Kunci Keseimbangan Menghadapi Sistem Tiga Bek: Conte(k)

Taktik

by Dex Glenniza 54422

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Kunci Keseimbangan Menghadapi Sistem Tiga Bek: Conte(k)

Sesaat setelah mengalahkan Chelsea 2-0 semalam, Mauricio Pochettino ditanya oleh seorang jurnalis mengenai pemilihannya memakai formasi tiga bek melawan The Blues yang juga (lebih dulu sudah) memakai formasi tiga bek tersebut. Manajer Tottemnham Hotspur tersebut menjawab dengan singkat: “Itu terlalu sulit untuk dijelaskan kepada kamu.” Well...

Bukannya bermaksud untuk mencoba lebih pintar daripada Pochettino, tapi saya akan coba menjawab mengenai hal tersebut.

Pochettino memakai strategi cermin (mirroring) untuk menyamakan taktik Conte dalam rangka mengimbangi permainan Chelsea yang sudah meraih 13 kemenangan berturut-turut sebelum melawan Spurs semalam.

Sebelum kita membahas lebih dalam, kita harus tahu terlebih dahulu apa kekuatan utama formasi tiga bek (3-4-3) Conte: Chelsea bermain dengan kedua wing-back yang energik ditambah dua gelandang (bertahan) yang statis. Ketika tim lawan sedang bertahan, mereka akan berhadapan dengan lima pemain Chelsea (3-2-5). Ketika tim lawan sedang menyerang, mereka akan menghadapi dua gelandang bertahan kemudian di belakangnya ada lima bek (5-2-3).

Baca kembali: Rahasia Pertahanan Chelsea dengan Sistem Tiga Bek

Paragraf di atas adalah kuncinya. Dalam aplikasinya, jumlah lima pemain Chelsea (penyerang ketika diserang, dan bek ketika menyerang) ini yang membuat jumlah pemain menjadi sangat penting. Chelsea hampir selalu memiliki keunggulan jumlah pemain ketika dua situasi tersebut.

Namun bukan hanya itu, perbedaan utama mereka juga terletak pada kemampuan mereka dalam melakukan serangan balik, terutama lewat sayap. Kamu boleh mengingat kembali bagaimana José Mourinho dipecundangi 4-0 karena hal ini.

Sekarang pertanyaannya adalah, apa yang dilakukan Pochettino juga bisa dilakukan oleh manajer lain saat mereka bertanding melawan Chelsea, yaitu meniru atau me-mirror taktik Conte?

Contek Conte

David Moyes bersama kesebelasannya, Sunderland, mempelopori frasa “matching up” karena ia melakukan pencerminan, plagiat, atau peniruan, terhadap taktik Conte saat kesebelasannya berhasil mengimbangi Chelsea... tapi pada akhirnya kalah meskipun “hanya” 1-0 (15/12/2016).

Namun sebenarnya hal ini juga pernah dilakukan oleh Joachim Löw, manajer tim nasional Jerman, saat kesebelasannya berhasil menyingkirkan Italia, yang saat itu dilatih oleh Conte, di Piala Eropa 2016.

Baca selengkapnya: Ketika Joachim Löw Contek Strategi Conte

Saat itu Jerman, yang tidak biasa memainkan formasi tiga bek, malah memakai formasi tiga bek melawan Italia. Italia yang dipimpin Conte di Piala Eropa 2016 adalah Italia dengan skuat yang, sejujurnya, biasa-biasa saja. Tapi dengan taktik racikan Conte, 3-5-2, Italia mampu tampil luar biasa dengan skuat biasa-biasa saja.

Kembali ke Liga Primer, taktik yang Sunderland aplikasikan ini ternyata bisa mengimbangi Chelsea. Padahal Moyes saat itu adalah salah satu manajer yang sangat skeptis dengan formasi tiga bek.

Copy-paste ini dimaksudkan untuk meniru taktik lawan secara posisi dan dasar konsep taktikal, tapi bisa berbeda di dalam salah satu hal ini, yaitu cara menyerang atau cara bertahan; keduanya boleh sama, tapi keduanya tidak boleh berbeda.

Hal ini dilakukan untuk menciptakan simetri di atas lapangan, artinya untuk mengimbangi. Sedangkan kalau untuk memenangkan, itu urusan berbeda lagi. Selain Sunderland, Everton (Ronald Koeman) juga pernah melakukannya. Tapi Everton justru dibantai 5-0 oleh Chelsea (05/11-2016).

Kelebihan dan kekurangan meniru taktik lawan

Seperti dalam tiga kasus di atas, Löw berhasil mengalahkan Conte (lewat adu penalti) setelah meniru taktik lawannya tersebut, sementara Moyes dan Koeman mendapatkan kegagalan.

Pochettino sadar akan hal ini. Bukannya asal-asalan juga (saya pribadi menilai Moyes dan Koeman hanya dadakan, bukan merancang, untuk meniru taktik Conte), Spurs sebelumnya memang sudah beberapa kali memainkan sistem tiga bek.

“Hanya karena Chelsea menang 5-0 [melawan Everton] kemarin, bukan berarti mereka menemukan sistem [tiga bek] ini,” kata Pochettino setelah pertandingan North London derby menghadapi Arsenal yang berakhir 1-1 (06/11/2016).

Baca kembali: Apa Bedanya 3-4-3 Chelsea dengan Spurs?

