Inggris Harus Percaya pada Gareth Southgate

Cerita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Inggris Harus Percaya pada Gareth Southgate

Banyak yang meragukan Gareth Southgate, manajer sementara tim nasional Inggris. Pasca dipecatnya Sam Allardyce karena tersandung skandal, mantan pemain Aston Villa ini diberikan jatah mengatur skuat timnas senior Inggris untuk empat pertandingan ke depan (dua jeda internasional).

Meski diragukan menjadi manajer caretaker, tapi sebenarnya para pemain Inggris bisa belajar banyak dari Southgate yang sebelumnya sudah pernah menangani Inggris U21 dan U20. Sebagai pengetahuan saja, Southgate adalah pemain yang menyebabkan Inggris tersingkir di Piala Eropa 1996 di negara mereka sendiri.

Saat itu, pertandingan semi-final melawan Jerman berakhir dengan skor 1-1 sehingga harus dilanjutkan ke babak adu penalti. Sepakan penalti Southgate di babak adu penalti berhasil diselamatkan oleh penjaga gawang Jerman saat itu, Andreas Köpke. Inggris pun tersingkir di Wembley, London.

Setelah kejadian memilukan itu, kariernya bisa saja berakhir. Namun, Southgate bisa bangkit dan menjadi lebih kuat. Mantan pemain dan manajer Middlesbrough tersebut pada akhirnya berhasil menjadi sosok yang paling berpengaruh di ruang ganti timnas Inggris sampai pergantian milenium.

Seolah mengingatkan kembali kepada saat ia menjadi pemain, ia ditugaskan untuk membangkitkan kembali The Three Lions setelah mereka tersingkir secara memalukan dari Islandia di Piala Eropa 2016.

Pihak Football Association (FA) sudah memastikan bahwa mereka tidak akan mencari manajer baru sampai setidaknya November. Southgate diberi ruang yang leluasa untuk mendampingi Inggris memainkan tiga pertandingan kualifikasi Piala Dunia (melawan Malta, Slovenia, dan Skotlandia) serta satu pertandingan persahabatan yang prestisius, yaitu melawan Spanyol.

Selama dua bulan ke depan, manajer berusia 46 tahun ini akan digaji dengan bayaran 500 ribu paun, atau setara dengan gajinya selama setahun penuh saat ia menukangi Inggris U21, seperti dikutip dari The Times.

Salah satu tantangan terbesar Southgate saat ini adalah menemukan sosok pemimpin di skuat Inggrisnya. Tidak seperti saat ia masih bermain di timnas, ketika Terry Venables digantikan oleh Glenn Hoddle pada 1996, di timnas kali ini Southgate tidak memiliki pemain seperti Alan Shearer, Tony Adams, atau Paul Ince.

Skuat Inggris saat ini dipenuhi oleh para pemain muda, walau sebenarnya ini adalah hal yang bagus. Pemain seperti Bamidele Alli, John Stones, dan Eric Dier sudah menjadi tulang punggung untuk kesebelasan mereka masing-masing. Sementara sosok pemain senior, yang setidaknya memiliki caps lebih dari 50 pertandingan, hanyalah seorang kiper yang tidak diinginkan oleh (manajer) Manchester City dan seorang kapten yang terus diragukan oleh para pendukungnya sendiri.

Jika kalian masih belum ngeh (pastinya, sih, nggak, ya), dua pemain yang kami maksud adalah Joe Hart dan Wayne Rooney.

Sebenarnya Southgate sempat memanggil Glen Johnson, salah satu sosok pemain senior juga. Tapi cederanya yang dadakan (seperti tahu bulat), membuat posisi Johnson digantikan oleh bek debutan asal Burnley, Michael Keane.

Hart, Rooney, dan Johnson, ketiganya sebenarnya menunjukkan betapa Southgate sangat menginginkan sosok berpengalaman yang bisa menjaga para anak muda di skuat tim senior Inggris.

“Aku pikir skuat [Inggris] dalam dua tahun terakhir adalah skuat yang muda, muda, muda, dan aku tidak yakin apakah aku tetap bisa menjaganya [untuk terus memilih skuat yang muda],” kata Southgate pada Senin kemarin (03/10/2016) seperti yang kami kutip dari Evening Standard.

“Di musim panas yang lalu [Piala Eropa 2016], kita lihat kita memiliki banyak pemain muda yang menarik, tapi ketika dihadapkan pada tekanan di momen krusial, kita kekurangan pengalaman dalam pertandingan besar,” lanjutnya. “Aku pikir di timku ketika Piala Eropa 1996, aku memiliki setidaknya tujuh orang kapten di kesebelasan mereka masing-masing, dan hal itu adalah bagian terbesar dari kesuksesan kita.”

Komentarnya inilah yang membuat kita memaklumi ketika Southgate bersikeras bahwa kapten timnas Inggris tetaplah Wayne Rooney. Ia tidak peduli mengenai banyak isu yang berkaitan dengan penampilan Rooney baru-baru ini yang dinilai tidak memuaskan.

“Keputusan untuk menentukan [Rooney] kapten sebenarnya cukup sederhana,” kata Southgate. “Dia adalah pemimpin yang baik. Hal paling penting saat ini adalah kepemimpinan, di dalam maupun di luar lapangan. Wayne jelas memilikinya dalam dua tahun terakhir.”

Seperti yang diakui oleh Danny Rose dan Shearer mengenai Inggris sebagai bahan lelucon (laughing stock) sejak Piala Eropa 2016, kepemimpinan memang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh. Mempertahankan Rooney tidak bisa tidak menimbulkan perdebatan. Namun jika mau memilih lagi, siapa lagi yang bisa menjaga atmosfer dan pengalaman di skuat timnas Inggris saat ini?

Daripada melupakan Rooney untuk meninggalkan skuat muda Inggris kebingungan, yang Southgate lakukan saat ini adalah langkah untuk membangun masa depan Inggris. Dipertahankannya Rooney di skuat Inggris juga dibarengi dengan niatnya untuk mencari sosok pemimpin masa depan berikutnya di Inggris.

Sementara ini hanya nama Stones, Dier, dan Harry Kane (yang absen karena cedera) yang banyak muncul ke permukaan sebagai kapten masa depan The Three Lions. Salah satu mereka bisa bertindak sebagai wakil kapten Rooney.

Ini adalah saat yang tepat bagi skuat muda Inggris untuk belajar, sama seperti Rooney yang juga banyak belajar dari David Beckham, Rio Ferdinand, dan Steven Gerrard. Jika suporter tidak sepenuhnya percaya kepada Southgate, sebaiknya para pemain di timnas Inggris harus mulai percaya dengan Southgate jika mereka memang peduli dengan masa depan timnas mereka ini, setidaknya dalam empat pertandingan (atau dua bulan) ke depan saja.

Seharusnya itu bukan merupakan hal yang sulit, kan?

Komentar