Dalam salah satu tulisan terbaru saya tentang Liverpool, saya berpendapat bahwa skenario ideal setelah era Brendan Rodgers adalah seperti ini: kontrak Marcelo Bielsa hingga akhir musim ini, lalu seorang manajer juara musim depan. Manajer juara pilihan saya untuk Liverpool adalah Pep Guardiola, karena ia sudah nyaris pasti tidak memperpanjang kontraknya di Bayern München dan Liverpool adalah kesebelasan besar dengan sejarah yang kaya. Setahu saya Pep memilih Bayern ketimbang Manchester City (atau Chelsea?) karena pertimbangan kekayaan sejarah. Saya tidak melihat Jürgen Klopp--yang paling diinginkan publik--sebagai manajer Liverpool karena saya tidak melihatnya mampu membawa Liverpool juara. Belakangan saya sadar saya mungkin salah menilai.
Klopp, dalam pandangan saya saat itu, adalah seorang jenius yang ketinggalan jaman. Ia jenius ketika menciptakan sebuah taktik bernama Gegenpressing. Ia jelas seorang jenius komunikasi (dan psikologi, barangkali) karena Gegenpressing adalah taktik yang melelahkan. Adalah normal jika Klopp menyampaikan taktiknya kepada seorang pemain dan pemain tersebut membalas âHanya robot yang bisa menjalankan taktik iniâ. Setiap pemain berhak dan wajar merasa bahwa memainkan Gegenpressing adalah melebihi batas kemampuan fisiknya sendiri atau beranggapan memainkan Gegenpressing adalah mustahil. Namun Klopp cukup cerdas dalam hubungan sesama manusia sehingga ia mampu meyakinkan para pemain Borussia Dortmund untuk memainkan dan berjaya dengan taktik mustahilnya itu. Namun ia ketinggalan jaman. Sementara Roger Schmidt menyempurnakan Gegenpressing menjadi Pressmaschine, Klopp tidak memperbarui taktik dan kamus taktiknya sendiri.
Karena itulah Gegenpressing juga yang membawa Klopp kepada akhir perjalanannya di Dortmund, satu tahun lebih cepat dari rencana awal. Leon Megginson menulis: âMenurut Origin of Species-nya (Charles) Darwin, bukan spesies yang paling cerdas yang bertahan; bukan yang paling kuat yang bertahan; Namun spesies yang bertahan adalah spesies yang paling mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan tempatnya berada.â Kesebelasan-kesebelasan Bundesliga sudah menemukan taktik yang tepat untuk melawan Gegenpressing sementara Klopp sendiri belum memiliki taktik cadangan saat Gegenpressing-nya sudah mulai usang. Ketajaman serangan kesebelasannya juga sangat bergantung kepada pemain-pemain kunci. Tanpa taktik cadangan dan pemain-pemain utama yang secara bergantian menderita cedera, hasilnya adalah petaka musim 2014/2015.
Harus saya akui bahwa dalam tulisan yang saya rujuk di awal tulisan ini, saya melewatkan satu hal ketika berargumen bahwa Bielsa adalah manajer ideal untuk Liverpool musim ini; seorang pengantar menuju musim depan. Saya lupa bahwa seorang manajer baru, secerdas apa pun, membutuhkan waktu untuk membuat para pemain mengerti apa yang ia inginkan. Bahkan José Mourinho yang pernah melatih Chelsea selama tiga tahun (2004-2007) pun membutuhkan satu tahun agar ia dan para pemainnya saling mengerti satu sama lain sebelum akhirnya menjadi juara lagi di masa jabatan keduanya (2013-sekarang; atau haruskah saya tulis 2013-sebentar lagi?). Keputusan Liverpool memilih Klopp sebagai penganti langsung Brendan Rodgers pun semakin terlihat masuk akal.
Idealnya sekarang seperti ini: sisa musim ini adalah waktu adaptasi agar musim depan Liverpool bisa langsung berlari. Satu argumen lain yang saya akui salah adalah: Liverpool tidak membutuhkan Bielsa untuk meningkatkan kualitas pemain-pemain mereka. Siapa pun, asal cukup gila untuk membuat para pemain Liverpool menabrak batas yang mereka pikir ada, adalah manajer yang tepat bagi Liverpool musim ini. Pertandingan melawan Rubin Kazan (matchday 4 Europa League 2015/2016) menunjukkan kepada saya bahwa Klopp ternyata adalah orang yang tepat.
Unik liat Klopp + Liverpool, jadinya seperti timnya Bielsa, daripada BVB beberapa musim lalu. Lari terus baik attack, defence ato transisi.
â Rochmat Setiawan (@dribble9) https://twitter.com/dribble9/status/662351221143900160
">November 5, 2015Ini bukan Gegenpressing, para pemain Liverpool belum mengerti Gegenpressing, pikir saya ketika melihat para pemain Liverpool bermain menekan dan di pertandingan tersebut. Liverpool tidak membiarkan lawan merasa tenang dan bersenang-senang. Beterbangan di mana-mana adalah tackle Liverpool dan umpan-umpan dari para pemain Rubin Kazan yang berada di bawah tekanan. Yang paling jelas terlihat adalah para pemain Liverpool berlarian ke sana kemari. Apa ini?
Sama seperti ketika kicauan Michael Cox menyadarkan saya dari apa yang tidak saya pahami dalam salah satu pertandingan Le Classique, kicauan Rochmat Setiawan menyadarkan saya bahwa Liverpool yang saya lihat bermain seperti kesebelasan Bielsa (sekaligus menyentil saya yang terlalu polos dan kurang pemahaman sehingga merasa bahwa taktik adalah milik pelatih; karenanya, alih-alih teringat kepada Bielsa yang gaya bermainnya saya ikuti semasa di Olympique de Marseille, saya malah bertanya-tanya Liverpool ini ngapain sih?) walau tidak mirip-mirip amat.
Saya sepakat dengan kicauan lanjutan Rochmat Setiawan yang menyebutkan bahwa Liverpool-nya Klopp bukan jiplakan kesebelasan Bielsa karena mereka masih banyak memainkan bola horizontal. Namun elemen dasar dan paling penting dalam taktik Bielsa (baca: banyak berlari, melakukan apa pun berlari) jelas ada. Saya tidak menemukan sumber penyedia statistik yang menyajikan data jarak tempuh setiap pemain, namun Squawka memiliki data heatmap para pemain Liverpool untuk menunjukkan bahwa para pemain Liverpool, karena banyak berlari, terlibat dalam banyak kejadian di banyak tempat.
Kesimpulan yang saya ambil dari pertandingan Rubin Kazan: Klopp sedang pelan-pelan mengembangkan taktik baru atau Klopp sedang mengajarkan Gegenperssing kepada para pemain Liverpool, setahap demi setahap, dimulai dari elemen paling dasar. Salah satu kesimpulan saya mungkin salah, namun keduanya adalah kabar baik bagi pendukung Liverpool. Namun ada yang harus diingat benar: sementara sifat dasar dari taktik Klopp adalah banyak berlari, sifat dasar dari mendukung Liverpool di awal kepelatihan Klopp adalah sabar. Klopp bukan manajer yang bisa langsung juara di musim pertama (atau bahkan kedua).
Komentar