Cabaye yang Kembali kepada Alan Pardew

Berita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Cabaye yang Kembali kepada Alan Pardew

Alan Pardew sempat dilanda kebingungan yang luar biasa saat manajemen Newcastle United melego gelandang kesayangannya, Yohan Cabaye, ke Paris Saint-Germain. Kepindahan gelandang berdarah Prancis tersebut dilakukan pada waktu yang tidak tepat: akhir bursa transfer musim dingin 2014/2015.

Kehadiran Director of Football Newcastle yang baru ditunjuk pada Juni 2013, Joseph “Joe” Kinnear”, sama sekali tak membantu Pardew dalam aktivitas transfer. Ia hanya mendatangkan Loic Remy dengan status pinjaman dari QPR.

Kepergian Cabaye menjadi awal dari bergejolaknya ketidakpuasan Pardew dengan manajemen Newcastle United. Penjualannya murni karena urusan bisnis, karena toh Cabaye saat itu merupakan tumpuan lini tengah The Magpies. Selain itu, PSG kabarnya menawarkan dana sejumlah 20 juta pounds, yang buat Newcastle, uang sebesar itu tak pantas untuk ditolak.

Pardew dan Cabaye pada akhirnya kembali bekerja sama. Kali ini pertemuan mereka bukan di St. James Park, melainkan di Selhust Park, kandang Crystal Palace. Cabaye ditransfer dengan nilai 13 juta poundsterling, yang menjadikannya sebagai pembelian termahal Palace.

Kepindahannya ke Palace bagaikan simbiosis mutualisme. Pardew perlu tenaga dan kreativitas Cabaye untuk mengangkat The Eagles di Liga Primer Inggris, sedangkan Cabaye perlu menit bermain yang jarang ia dapatkan di PSG.

Dalam wawancaranya dengan Riath Al-Samarrai dari Dailymail, Cabaye menyatakan ia masih mencintai Newcastle, meskipun ia mengakui kalau ia berjuang keras sepanjang waktu karena ambisi tim yang tidak sebesar dengan apa yang ia inginkan.

Ambisi tersebut yang membuat Cabaye memilih Palace; meskipun kepindahan tersebut dianggap amat mengejutkan bagi banyak orang. Bagaimana tidak? Di Paris, Cabaye hampir mencapai ambisinya: Dua gelar Ligue 1 dan satu gelar  Coupe de France.

“Aku punya enam piala dalam satu setengah tahun. Kehidupanku di Paris amatlah hebat. Anda bisa melakukan sesuatu yang baru setiap pekan. Dalam pikiranku, adalah hal yang penting untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari sepakbola,” ucap Cabaye.

Satu hal yang tidak Cabaye dapatkan adalah menit bermain. Lini tengah PSG dihuni para pemain yang tak kalah mentereng: Marco Veratti, Lucas, Thiago Motta, Blaise Matuidi, dan Javier Pastore. “Aku ingin perubahan. Enam bulan pertama saya cukup bagus, tapi musim terakhir terbilang sulit,” kata Cabaye.

Hal ini disadari betul oleh Pardew, “Dia tidak ingin duduk di bangku cadangan. Banyak pemain yang tidak memermasalahkan itu. Tapi Yohan bukan orang seperti itu.” Musim lalu, Cabaye duduk jauh lebih lama di bangku cadangan ketimbang di atas lapangan. Ia menghabiskan 1109 menit untuk menyaksikan rekan-rekannya bertanding, sementara ia hanya bermain selama 967 menit. “Aku bekerja keras untuk mengubah situasi tapi sayangnya tu tak terjadi,” aku Cabaye.

Keterkejutan orang-orang atas kepindahannya ke Selhust Park, ditanggapinya dengan santai, “Orang-orang mengatakan mereka terkejut aku datang, tapi aku amat senang saat dipanggil ke sini.”

Cabaye memang perlu berterimakasih pada Pardew. Pardewlah yang memperkenalkan padanya sepakbola Inggrs saat ditransfer dari Lille pada 2011. Selain itu, untuk mendatangkan Cabaye pun bukanlah hal yang mudah. Bukan karena negosiasi kontrak yang alot, melainkan menghadirkan uang segar 12 juta pounds yang terbilang wah buat Crystal Palace.

Akhir musim lalu, Pardew dikabarkan telah berbicara dengan salah seorang pemilik Palace, Steve Parish, dan menyatakan bahwa musim ini harus menjadi musim yang penting bagi tim.

Pardew memang tak pernah membawa Newcastle bahkan untuk masuk zona Eropa. Namun, ia mampu melepaskan tekanan pada musim lalu dan membuat Newcastle menjauhi zona degradasi. Pun saat ia menukangi Crystal Palace yang terjerembab di peringkat bawah. Pardew mampu membawa Palace ke peringkat kesepuluh pada musim lalu.

Pembelian Cabaye pun seolah ingin menunjukkan bahwa Palace memang begitu serius dalam menghadapi musim depan.  Hal ini pun dirasakan Cabaye sendiri. Ia merasa pemilik klub memang berniat untuk mengembangkan Palace menjadi lebih besar dan lebih baik lagi.

“Dia sama sekali tak berubah seperti sebelumnya,” kata Cabaye merujuk pada Pardew, “Dia selalu ingin menang. Dia adalah orang yang selalu dekat dengan para pemainnya. Aku bisa bicara apasaja dengannya.”

Soal Newcastle, Cabaye menganggap kesebelasan yang musim lalu ditangani John Carver ini semestinya bisa menjadi yang terbaik di Inggris. “Mereka punya stadion, tempat latihan, penggemar.. Mereka punya semua yang Anda butuhkan. Tapi terkadang mereka melakukan hal-hal yang sulit aku mengerti,” ucap Cabaye.

Cabaye menuduh mentalitas pemilik Newcastle, Mike Ashley, yang membuat Newcastle tak berkembang. “Aku tak tahu. Tapi memalukan untukku karena Newcastle seharusnya menjadi salah satu tim besar di Inggris,” ujar Cabaye.

Ini pula yang membuat Cabaye selalu membela Pardew. Cabaye bercerita saat tiga hari usai kepergiannya ke PSG, Newcastle kalah oleh rival sekota, Sunderland 0-3. Para penggemar tak terima dan mereka membutuhkan seseorang untuk disalahkan, yang dalam hal ini adalah Pardew, “Buatku, itu (menuduh Pardew) tidaklah adil.”

Dengan tujuan besar yang sama, mungkinkah Cabaye mampu mengangkat Pardew ke tempat yang lebih terhormat?

Foto: dailymail.co.uk

Komentar