Kelebihan dari mencontek Conte ini adalah akan terciptanya keseimbangan secara taktikal. Posisi, peran, dan arketipe sebelas pemain (termasuk kiper) di atas lapangan akan simetris. Maka dari itu, saya ingatkan kembali, keseimbangan (imbang atau seri) adalah sesuatu yang hampir pasti akan terjadi.

Tapi kekurangannya terletak pada ketidaksempurnaan dalam penerapannya, kecuali kesebelasan tersebut sudah berlatih khusus dan dalam jangka waktu yang panjang, seperti Spurs semalam misalnya.

“Mereka (Chelsea) bagus secara teknik, seimbang, tapi aku tidak berpikir bahwa sepanjang sejarah Liga Primer ada tim yang memenangkan pertandingan memainkan sistem tiga bek sepanjang musim,” kata Moyes.

Baca selengkapnya: Antonio Conte Menciptakan Sejarah dengan Tiga Bek

Namun, manajer asal Skotlandia itu juga menambahkan, “Perbedaannya dengan Antonio Conte adalah karena ia sudah memainkan dan melatih sistem itu, secara luar dan dalam.”

Mencontek taktik tidak selalu menjadi solusi yang baik

Sama seperti ketika ujian sekolah, mencontek seolah menjadi solusi termudah. Begitu juga dengan sepakbola. Namun, mudah di sini bukan berarti baik.

Untuk ketiga kalinya saya kembali mengingatkan, mencontek taktik sepakbola lawan hanya membuat pertandingan menjadi seimbang (imbang atau seri), sedangkan memenangkannya adalah urusan berbeda lagi.

Tapi untuk kasus formasi tiga bek, hal ini bisa menjadi solusi. Sedangkan untuk kasus lainnya, belum tentu bisa. Hal ini berlaku, secara teori, karena formasi tiga bek menuntut fisik (terutama bek sayap). Pembedanya ada pada timing, beberapa kesebelasan bisa tetap terkena serangan balik ketika mereka sedang menyerang.

Moyes dan Koeman gagal melakukannya. Tapi Löw berhasil melakukannya dengan tetap mempertahankan cara bermainnya, yaitu penguasaan bola, di saat Italia tetap juga mengandalkan serangan balik cepat. Sementara Pochettino bisa melakukannya karena memanfaatkan bola udara.

Baca selengkapnya: Kecerdasan Pochettino yang Berhasil Menghentikan Kemenangan Beruntun Chelsea

Hal yang perlu ditekankan adalah ketika mencontek, manajer memang tidak bisa melakukannya secara satu arah. Jika dua gol Spurs sudah cukup untuk mengalahkan Chelsea, Stoke City-pun berhasil mencetak dua gol ke gawang Chelsea pada gameweek ke-19, tapi mereka tetap kalah 4-2.

Pochettino menunjukkan bahwa ia tidak hanya sekadar mencontek, tapi ia bisa melakukan sesuatu yang lebih.

Kunci menjadi pemenang ketika mencontek: fleksibilitas

Saat mencontek sistem tiga bek Conte, Moyes sempat menyampaikan bahwa dalam beberapa kesempatan Chelsea bisa “memainkan empat bek secara efektif”. Pada pertandingan itu memang Conte menunjukkan fleksibilitasnya, karena tidak melulu tiga bek harus menjadi tiga bek (atau lima bek), tapi bisa juga menjadi sistem yang sama sekali berbeda meskipun untuk sementara waktu saja.

Jika kita berangkat dari hukum kekekalan energi pada ayunan pendulum Newton (yang biasanya berjumlah lima bola), formasi tiga bek sebenarnya adalah cerminan dari pendulum tersebut.

Kita mengenal ini dengan sebutan “formasi pendulum empat bek” yang merupakan percampuran dari sistem tiga dan lima bek. Sebelumnya saya juga pernah menyampaikan hal ini pada tulisan berjudul ‘Membedah Peran Lini Belakang pada Formasi Tiga Bek’ pada September 2014.

Pada skema ini, sang wing-back yang paling dekat dengan bola akan bergerak ke depan mendekati pemain lawan yang mengancam dari sayap, meninggalkan formasi lima bek. Sedangkan wing-back yang berada di seberangnya akan turun sejajar dengan tiga bek tengah sehingga menciptakan formasi empat bek.

Tiga bek tengah tidak ada yang mengikuti pergerakan wing-back untuk lebih naik maupun lebih mundur. Mereka akan tetap di posisi masing-masing. Lalu, ketika bola dipindahkan ke sisi seberangnya, kedua wing-back akan bertukar peran, dan seterusnya.

Skema pendulum empat bek dengan contoh arah serangan dari kiri kesebelasan bertahan

Hal inilah yang membuat pemain belakang pada skema ini `bergerak` seperti pendulum Newton: tiga bek tengah tetap diam, sementara wing-back bergerak sesuai arah serangan lawan, dan wing-back lainnya berada dekat sejajar dengan tiga bek tengah. Seperti sebuah pendulum yang disambungkan dengan bola.

Secara banal terlihat bahwa kesebelasan akan bertransformasi menjadi 4-4-2, atau formasi lainnya dengan empat pemain belakang, saat bertahan. Keuntungan dari sistem ini adalah bisa menjaga keseimbangan lebar lapangan. Pada saat menghadapi umpan silang ke dalam kotak penalti pun kesebelasan akan memiliki empat pemain yang menyapu bola ke luar. Ini sesuai dengan pendekatannya, yaitu hukum kekekalan energi.

Skema ini sangat menunjukkan fleksibilitas ketika ada dua kesebelasan dengan sistem tiga bek yang sedang bertanding.

Komentar