Menanti Dampak Metode Moneyball di Liga Belanda

Berita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Menanti Dampak Metode Moneyball di Liga Belanda

Jika kisah hidup Anda sudah dibuatkan film Hollywood dan dimainkan oleh Brad Pitt, maka bisa dibilang hidup Anda sudah lengkap. Tapi tidak untuk William “Billy” Beane. Kisah hidupnya yang di-buku-kan dan di-film-kan di dalam “Moneyball” ini sekarang sudah hampir lengkap dengan pekerjaan barunya di sepakbola Eropa.

Bapak Moneyball ini akan menjadi penasihat di AZ Alkmaar, yang sampai pekan ke-27 ini menghuni peringkat ke empat di Eredivisie Belanda. Mengapa AZ? Direktur teknis AZ adalah legenda sangara (kesebelasan negara) Amerika Serikat, Earnie Stewart.

General manager Oakland A’s ini juga akan melihat apakah metode “Moneyball” andalannya di bisbol bisa berlaku juga untuk sepakbola Eropa.

“Pekerjaan utamanya adalah memperkecil kesenjangan pada kesebelasan-kesebelasan dengan pengeluaran besar di Eredivisie,” seperti yang dilaporkan oleh Guardian.

Selain karena direktur teknis AZ yang merupakan legenda AS, penunjukan ini juga tidak terlalu mengejutkan karena Robert Eenhoorn, direktur umum AZ, bermain empat musim di liga bisbol (MLB) bersama New York Yankees dan Los Angeles Angels of Anaheim sebagai infielder dari 1994 sampai 1997.

“AZ sangat tertarik dengan prinsip Moneyball sebelum saya sampai di sini. Saya telah mengenal Billy karena sejarah saya di bisbol. Ketika kami mendekati dia untuk peran ini di AZ, ia langsung antusias,” kata Eenhoorn kepada Guardian.

“Dia mampu menutup kesenjangan dengan tim-tim dengan pasar yang besar. Ia melakukannya dengan inovatif. Kami sangat senang dan berharap untuk bekerja dengannya. Billy akan memberikan nasihatnya dari AS dan ia akan mengunjungi Alkmaar beberapa kali dalam setahun.”

Metode Beane adalah dengan menerapkan pendekatan analitis untuk pencarian pemain, dengan lebih banyak mengambil bakat yang produktif namun dengan harga atau nilai yang murah. Ia pernah “meratakan lapangan bermain” antara klub bisbol yang kaya dengan yang miskin. Metodenya kini telah diterapkan oleh hampir setiap tim MLB.

Dalam wawancara dengan Guardian, dia mengatakan prinsip-prinsip Moneyball bisa diterapkan untuk sepakbola Eropa, yang katanya mirip Major League Baseball (MLB).

“Para manajer sama saja. Ceritanya menjadi klise: mereka membuat kesalahan yang sama, mereka ditunjuk, dipecat, dan ditunjuk lagi,”

Jika melihat ke belakang, selama bertahun-tahun Beane telah memberitahu semua orang betapa dia mencintai sepakbola, terutama Arsenal. Dalam sebuah wawancara pada 2010 dengan Financial Times, ia membandingkan Arsene Wenger dengan Warren Buffett.

Baca juga:

Bielik, Ødegaard, & Saat Ideal Merekrut Pemain Muda

Ali Dia, Bentuk Kesalahan dari Sebuah Proses Bernama Perekrutan


Katanya, Wenger adalah “eksekutif olahraga yang paling saya kagumi”, meskipun pada kenyataannya ia adalah penggemar Tottenham Hotspur.

“Apakah itu terdengar seperti orang Amerika, yaitu untuk menjadi penggemar Spurs dan penggemar Wenger?” Tanyanya sendiri sambil bercanda. Tapi ia langsung menjawabnya, “Saya akan lebih objektif dan rasional, dan tidak dibutakan oleh prasangka.”

Dia mengatakan kepada Guardian bahwa ia heran apakah sepakbola lebih mengarah kepada keputusan bisnis yang lebih didasarkan pada semangat daripada akal sehat. Karena setidaknya, sebelum berkembangnya analisis statistik, pemilik asing hanya tertarik pada sepakbola karena uang.

Ia juga ingin tahu berapa banyak dari prinsip-prinsip Moneyball-nya yang bisa membantu mengubah anggaran rendah Oakland Athletics menjadi pesaing MLS yang ambisius di MLB, bisa juga diterapkan di sepakbola.

Selain itu, dia memiliki saham di San Jose Earthquakes, yang juga pemiliknya sama dengan Oakland A’s. Earthquakes memiliki hubungan formal dengan Spurs, dan Beane menjadi teman mantan direktur Tottenham dan Liverpool, Damien Comolli.

Tentu, dengan pemilik Boston Red Sox, John W. Henry, yang bertanggung jawab di Anfield, Liverpool ingin menyebarkan beberapa pendekatan yang sama untuk pencarian bakat, kebijakan transfer, dan analisis performa yang lebih tinggi.

Akan lebih sulit untuk menerapkan Moneyball di sepakbola, seperti yang diakui sendiri oleh Beane. Sepakbola lebih cair dan saling ketergantungan, yang membuatnya lebih rumit untuk melacak dan menganalisis. Kesenjangan antara kesebelasan kaya dan miskin lebih besar.

Beane mendapat laporan Deloitte dalam keuangan sepakbola dan mengatakan dia “benar-benar kagum pada seberapa besar kesenjangan yang ada di sepakbola; lebih besar daripada di AS dalam beberapa hal.”

AZ telah memenangkan gelar Liga Belanda sebanyak dua kali, pada tahun 1981 dan 2009, dan saat ini berada di belakang PSV Eindhoven, Ajax Amsterdam, dan Feyenoord Rotterdam.

Tapi tiga kesebelasan di atas bermain di stadion dengan kapasitas setidaknya 35.000 (dua terakhir di stadion dengan kapasitas lebih dari 50.000 penonton). Sementara AFAS Stadion hanya memiliki kapasitas 17.000 tempat duduk, meskipun rencana untuk memperluas kapasitas telah lama menjadi wacana.

Tapi, apakah ada hubungan yang nyata antara kapasitas stadion dengan tingkat kesuksesan sebuah kesebelasan? Yang jelas, itu bisa jadi bahan pertimbangan bagi manajemen AZ.

Mari kita lihat bagaimana pendekatan analisis yang lebih komprehensif pada akhirnya (semoga) alam mampu mempersempit kesenjangan antara kesebelasan kaya dengan kesebelasan yang miskin. Good luck, Mr. Moneyball!

Sumber: Guardian, Financial Times, Fusion

Komentar