. Arsenal, Chelsea, Manchester United, dan Bayern Munich, kabarnya berminat membeli Morata dari Madrid.
Sejauh ini, Zidane akan mempertahankan Morata. Pelatih asal Prancis tersebut menilai Morata sebagai striker yang kuat bertarung mempertahankan posisinya dan menolong rekan satu tim. Zidane sangat senang dengan Morata.
Diminati klub-klub besar Eropa dan dipuji Zidane, jelas merupakan bukti kalau Morata adalah striker bagus. Striker kelahiran Madrid itu mampu menggiring bola, memberi operan dan operan kunci yang baik. Morata mampu membuat peluang cukup banyak bagi rekan setim.
Identitas yang Masih Kabur
Secara mental, Morata dapat diandalkan pada laga penting. Dia punya ketenangan dan fokus mengelola tekanan. Gol Morata di dua semifinal Liga Champions musim 2014/2015 melawan Real Madrid, gol di final Liga Champions musim 2014/2015 melawan Barcelona, serta gol di final Coppa Italia 2015/2016 melawan AC Milan adalah bukti kehandalan dan ketenangan Morata mengelola fokus di laga penting.
Tiga gol untuk tim nasional Spanyol di fase grup Piala Eropa 2016 ke gawang Turki dan Kroasia menjadi pertanda lain bahwa Morata mampu berkonsentrasi mengelola beban menjadi striker utama tim juara bertahan Piala Eropa.
Namun identitas Morata sebagai striker masih kabur. Hal itu dapat dilihat dengan membandingkan jumlah gol serta jumlah kreasi peluangnya. Mungkin itu alasan statusnya di Juventus hanya sebagai super sub. Morata masih terlalu sering menggiring bola namun tak menghasilkan gol. Apakah Morata adalah striker kreator atau striker ujung tombak pencetak gol?
Di satu sisi, selama dua musim membela Juventus di Serie A, total Morata telah mencetak 47 peluang bagi rekan setim. Akurasi umpannya pun mengalami peningkatan. Pada musim 2014/2015 dari 28 kali main di Serie A, rata-rata ketepatan umpan Morata mencapai 75%, sedangkan pada musim 2015/2016 rataan ketepatan umpannya naik menjadi 79%.
Di sisi lain, Morata mempunyai teknik tendangan bagus. Jika diperhatikan, beberapa tendangan dan umpan Morata dapat melengkung indah. Salah satu contohnya, gol Morata pada menit ke-81 ke gawang Manchester City pada September 2015 di Etihad Stadium. Umpan melengkung indah Morata yang dikonversi menjadi gol oleh Sami Khedira pada laga melawan Bologna pada Oktober 2015 di Serie A adalah contoh lain.
Akurasi tembakan Morata pun cukup baik untuk menjadi striker ujung tombak. Pada musim 2014/2015, ketepatan Morata menembak gawang lawan mencapai 50%. Pada musim itu ia mencetak delapan gol dari 28 pertandingan.
Musim berikutnya, ketepatan tembakan Morata ke gawang lawan kian meningkat. Pada musim 2015/2016, akurasi tembakannya menjadi 58%, namun jumlah golnya menurun. Pada musim itu ia hanya mencetak tujuh gol dari 34 pertandingan.
Sebagai perbandingan, Luis Suarez punya akurasi tembakan 56%. Suarez adalah top skor La Liga musim 2015/2016 dengan 40 gol dari 35 pertandingan. Gonzalo Higuain mencatat akurasi tembakan 58%. Higuain adalah pencetak gol terbanyak Serie A musim 2015/2016 dengan 36 gol dari 35 pertandingan.
Dari Liga Utama Inggris, akurasi tembakan Harry Kane mencapai 60%. Kane adalah top skor liga dengan mencetak 25 gol dari 38 pertandingan. Dari Bundesliga Jerman, Robert Lewandowski menjadi top skor dengan mencetak 30 gol dari 32 pertandingan. Akurasi tembakannya mencapai 60%.
