FA dan Kampanye Memerangi Merchandise Palsu

Berita

by redaksi

FA dan Kampanye Memerangi Merchandise Palsu

Premier League tampaknya semakin serius menangani kasus pemalsuan merchandise klub-klub peserta EPL. Ini merupakan tindak lanjut atas temuan FA yang mendapati 300.000 atribut dan pernak-pernik palsu yang beredar di pasaran.

Setelah menggelar pertemuan dengan perwakilan klub dan juga perwaklian produsen peralatan olahraga (3/6) lalu, FA akhirnya memutuskan untuk membuat pameran dan penyuluhan kepada para suporter. Dalam pameran yang bertempat di stadion Wembley itu, pihak klub dan produsen akan memeberikan penyuluhan tentang  perbedaan produk asli dengan produk yang palsu.

Ini memang merupakan langkah lanjutan program pemberantasan pemalsuan merchandise yang dicanangkan FA sejak tiga tahun ke belakang. Pasalnya, menurut hasil investigasi yang dilakuakn pihak Premier League di lapangan, dalam kurun waktu tiga tahun ke belakang, produsen-produsen peralatan olahraga ditaksir mengalami kerugian sebesar 4,3 juta poundsterling akibat maraknya tindakan pemalsuan merchandise klub.

“Semua pendukung selalu ingin menunjukkan kesetiaan dan dukungan kepada tim favoritnya. Namun, banyak dari mereka tidak sadar, jika membeli pernak-pernik palsu dapat merugikan klub favoritnya,” ujar Richard Masters, Director of Sales and Marketing dari Premier League.

Di Inggris kasus pemalsuan dan pencurian kekayaan intelektual sudah dinilai  meresahkan. Sampai-sampai, kepolisian Inggris membentuk tim khusus untuk menanggulangi masalah ini, Police Intellectual Property Crime Unit (PIPCU).

“Kami siap  membantu Premier League untuk mengatasi masalah pemalsuan ini. Karena, kami juga ingin melindungi para investor yang ada di Inggris,” ujar  Andy Fyfe, Inspektur Kepala PIPCU.

Memang, kasus pembajakan sudah menjadi sebuah isu penting dalam dunia sepakbola dewasa ini, mengingat maraknya merchandise palsu yang beredar di pasaran. Maklum, meski angka pengangguran di Inggris masih tinggi, rasa-rasanya malu juga jika masyarakatnya membeli barang tiruan. Mengingat, pendapatan masyarakat mereka jauh lebih tinggi daripada masyarakat negara-negara dunia ketiga. Dan, dengan mengatasnamakan  untuk menjaga iklim investasi agar tetap kondusif, apa yang dilakukan FA ini masih terhitung wajar.

Namun, jika apa yang dilakukan FA ini diterapkan di negara-negara dunia ketiga, terlebih Indonesia, hal ini akan menjadi sebuah ironi.  Perlu diingat, daya beli masyarakat Indonesia tak setinggi daya beli masyaraakat Inggris. Dari jumlah pendapatan saja juga jauh berbeda.

Toh, manakala para suporter membeli barang palsu, bukan klub yang dirugikan, tetapi produsen. Karena, ketika sebuah klub menjalin kerjasama dengan produsen, produsen sudah menyepakati nilai kontraknya di awal. Ya, mirip-mirip dengan sistem tebas yang ada di Indonesia.

Jadi, ketika marchendise yang diterbitkan produsen itu laku atau tidak laku di pasaran, atau bahkan di bajak sekalipun, sebenarnya tidak akan berpengaruh pada pendapat klub itu sendiri.

Jadi, manakala daya beli dan pendapatan kita masih rendah, haruskah kita membeli marchendise yang mahal-mahal itu? Haruskah juga kita memperkaya para produsen yang sudah melakukan pencurian nilai lebih para pekerjanya?

[foto: cornwallfa.com]

(mul)

Komentar