Perbedaan Kelas Meramu Taktik Antara Conte dan Mourinho

Analisis

by Dex Glenniza 50734

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Perbedaan Kelas Meramu Taktik Antara Conte dan Mourinho

Jose Mourinho mendapati kepulangannya ke Stamford Bridge dengan kekecewaan. “Aku harus meminta maaf sebagai pemimpin di ruang ganti, dan satu-satunya hal yang bisa aku katakan adalah aku 100% Man United, bukan 99% untuk Man United dan 1% untuk Chelsea,” kata Mourinho setelah pertandingan.

Pada kenyataannya, skor akhir adalah 0 untuk Man United, dan 4 untuk Chelsea. Gol 30 detik dari Pedro Rodriguez dilanjutkan lagi oleh Gary Cahill, Eden Hazard, dan terakhir oleh N’Golo Kante. Selamat datang kembali, Jose.

Sesuai dengan yang sudah kami prediksi, Mourinho kembali menunjukkan kelemahannya dalam menghadapi kesebelasan lawan yang memakai skema tiga bek. Sementara Antonio Conte, manajer Chelsea, sedang bahagia-bahagianya dengan skema ini.

Setelah sempat kalah dari Liverpool dan Arsenal, Chelsea kemudian memakai 3-4-2-1. Dengan hasil pertandingan semalam, mereka terus mendapatkan peningkatan hasil: 2-0 (lawan Hull City), 3-0 (Leicester City), dan 4-0; serta satu hal yang tidak jauh pentingnya (terutama untuk manajer FPL), yaitu clean sheet.

Gambar 1 – Susunan pemain Chelsea dan Manchester United

Chelsea mengeksploitasi sayap

Jika ada yang masih bingung kenapa Manchester United bisa sampai kebobolan empat kali, jawaban yang pertama adalah karena konsentrasi. Kebobolan di detik ke-29,6 tanpa secuilpun menyentuh bola adalah cara mengawali pertandingan yang seburuk-buruknya.

Koordinasi yang kacau antara Chris Smalling, Daley Blind, dan David de Gea membuat bola panjang Marcos Alonso berhasil disambut oleh Pedro untuk menceploskan bola ke gawang yang kosong. Melalui bola panjang inilah salah satu cara Chelsea membangun serangan mereka.

Kemudian gol kedua juga terjadi karena kurangnya konsentrasi pertahanan United saat menghadapi sepakan pojok.

Selanjutnya, seperti yang sudah kami prediksi dan Mourinho takutkan juga, United kewalahan karena kealfaan mereka dalam melakukan track back. Ternyata bukan hanya kedua wing-back (Moses-Alonso) Chelsea saja yang harus dikawal, melainkan wide forward (Hazard-Pedro) mereka juga.

Gambar 2 – Grafis operan Victor Moses (bawah, atau sisi kanan Chelsea) dan Marcos Alonso (atas, sisi kiri Chelsea), menunjukkan rajinnya mereka naik dan turun membantu membangun serangan – sumber: Squawka

Pada gol ketiga, tidak ada yang mengawal pergerakan Hazard yang membuatnya bisa bebas berhadapan dengan De Gea.

Kalau kita lebih seksama melihat gol ketiga tersebut, kesalahan track back ini diemban oleh Juan Manuel Mata. Mourinho rela menjual Mata dari Chelsea ke United karena hal ini. Namun khusus semalam, Mourinho juga sudah sadar itu akan terjadi dan tetap memasukkan Mata (bermain pada babak kedua).

Ini ia lakukan karena ia memang ingin mengejar ketertinggalan 2-0. Jadi risiko memang sebanding dengan hasilnya, dan hasilnya tidak seperti yang Mourinho inginkan.

Sedangkan pada gol terakhir, lagi-lagi terdapat kesalahan individual dari Smalling dalam mengantisipasi pergerakan Kante. De Gea saja dibuat tidak berkutik ketika Kante mencetak gol keduanya di Liga Primer Inggris itu (gol pertama ia cetak saat masih berseragam Leicester City).

Secara umum, United kerepotan karena tanggung jawab yang terpecah saat harus berhadapan dengan Chelsea yang mengeksploitasi melalui sisi sayap. Kedua wide forward, Hazard dan Pedro, di jaga oleh full-back United, Luis Antonio Valencia dan Blind. Hal ini membuat kedua wing-back Chelsea, Alonso dan Moses, mendapatkan banyak ruang.