Berdasarkan catatan-catatan tersebut, akurasi tembakan Morata (58%) pada musim 2015/2016 setara dengan Higuain (58%), lebih unggul dari Suarez (56%), hanya kalah 2% dari Harry Kane (60%) dan Lewandowski(60%). Ketepatan menembak Morata selevel dengan tiga top skor liga-liga bergengsi Eropa. Sayangnya, jumlah gol Morata masih jauh dibanding para top skor tersebut.
Kelemahan Dalam Duel Udara
Dengan tinggi 189 sentimeter, sebenarnya Morata punya tinggi badan ideal untuk memenangkan banyak duel udara dan mencetak gol lewat kepala. Namun ternyata gol sundulan Morata selama dua musim hanya tiga. Presentase duel udaranya pun tak terlalu baik jika melihat tinggi badannya.
Pada musim 2014/2015, Morata bermain dalam 28 laga di Serie A. Ia mencetak delapan gol dengan hanya dua gol yang dicetak lewat kepala. Striker timnas Spanyol tersebut juga cuma memenangi duel udara 47%.
Musim 2015/2016, Morata hanya mencetak satu gol lewat kepala dari tujuh gol yang dibuatnya di Serie A. Persentase memenangkan duel udaranya pun menurun dari musim sebelumnya, yakni hanya 42%. Padahal pada musim itu ia bermain lebih banyak dari musim sebelumnya dengan 34 pertandingan.
Sebagai perbandingan, Mario Mandzukic memenangi 61% duel udara. Striker timnas Kroasia itu musim 2015/2016 lalu mencetak tiga gol sundulan dari total 10 gol. Mandzukic adalah striker Juventus mantan rekan Morata yang bertinggi 190 cm. Musim lalu, dia tampil dalam 27 penampilan di Serie A.
Cristiano Ronaldo, calon rekan Morata musim depan di lini depan Madrid, memenangi 56% duel udara. CR7 mencetak enam gol sundulan dari total 35 gol di La Liga musim 2015/2016. Padahal tinggi Ronaldo 185 cm sedangkan Morata 189 cm. Morata lebih tinggi empat sentimeter dari Ronaldo namun kalah dalam persentase duel udara.
Bermodal tinggi badan yang lebih dari Ronaldo dan sebanding dengan Mandzukic, Morata hanya tinggal mengasah lagi kemampuan duel udara dan sundulannya. Ditambah kemampuan membaca kapan waktu yang tepat untuk melompat dan celah kosong di kotak penalti. Morata berkesempatan jadi striker jago sundulan, seperti Oliver Bierhoff di era 1990-an.
Menjadi Lebih Oportunis di Kotak Penalti
Banyak gol Morata berasal dari ketepatan penempatan posisi. Gol ke gawang Madrid di dua semifinal Liga Champions musim 2014/2015, gol di final Liga Champions musim 2014/2015 melawan Barcelona, dan gol di final Coppa Italia 2015/2016 melawan AC Milan saat masih memperkuat Juventus, tidak dihasilkan dari proses menggiring bola tapi penempatan posisi yang tepat.
Jika mau menjadi striker pencetak gol handal, Morata harus lebih oportunis di kotak penalti. Ia masih terlalu sering menggiring bola yang tak menghasilkan gol. Morata perlu berlatih mengasah insting melihat celah di kotak pertahanan lawan untuk menerima umpan dan mencetak lebih banyak gol lagi.
Jika ingin menjadi striker pengumpan, Morata perlu mengasah lagi akurasi umpannya hingga di level lebih dari 80%. Kreasi peluangnya pun perlu ditambah. Sebagai perbandingan, akurasi operan Neymar mencapai 81% di La Liga musim 2015/2016 lalu.
Gelandang/penyerang sayap asal Brazil itu juga mencetak 101 peluang dari 34 penampilan di La Liga musim 2015/2016. Morata perlu fokus memilih keahliannya sebagai striker, jika mau dicatat dalam sejarah sepakbola.
