Font size:
Pada Januari 2014, perasaan campur aduk menyelimuti Keisuke Honda. Ketika itu, ia pertama kali diperkenalkan Adriano Galliani sebagai pemain baru AC Milan. Honda didatangkan dengan status bebas transfer karena memutuskan untuk menerima tawaran Rossoneri ketika kontraknya bersama CSKA Moscow habis per akhir tahun 2013.
Ya, hati Honda saat itu sebenarnya tak menentu. Di satu sisi ia bahagia karena akhirnya impiannya bermain di Serie A seperti yang pernah ia tuliskan dalam esainya ketika ia masih berusia 13 tahun telah tercapai. Namun di sisi lain, ia pun khawatir akan mendapatkan cemoohan dari para pendukung Milan jika ia tak bermain maksimal. “Saya selalu memberikan perhatian lebih tentang bagaimana fans bereaksi terhadap permainan saya” ujar Honda pada wawancara pertamanya sebagai pemain AC Milan pada SkyPerfectTV. “Saya telah bermain di beberapa negara (Belanda dan Rusia), tapi di Italia penontonnya berbeda, mereka lebih banyak mencemooh. Dan saya khawatir hal itu akan menimpa saya.” Dan apa yang ditakutkan Honda pun menjadi kenyataan. Pada pertandingan keempatnya bersama Milan, tepatnya saat Milan ditahan imbang 1-1 di kandang Torino, beberapa pendukung Milan mengejek Honda dengan teriakan ‘boo’. Hal itu dikatakan salah seorang pendukung Milan yang hadir langsung ke stadion. Tak hanya Honda memang, seluruh pemain Milan mendapat perlakuan yang sama. Saat itu Milan memang sedang dalam kondisi memprihatinkan, tercecer di peringkat ke-11 akibat dari kepemimpinan buruk pelatih mereka, Massimilliano Allegri. Kemudian suksesor Allegri, Clarence Seedorf, berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikkan reputasi Milan yang terseok-seok itu. Dan di saat bersamaan, Honda pun terus berjuang menemukan performa terbaiknya. Namun yang terjadi adalah Milan hanya finish di peringkat 7 klasemen pada akhir musim, sementara Honda masih menampilkan performa yang tak begitu mengesankan karena hanya menyumbang dua gol dan dua assists dari 16 total penampilan. “Ini bukan diri saya [yang sebenarnya],” ujar Honda dalam sebuah wawancara di akhir musim. Ia pun bertekad memperbaiki permainannya di musim yang baru. Ia pun tetap berpegang teguh dengan apa yang dikatakannya saat dirinya bermain buruk saat masa adaptasi bersama Milan dan sepakbola Italia. “Meski saya belum pernah bertemu dengan seorang samurai, seorang pria Jepang tahu bahwa ia tak boleh menyerah. Kami memiliki mental dan disipilin yang kuat, jadi saya berharap memiliki semangat seorang samurai ketika berada di lapangan.” Apa yang diucapkan Honda itu bukan isapan jempol belaka. Meski membutuhkan waktu yang lama untuk membuktikan perkataannya, tapi Honda berhasil mewujudkan apa yang ia inginkan: bermain baik di lapangan dan mengantarkan AC Milan pada kemenangan. Ya, setelah menjalani setengah musim yang tak begitu cemerlang bersama Milan, akhirnya Honda mampu menunjukkan permainan terbaiknya. Lihat saja penampilannya bersama Milan sejak menjalani laga pra-musim 2014-2015. Ia tak lagi ‘malu-malu’ untuk memamerkan kebolehannya dalam urusan mencetak gol. Halaman Berikutnya: Kran Gol Honda Kran Gol Honda Keran gol Honda dimulai saat menjalani laga uji coba melawan Valencia. Honda mencetak sebuah gol lewat tendangan bebas cantik. Enam hari kemudian, pemain tim nasional Jepang ini mencetak gol kemenangan bagi Milan kala melawan Juventus pada turnamen Trofeo TIM. Saat liga bergulir, torehan gol Honda masih terus mengalir. Dalam enam pertandingan pertamanya, empat gol berhasil ia ciptakan. Hanya gawang Juventus dan Cesena yang luput dari sasarannya musim ini. Akhir pekan lalu, pemain berusia 28 tahun ini kembali menunjukkan kebolehannya dalam membobol gawang lawan. Saat bertandang ke stadion Marc Antonio Bentegodi kandang Hellas Verona, Honda mencetak dua gol. Dua gol yang diciptakannya itu berarti lebih bagi Honda. Karena selain dengan dua golnya mengantarkan AC Milan meraih tiga poin, tambahan dua golnya ini pun membuat dirinya menjadi top skorer sementara Serie A, bersama Jose Callejon (Napoli) dan Carlos Tevez). Prestasi ini kembali mengingatkannya pada apa yang ia tuliskan pada esainya 15 tahun lalu. Dalam esai yang berjudul ‘My Dream for the Future’ atau ‘Mimpiku untuk Masa Depan’, Honda memiliki cita-cita menjadi pesepakbola terbaik di dunia. “Ketika aku tumbuh besar, aku ingin menjadi pesepakbola terbaik di dunia. Tidak, aku akan menjadi yang terbaik!” bunyi salah satu paragraf yang ditulis Honda pada Maret 1999 itu. Memang, perjalanan Honda untuk menjadi yang terbaik dunia masih panjang. Tapi dengan Honda yang saat ini menjadi top skorer Serie A, setidaknya Honda telah merasakan menjadi yang terbaik di Serie A (dalam urusan mencetak gol). Ia tentunya harus berterima kasih pada Filippo Inzaghi, pelatih Milan sejak awal musim 2014-2015. Inzaghi bisa memaksimalkan potensi Honda dengan menempatkannya sebagai penyerang kanan. Karena saat masih ditangani Seedorf, Honda kerap ditempatkan sebagai gelandang serang. Posisi gelandang serang sebenarnya merupakan posisi ideal Honda. Di CSKA Moscow pun ia ditempatkan sebagai gelandang serang, di belakang penyerang. Hanya saja pada musim lalu, ia harus berbagi tempat bersama legenda Milan, Kaka dan pemain pinjaman dari Queen Park Rangers, Adel Taarabt. Meski ia harus keluar dari zona nyamannya, Honda membuktikan bahwa dengan semangat samurai-nya ia bisa menaklukkan Serie A, menaklukkan sepakbola Italia. Dan ini tentu saja tak hanya baik bagi dirinya, Milan pun ikut senang bukan kepalang dengan apa yang ditunjukkan Honda. Seperti Jepang yang dijuluki Negeri Matahari Terbit, kemampuan Honda yang sebenarnya pun telah terbit seutuhnya. Ya, gol-gol Honda telah menjadi sinar harapan bagi Milan yang musim sebelumnya berada di masa kelam. Semoga Honda bisa terus mempertahankannya dan mewujudkan impian yang sebenarnya, yaitu menjadi yang terbaik di dunia. foto: wikipedia.org