Ketidakmampuan winger United untuk melakukan track back kepada Alonso dan Moses menyebabkan serangan Chelsea begitu mengalir. Smalling juga sedang tidak dalam penampilan terbaiknya di mana ia tidak mencatatkan satupun tekel sukses dan malah melakukan kesalahan yang berbuah gol.

Mourinho Tidak Memiliki Alternatif

Perbedaan antara Conte dan Mourinho terlihat jelas di sini. Celakanya, perbandingan ini mengerucut pada perbandingan antara manajer yang dulunya mantan pemain profesional (Conte) dengan yang tidak (Mourinho), yang membuat perbedaan pada kekayaan variasi taktikal mereka dan juga kemampuan mereka beradaptasi.

Mourinho mungkin lebih taktis dalam hal bertahan (parkir bus). Tapi kita tidak melihatnya semalam ketika ia dibobol empat kali oleh kesebelasan dengan skema tiga bek, Ketika sudah kebobolan banyak, maka tidak mungkin lagi kita akan melihat kekayaan taktikal bertahan Mourinho tersebut, ia terpaksa harus menyerang.

Tapi ironisnya justru di sini Mourinho bisa banyak belajar dari Conte. Faktor terbesar yang membuat United tidak bisa mencetak gol bukan karena Thiabaut Courtois bermain baik atau, apalagi, bukan juga karena seharusnya Chelsea bermain dengan 10 pemain (ketika pul David Luiz menancap ke lutut Marouane Fellaini).

United tidak menunjukkan sepakbola menyerang ketika mereka memiliki pemain seperti Paul pogba (tidak menciptakan peluang sama sekali), Mata, Anthony Martial, dan Zlatan Ibrahimovic.

Hal ini diperparah dengan cara bertahan Conte yang sangat rapih dan padat. Ia membuat bentuk 5-4-1 ketika bertahan, di mana kedua wing-back menjaga kedua winger United, sementara kedua wide forward mereka menjaga full-back United.

Duel di lapangan tengah juga tetap membuat Chelsea unggul dengan menyisakan tiga bek, Kante, dan Nemanja Matic. Inilah yang membuat serangan United mengalami kebuntuan.

Gambar 3 – Grafis umpan silang Manchester United (kiri) dan Chelsea (kanan) – sumber: Squawka

Mereka memang menekan Chelsea, tapi mereka juga tetap bisa dieskploitasi melalui serangan balik yang utamanya terjadi lewat eksploitasi sayap. Situasi ini membuat United mau-tidak-mau, suka-tidak-suka, mengandalkan umpan silang. Sebanyak 31 umpan silang diluncurkan oleh “Setan Merah” tapi hanya 8 saja yang tepat sasaran.

Ibrahimovic yang menjadi target man beberapa kali bisa diantisipasi oleh David Luiz, mantan rekannya di Paris Saint-Germain. Luiz dan Cahill mencatatkan 100% duel udara.

Kesimpulan

Pertandingan ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kelas yang lebar antara Mourinho dengan Conte, di mana Mourinho masih membutuhkan banyak variasi taktik ketika menyerang. Conte benar-benar seperti mengajarkan Mourinho untuk tidak sekadar bermain bertahan, tetapi juga bisa menyerang dengan mengekploitasi kelemahan lawan.

Pada wawancara setelah pertandingan, Mourinho beralasan bahwa kekalahan ini akibat dari kesalahan pemain bertahanannya. Sebenarnya ucapannya itu tidak bisa sepenuhnya diterima juga. Jika kita melihat Conte, ia bisa memanfaatkan kelebihan dan kekurangan para pemainnya.

Moses saja bisa bermain dengan pengaruh yang begitu besar di tim, ketika ia, pada masa Mourinho di Chelsea, tidak terpakai dan cenderung dipinjam-pinjamkan.

Skor 4-0 jelas menunjukkan hal di atas semalam. Bahkan sebenarnya Anda tidak perlu membaca sejauh ini untuk mendapatkan kesimpulan dari pertandingan tersebut.

Baca juga: Ketika Conte Mempermalukan Mourinho...

Komentar