Morata harus memilih menjadi striker ujung tombak yang pernah jadi top skor atau menjadi striker pengumpan handal. Jika tidak fokus memilih satu kompetensi, Morata terancam akan dinilai sebagai striker biasa-biasa saja. Ia tidak akan menonjol sebagai pencetak gol maupun pengumpan.
Bila memilih menjadi striker ujung tombak, Morata bisa belajar dari cara Ruud Van Nistelrooy, mantan striker Madrid, yang mampu menempatkan posisi dalam celah sempit di kotak penalti lawan sekaligus menggiring bola dengan cukup baik untuk mencetak gol.
Juventus sebenarnya punya referensi striker-striker yang handal mencetak gol lewat penempatan posisi akurat. Filippo inzaghi dan David Trezeguet adalah striker-striker legendaris Juventus yang terkenal jeli mencetak gol dari celah sempit dengan peluang terkecil sekalipun. Mereka bukan striker ujung tombak yang handal menggiring bola. Inzaghi dan Trezeguet adalah contoh para ujung tombak dengan kualitas pemburu (poacher).
Tapi karena Morata sudah pindah ke Madrid, kesempatan mempelajari rekaman video gaya main Inzaghi dan Trezeguet dalam latihan dan pertandingan menjadi kecil. Kecuali Madrid menyimpan juga video Inzaghi dan Trezeguet tersebut.
Alternatif lain, Morata bisa belajar dari Karim Benzema dan Gonzalo Higuain. Dalam 27 laga di La Liga musim 2015/2016, Benzema mencetak 24 gol dan 42 peluang. Akurasi tembakannya mencapai 61%. Rata-rata akurasi umpannya mencapai 81%.
Sementara Higuain mencetak 36 gol dari 35 laga Serie A musim 2015/2016 lalu. Striker Argentina itu juga membuat 51 peluang dengan rataan akurasi umpan mencapai 78%. Higuain memang sudah lama pindah dari Madrid beberapa musim lalu, tapi sangat mungkin Madrid masih menyimpan video latihan dan pertandingan Higuain.
Benzema dan Higuain adalah tipe striker ujung tombak modern dengan akurasi umpan dan kreasi peluang yang baik namun tetap menonjol sebagai pencetak gol. Morata punya akurasi tendangan, rataan akurasi umpan dan kreasi peluang yang bagus.
Morata punya modal yang cukup untuk belajar dari Higuain dan Benzema. Ia dapat mempelajari cara menjadi striker ujung tombak handal namun tetap bisa memberi operan dan menciptakan peluang bagi rekan setim, jika dibutuhkan.
Penutup
Bermodal kokohnya tinggi badan ditambah akurasi tembakan setara para top skor liga Eropa dan teknik tendangan melengkung indah, Morata punya modal besar mencetak minimal 30 gol per musim di semua kompetisi. Pemenang Piala Eropa U-21 bersama timnas Spanyol tahun 2013 itu hanya perlu mengasah lebih tajam lagi insting penempatan posisinya di kotak penalti agar jadi pencetak gol handal.
Kehandalannya menggiring bola, bermain melebar, dan membangun serangan dari lini tengah dan sayap, bisa dijadikan senjata kedua. Akurasi umpan dan kreasi peluangnya bisa dioptimalkan dalam kondisi terdesak saja. Saat pertahanan lawan di kotak penalti sangat rapat, misalnya.
Selebihnya, Morata sebaiknya lebih rajin berada di kotak penalti lawan. Ia perlu lebih telaten mencari celah di situ. Dari situ, Morata tetap bisa membuka ruang kemudian melahirkan peluang bagi rekannya. Paling penting, Morata bisa mencetak minimal 30 gol per musim dengan menjadi lebih oportunis.
Beberapa Aksi Alvaro Morata pada musim 2015/2016 dan Piala Eropa 2016
Sumber: www.football-espana.net hwww.football-italia.net squawka.com
*Penulis adalah penonton sepakbola yang menulis, akun twitter @Pradhana_Adi
Komentar