Agar Dakwaan Rasisme Tak Sembarangan Dipakai untuk Menghukum

Cerita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Agar Dakwaan Rasisme Tak Sembarangan Dipakai untuk Menghukum

Ucapan Hinca Panjaitan, Ketua Komite Disiplin PSSI, mengenai rasisme ramai dibicarakan publik, khususnya di kalangan suporter. Pengertian rasisme yang diutarakan Hinca dianggap tidak jelas, terlalu luas, sehingga gampang diterapkan secara serampangan.

Pekan lalu, saat berkunjung ke Malang, sejumlah wartawan menanyakan pasal rasisme yang kerap dituduhkan kepada para suporter yang menyanyikan lagu-lagu bernada ofensif kepada lawan-lawannya. Apa jawaban Hinca? Begini jawabannya: "Rasis adalah perkataan ataupun ucapan yang bisa disuarakan lewat lagu-lagu yang membuat lawan merasa tidak nyaman di lapangan," kata Hinca, sebagaimana terbaca dalam laman wearemania.net.

Definisi ini terlalu longgar dan hampir tak ada kaitannya dengan penjelasan-penjelasan mengenai serangan terhadap ras, etnisitas, bahasa atau agama. Ini tidak sesuai dengan Kode Disiplin FIFA maupun statuta FIFA.

Statuta FIFA, misalnya, dengan jelas mengatur dan mendefinisikan apa itu rasisme. Seperti terbaca dalam artikel no. 3, rasisme didefinisikan sebagai tindakan diskriminatif yang menyerang, menghina atau melecehkan asal usul negara, asal usul ras, warna kulit, etnis, gender, bahasa, agama hingga orientasi seksual. Ini kembali ditegaskan pada Kode Disiplin FIFA, persisnya pada artikel no. 58.

Kode Disiplin PSSI pun sebenarnya memuat hal itu. Pada pasal 59 ayat 1, rasisme juga dijelaskan sebagai tindakan menyerang warna kulit, bahasa, agama atau suku bangsa. Definisinya lebih sempit ketimbang versi FIFA, tapi di situ sudah dijelaskan dengan cukup baik, setidaknya sesuai dengan akal sehat publik, apa itu rasisme. Artinya, sekadar "membuat tidak nyaman" lawan tidak serta merta membuat seseorang disebut telah bertindak rasis.

Maka ketika Hinca menggunakan penafsiran yang ganjil macam itu, pertanyaannya adalah: apakah Kode Disiplin sudah direvisi? Kapan? Di mana?

Pertanyaan ini relevan karena Hinca adalah pengampu tafsir hukum sepakbola di negeri ini. Posisinya sebagai Ketua Komite Disiplin PSSI membuatnya punya otoritas untuk menghukum seseorang karena perbuatan yang dianggap -- menurut tafsirnya-- melanggar aturan. Termasuk soal rasisme.

Amat beresiko jika Hinca, sebagai Ketua Komite Disiplin PSSI, menggunakan tafsir yang kelewat jauh jaraknya dengan bunyi pasal yang sebenarnya.

Halaman berikutnya:�FIFA Disciplinary Code (FDC) 2013

Komentar